Tuan Davis perlahan-lahan mengangkat wajahnya, kini pria berambut kelabu itu kembali percaya diri sambil melihat ke arah Christopher yang tampil sok pahlawan terhadap karyawan wanitanya.“Huh, apa maksudnya?Apa dia ingin mencoba untuk tampil sempurna di hadapan semuanya. Huh dasar penjilat. Dia kira dia sudah bisa tampil sebagai pahlawan?” tanya Tuan Davis dalam hati.Kini kepercayaan diri Henry Davis mulai tumbuh, ia menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan kemudian menantang Christopher yang berdiri dengan gagah di depannya.“Huh, kau kira kau bisa mencari nama baik di depan semua karyawan. Apa perlu bukti kalau kalian tidak melakukan persekongkolan? Ha ha dengar ya kalian semua! Dia mentransfer semuanya dalam satu waktu dan saat itu juga kalian semua secara bergantian memeriksa ponsel kalian seolah-olah telah mendapatkan uang gaji. Apa kalian pikir aku bodoh? Kalian semua pasti berakting saat melihat ponsel. Pasti perempuan ini memindahkan semua uangku pada rekening pribadinya
“Kyle, bagaimana dengan asistenku? Apa kau sudah memberi tahu apa yang harus dikerjakan olehnya?” tanya Nicko begitu tiba di ruang kerjanya.“Tentu Tuan Muda, kami sudah memberikan pengarahan pada Sandra Matthews mengenai hal ini,” jawab Kyle Brenan.Kemarin jadwalnya cukup padat hingga ia belum sempat memberi arahan pada asisten barunya itu. Raymond Evans yang dulunya dikira setia ternyata malah membahayakan dirinya demi keluarganya sendiri. Nicko yang sudah terlanjur dikhianati tak menerima alasan apapun darinya, dan ia juga sama sekali tak peduli dengan keluarga kecil Raymond Evans.Sejak kemarin ia tampak sibuk mengurus masalah ibu mertuanya dan tentunya perusahaan Tuan Davis yang terbakar. Tentu saja kebakaran ini memang ulah Russell. Wajar jika Russell melakukannya, ini adalah balasan atas apa yang dilakukan Tuan Davis padanya dan juga keluarga istrinya.Kemarin ia mempelajari tentang bisnis Henry Davis berikut hutang piutang dan profitnya. Nicko juga mengumpulkan para pengusaha
Henry Davis sudah tampil dengan rapi di pagi hari ini. Sudah tak ada waktu lagi untuknya meratapi kemalangan yang semalam terjadi pada pabriknya. Yang harus dilakukannya saat ini adalah fokus pada pengembalian aset dan mendirikan perusahaan kembali.Kemarin ia sudah membuat kesepakatan dengan karyawan yang dikepalai oleh Christopher. Ia membuat surat pernyataan untuk tetap melakukan kewajibannya sebagai pemilik perusahaan sampai pabrik beroperasi kembali.“Aku harus bisa menemui rekan-rekan sesama pengusaha dan membuat mereka membantuku. Selama ini produk yang kumiliki bukan produk yang jelek, permintaan pun cukup laris. Bahkan masih ada beberapa pesanan yang belum kubuatkan pesanannya,” gumam Tuan Davis dengan percaya diri.Semalam memang sempat ia mendapatkan kabar dari beberapa pelanggan yang pesanannya belum mereka terima. Mereka semua tampak khawatir kalau pesanan tidak akan selesai. Namun ada pula yang memberi tambahan waktu satu minggu untuk menyelesaikan pesanan, tapi ada pula
Mendengar ancaman yang dilontarkan oleh Henry Davis, ibu mertua Nicko pun beringsut mundur. Ia tentu tidak dapat berkutik dengan hal itu. Apalagi kedua mata Henry Davis menatap tajam ke arahnya.“Gila! Pria ini berani benar mengancam untuk membunuhku, aku tidak bisa berlama-lama di sini,” pikir Daisy kemudian mengambil mantel dan juga tas yang ia letakkan sembarangan.Daisy yang selalu ahli dalam hal berdebat seakan kehilangan kemampuannya. Ia sama sekali tidak berani membuka mulut untuk menyanggah ucapan pria di hadapannya. Menyelamatkan diri sendiri adalah pilihan yang paling tepat, daripada mati di tangan pria selingkuhan.“Ah keadaan ini sangat tidak menguntungkan untukku,” pikir Daisy kemudian berlalu.Namun baru beberapa langkah saja Tuan Davis sudah memanggilnya lagi.“Tunggu Daisy!” seru pria yang diam-diam menjalin hubungan dengannya.Daisy berhenti sejenak, dan kini hatinya kembali berdebar-debar.“Sepertinya ia ingin meminta maaf padaku, ah tidak boleh menyerah begitu saja.
Henry Davis menghempaskan tubuhnya pada sofa kemudian menghembuskan napas panjang."Huh wanita dimana-mana sama saja, apa yang mereka inginkan selalu sama. Hanya uang, kemewahan tidak pernah ada yang mencoba untuk memahami kondisi sebenarnya," gumam Henry Davis mengungkapkan kekesalannya.Pria paruh baya ini pernah menikah sebelumnya sebanyak dua kali, dan pernikahan itu gagal. Istrinya yang pertama tidak bisa bertahan dengan kemiskinan yang dihadapi oleh Henry Davis.Saat itu usahanya baru saja dimulai dan belum membuahkan hasil apa-apa. Wanita yang dinikahinya tidak tahan untuk berada di apartemen studio yang tidak dilengkapi elevator.Setiap hari selalu mengeluh lelah harus naik turun tangga dan mengkonsumsi menu itu-itu saja. Menu orang biasa, hanya berupa roti lapis atau sup sayuran dengan sedikit irisan daging untuk perasa kaldu. Sama sekali jauh dari kesan mewah. Bukan berarti Henry Davis tidak peduli akan keinginan istrinya, tapi saat ia tengah mengumpulkan uang untuk membeli
“Tuan Davis?” Danny Gibson mengulang sambutannya.“Eh maaf, aku … aku hanya tidak menyangka kau yang membuka pintu sendiri untukku,” kata Henry Davis mencoba menutupi keterkejutannya.Danny Gibson tersenyum dan kini ia membuka pintu kantornya semakin lebar dan memberi ruang pada Henry Davis untuk masuk.“Silakan masuk Tuan,” tawarnya sopan.“Eh, apa kau serius dengan ini? Maksudku apa aku tidak mengganggumu?” Henry Davis mencoba untuk memastikan.Danny tersenyum ramah, “Tuan Davis, apa yang harus Anda khawatirkan? Aku yang membuat janji untuk bertemu dengan Anda di waktu ini, tentu saja anda tidak mengganggu.”“Tapi kau kan tidak sedang sendirian. Apa mungkin kehadiranku tidak mengganggumu?”Danny pun merangkul pundak Henry Davis dan mengajaknya untuk masuk. Memang saat ini ruang kerja Danny sedang kedatangan tiga orang tamu. Mereka semua sama-sama pengusaha muda berusia tiga puluhan.Henry Davis yang ingin membicarakan hal bisnis dengan serius bersama Danny Gibson tentu tak akan nyam
Tuan Davis pun terdiam saat mendengar ucapan Danny. Terlebih saat semua pengusaha muda yang datang di sana mentertawainya.“Ah ternyata kau pandai melawak juga. Kurasa aku memang harus terbiasa dengan kehidupan anak muda yang suka melawak,” kata Henry Davis mencoba untuk menenangkan dirinya.Danny Gibson langsung menyentuh pundaknya dan tersenyum dengan sinis, “Anda kira aku sedang bercanda? Kurasa aku tak memiliki waktu untuk hal itu Tuan,” katanya kemudian berbalik dan memanggil sekretarisnya.“Tolong kau minta orang tua ini untuk meninggalkan kantorku. Jika memang dia tidak mau pergi, panggil saja keamanan untuk mengusirnya!” perintah Danny Gibson lalu berbalik.Tanpa menunggu lama, Henry Davis pun melangkah mengejar Danny Gibson. Bahkan ia berjalan dengan melangkah lebar dan membuat sekretaris Tuan Gibson nyaris terjungkal karena tak sengaja disenggol oleh Tuan Davis.“Hei Danny Gibson! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membatalkan pertemuan denganku kali ini? Atau mungkin kau seda
Henry Davis melangkah dengan gontai lalu memasuki sebuah mini market untuk mencari minuman dingin. Hari ini benar-benar melelahkan baginya, ia yang terbiasa dilayani harus mencari rekan untuk membantunya mendirikan perusahaan kembali. Namun sampai saat ini hasilnya nihil, bahkan ia ditertawakan karena telah bangkrut.“Huh kemana lagi aku harus meminta bantuan. Semua tidak ada yang bersedia untuk bekerja sama denganku. Huh begini rupanya hidup sebagai orang bangkrut,” pikir Tuan Davis sambil menegak sari buah kaleng.Kembali Henry Davis menelepon beberapa rekan yang belum ia kunjungi. Namun sial mereka semua tidak ada yang menjawab panggilan telepon. Bahkan sempat ada yang menjawab halo lalu mengakhiri panggilan.Tidak hanya pengusaha yang usianya masih muda atau pengusaha baru, tapi juga mereka yang sama seniornya dengan Henry Davis. Kehadirannya memang benar-benar tidak diharapkan olehnya.“Sialan! Rupanya begini perilaku mereka terhadapku setelah aku miskin? Benar-benar tidak ada ya