Tuan Davis pun terdiam saat mendengar ucapan Danny. Terlebih saat semua pengusaha muda yang datang di sana mentertawainya.“Ah ternyata kau pandai melawak juga. Kurasa aku memang harus terbiasa dengan kehidupan anak muda yang suka melawak,” kata Henry Davis mencoba untuk menenangkan dirinya.Danny Gibson langsung menyentuh pundaknya dan tersenyum dengan sinis, “Anda kira aku sedang bercanda? Kurasa aku tak memiliki waktu untuk hal itu Tuan,” katanya kemudian berbalik dan memanggil sekretarisnya.“Tolong kau minta orang tua ini untuk meninggalkan kantorku. Jika memang dia tidak mau pergi, panggil saja keamanan untuk mengusirnya!” perintah Danny Gibson lalu berbalik.Tanpa menunggu lama, Henry Davis pun melangkah mengejar Danny Gibson. Bahkan ia berjalan dengan melangkah lebar dan membuat sekretaris Tuan Gibson nyaris terjungkal karena tak sengaja disenggol oleh Tuan Davis.“Hei Danny Gibson! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau membatalkan pertemuan denganku kali ini? Atau mungkin kau seda
Henry Davis melangkah dengan gontai lalu memasuki sebuah mini market untuk mencari minuman dingin. Hari ini benar-benar melelahkan baginya, ia yang terbiasa dilayani harus mencari rekan untuk membantunya mendirikan perusahaan kembali. Namun sampai saat ini hasilnya nihil, bahkan ia ditertawakan karena telah bangkrut.“Huh kemana lagi aku harus meminta bantuan. Semua tidak ada yang bersedia untuk bekerja sama denganku. Huh begini rupanya hidup sebagai orang bangkrut,” pikir Tuan Davis sambil menegak sari buah kaleng.Kembali Henry Davis menelepon beberapa rekan yang belum ia kunjungi. Namun sial mereka semua tidak ada yang menjawab panggilan telepon. Bahkan sempat ada yang menjawab halo lalu mengakhiri panggilan.Tidak hanya pengusaha yang usianya masih muda atau pengusaha baru, tapi juga mereka yang sama seniornya dengan Henry Davis. Kehadirannya memang benar-benar tidak diharapkan olehnya.“Sialan! Rupanya begini perilaku mereka terhadapku setelah aku miskin? Benar-benar tidak ada ya
“Ayah, apa ada yang kau pikirkan kali ini?” tanya Catherine saat memperhatikan ayahnya tampak diam di kursi roda sambil menatap lurus ke arah jendela.Sejak kedatangannya ke rumah Chad, pria paruh baya itu masih saja terlihat murung. Seperti ada suatu hal berat yang dipikirkannya.Siang hari saat Daisy pergi meninggalkan Edmund hanya berdua dengan Correy sang perawat, Chad dan Catherine mendatanginya. Walau ingatan Cathy tentang kekacauan yang membuatnya nyaris kehilangan bayinya sudah dihapus oleh Nicko, tapi tetap saja perempuan itu khawatir tentang ayahnya.Kenyataan kalau sang Ibu sering pergi meninggalkan Edmund sendirian tak dapat disembunyikan. Karena kekhawatiran itulah Chad memutuskan untuk membawa Edmund tinggal bersamanya saja. Setidaknya hal itu tidak akan membebani pikiran istrinya yang sedang mengandung.“Ah tidak, ayah hanya berpikir apa tidak jadi masalah jika ayah tinggal di sini. Maksudku dengan keadaan ayah yang seperti ini. Apa ini tidak merepotkan suamimu? Ini kan
Henry Davis masih tampak ragu sebelum ia keluar dari rumahnya. Berulang kali ia berjalan mondar-mandir di dalam rumah sebelum meninggalkan bangunan yang entah sampai kapan ia akan menempati bangunan ini.“Aduh, apa aku benar-benar harus menghubunginya. Aku seperti menjilat ludahku sendiri jika melakukannya,” gumamnya sambil memegang kenop pintu keluar.Satu-satunya pengusaha yang belum ia hubungi adalah Nicholas Lloyd. Jika bicara harta tentu saja Nicko memiliki harta yang tak ternilai. Investasi yang ditawarkan Tuan Davis tentu tidak berarti apa-apa bagi Nicko.Namun rasa benci yang dimiliki oleh Henry Davis itu benar-benar mendalam sampai-sampai melupakan akan kehadirian dirinya.“Huh, tapi uang itu benar-benar aku butuhkan. Huh tapi sudahlah tidak ada pilihan lain selain mempertaruhkan gengsi di hadapan anak muda itu,” pikir Henry. ***Henry Davis berjalan dengan sedikit malas ke ruangan Nicko. Ia menghembuskan napas panjang agar terlihat lebih rileks. Di hadapan
Henry Davis masih terpaku mendengar pernyataan Nicko barusan. Ia lalu menggelengkan kepala sambil mengacungkan telunjuk ke arah Nicko.“Harusnya aku sudah menduganya sejak awal. Tidak ada yang gratis di dunia ini, semua pasti ada imbalannya,” pikir Henry Davis.Melihat sikap Henry, Nicko hanya tersenyum sinis kembali. Kekuatan yang didapat dari batu bertuah itu membuatnya bisa mengetahui isi hati seseorang.“Anda benar-benar cerdas Tuan, memang tidak ada yang gratis di dunia ini,” balas Nicko yang membuat Henry Davis tercengang.“Tapi tenang saja apa yang kuminta ini tidak akan menyusahkanmu, bahkan akan banyak membantumu, tapi itu semua terserah padamu. Jika kau setuju maka kerja sama ini bisa dilakukan, tapi jika tidak maka tidak akan ada masalah bagiku,” balas Nicko kemudian menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kebesarannya.“Huh kurang ajar sekali dia. Mentang-mentang aku datang membutuhkan bantuannya, maka ia menyuruhku semau dia. Hmm tapi ia bilang menguntungkanku, meman
“Sandra, apa kau sudah menyiapkan pertemuanku dengan Yaseer Al Hameed?” tanya Nicko pada asisten pribadinya.Sandra yang saat itu berdiri tak jauh dari Nicko pun mengangguk cepat.“Tentu Tuan Muda, saya juga sudah memastikan meja pilihan Anda sudah siap, begitu juga mobil untuk mengantar Anda. Tuan Al Hameed pun sudah mengabarkan kalau beliau akan datang memenuhi undangan Anda,” jawab Sandra.Nicko pun mengangguk, ia puas dengan kinerja Sandra yang menurutnya cekatan dan teliti. Asisten pilihan Kyle memang tidak salah.“Andai saja aku tidak mendengarkan Kyle dan memilih Barbara, belum tentu hasilnya akan seperti ini,” pikir Nicko.“Bagus Sandra, satu lagi bagaimana dengan acara amal?”“Saat ini sedang saya kerjakan Tuan Muda, mengenai venue dan daftar lembaga yang tengah membutuhkan bantuan sudah saya kirimkan datanya pada email Anda, jika Anda sudah menentukan , maka akan saya lanjutkan pengerjaannya.”Nicko menepuk dahinya, “Ah ya aku sepertinya belum memeriksa emailmu, tapi nanti a
“Ah Daisy, kau benar-benar mengerti akan diriku,” balas Al Hameed saat wanita paruh baya itu mendekap tubuhnya erat.Perlahan Yaseer Al Hameed pun melepaskan tangan Daisy yang masih memeluk perut tambunnya kemudian melirik arloji di pergelangan tangan. Ia meninggalkan beberapa lembar uang pada Daisy untuk wanita itu berjalan-jalan sembari menunggunya.“Aku sedang ada keperluan sebentar. Salah satu rekan bisnisku berniat untuk mengajakku bertemu, kau bisa jalan-jalan sendiri dulu supaya tidak bosan,” kata Yaseer Al Hameed.Tentu saja Daisy tidak keberatan untuk menunggu selama masih ditinggalkan uang untuk bersenang-senang.Yaseer Al Hameed cepat-cepat merapikan pakaiannya dan pergi ke lantai bawah menuju restoran Diamond. Ia tentu tidak ingin membuat Nicholas Lloyd menunggunya.“Ini kesempatan bagus bagiku bisa bertemu dengan pengusaha muda itu. Jangan sampai aku membuatnya kecewa,” gumam Tuan Al Hameed yang tampak tidak tenang saat menuruni elevator. Tanpa sadar ia berjinjit beberapa
Yaseer Al Hameed mengangguk pelan saat mendengar Nicko mengatakan akan ada orang lain yang ikut bersama mereka. Pria dengan perut buncit ini berpikir kalau dirinya adalah orang spesial yang mendapatkan kehormatan bertemu dengan Tuan Muda Lloyd, tapi ternyata ada orang lain yang mendapatkan berkah sama seperti dirinya.“Kurkira hanya aku, tapi ternyata masih ada yang lain lagi,” batin Tuan Al Hameed dengan kecewa.Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dan mencoba untuk menempatkan posisi sebagai tamu istimewa yang lain.“Ya, aku memang mengundang orang lain lagi di sini, anda tidak keberatan kan?” tanya Nicko sambil satu tangannya memegang sandaran kursi yang kosong.“Oh tentu tidak Tuan Muda. Saya tahu orang yang Anda undang pastilah juga orang yang spesial menurut Anda,” kata Yaseer Al Hameed.Nicko tersenyum singkat, tapi dalam hati ia mencibir mulut manis Tuan Al Hameed.“Jadi mulut manismu ini yang membuat Ibu mertuaku bisa jatuh ke pelukanmu.”Nicko meminta pelayan untuk menu