Daisy melepaskan tangannya dari pundak Adrian. Sejenak wanita ini melirik ke arah belakang, memperhatikan Nicko yang masih berbicara dengan Raina.
“Sebaiknya kau lupakan saja masalah ini,” kata Daisy pada Adrian.
Spontan, Adrian ternganga saat mendengar apa yang diminta Ibu dari Josephine. Heran kenapa secepat ini perubahan wanita paruh baya di sampingnya.
“Melupakan? Maksud Anda bagaimana Nyonya?”
Daisy menghela napas panjang sejenak, kemudian wanita ini melirik ke arah Adrian.
“Dia adalah keluarga mendiang Armando, suami Catherine. Kau ingat dia kan?”
Tentu saja Adrian mengingat baik siapa mendiang Armando. Mereka berdua hampir sama, suka menyombongkan diri dan merendahkan orang lain. Namun yang tidak dimengerti oleh Adrian adalah kenapa Daisy harus berubah setelah mengetahui kalau perempuan yang bersama Nicko adalah bagi
Sikap Daisy memang terlihat berubah pada Adrian. Wanita ini langsung menoleh pada putra keluarga Law dan berkata dengan suara yang ditinggikan.“Aku tak membela siapa-siapa Adrian, aku hanya mencoba untuk bersikap bijak. Tuan wu sudah berbaik hati mengundang Nicko, sudah seharusnya ia datang dan memenuhinya. Apa kau tidak pernah diajarkan tata krama hingga mengatakan aku tak bersikap bijak.”Jelas saja jawaban Daisy semakin membuat pemuda dengan mata kebiruan ini heran. Tadi Nyonya daisy Windsor begitu terpengaruh pada ucapannya. Namun sekarang berubah 180 derajat, hingga membuatnya bertanya-tanya.Hanya Daisy sendiri yang tahu tentang apa yang mendasari perubahan sikapnya. Wanita ini memiliki seribu akal untuk bisa merasakan nikmatnya hidup dalam kemewahan.Nama Tuan Wu tentu tak asing di telinga Daisy. Tidak hanya kiprahnya dalam berbisnis, tapi hal pribadi tentangnya pun telah ia denga
Kepercayaan diri Daisy mendadak tumbuh kala mendengar perkataan yang dilontarkan oleh menantunya dan sepupu Armando. Sejenak ia merasa bodoh karena lupa akan alasan bagaimana keluarga Law memberikan hadiah untuk Edmund.Wanita ini kemudian mengangkat wajahnya dan tersenyum, Ia sangat yakin kalau Adrian tak mungkin berani untuk menarik hadiah dari kedua orang tuanya kembali.“Iya itu benar Adrian. Silakan saja kau ambil kembali hadiah dari orang tuamu. Aku juga bisa mengembalikanmu ke dalam penjara, dan membiarkanmu tidur dengan tikus-tikus!” seru Daisy sambil mendongakkan wajahnya.Adrian mengepalkan tangannya kuat-kuat, napasnya pun berdiri naik turun sambil menatap tajam pada Daisy. Bibirnya terkunci, tak sanggup atau mungkin tak bisa menemukan kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Daisy.Tentu saja Adrian enggan untuk kembali meringkuk di dalam penjara. Mual rasanya ia harus mem
“Duduklah Nicko!” kata Daisy mempersilakan menantunya yang baru saja mandi.Pemuda itu sudah terlihat lebih segar, rambut pendeknya tampak basah akibat keramas. Kali ini ia berpenampilan sedikit rapi, celana berbahan polyester cokelat batang dipadu dengan kemeja abu-abu muda yang pas dengan potongan tubuhnya. Bukan celana jeans balel yang sobek dan kaos berlogo brand olahraga yang sudah usang.Penampilan Nicko kali ini tak hanya membuat Josephine terkesan, tapi juga Catherine dan Ibunya. Kali ini menantu keluarga Windsor terlihat seperti seorang pemuda kaya. Mata mereka semua tampak memperhatikan sosoknya kali ini, dan membuat Nicko merasa kurang nyaman.“Ada apa?” tanya Nicko yang batal meminum kopinya.“Tak apa sayang, kau hanya terlihat lebih tampan kali ini,” kata Josephine sambil menyandarkan kepalanya pada lengan sang suami.Dengan lembut
Mobil Van putih milik Nicko berhenti di sebuah rumah megah dengan pagar yang tinggi. Rumah itu dipenuhi aneka tanaman hias di depannya, dan sebuah air mancur yang terlihat begitu segar di siang yang terik ini.Pemuda berambut cokelat itu melihat kartu nama yang ada dalam genggaman tangannya. Ia mencoba untuk mencocokkan bangunan di depannya dengan alamat yang tertera di kartu nama.“Hmm sama, tak salah lagi ini pasti rumahanya,” gumam Nicko.Ia pun melihat ke kanan dan kiri mencoba mencari sisi yang paling tepat untuk memarkir mobilnya. Kediaman Tuan Wu berada di tengah kota, dengan lalu lintas yang cukup ramai. Nicko pun harus berhati-hati dalam memarkir mobilnya agar tak mengganggu aktivitas pemilik rumah dan juga pengguna jalan yang lain. Namun ternyata saat ia mencari tempat parkir yang paling pas justru menimbulkan kecurigaan pada penjaga rumah megah di hadapannya.Saat itu petugas b
Sara kembali memasang wajah kusut saat mendengar ucapan ayahnya. Wanita yang usianya mendekati tiga puluh tahun ini mencoba memutar otak agar laki-laki yang akan dipertemukan dengannya ini tidak betah untuk bertemu dengan dirinya.“Huh, baiklah Ayah, jika memang itu kemauanmu. Aku akan menemuinya dan kupastikan ia tak akan mau bertemu lagi denganku,” batinnya.“Hmm kemana dia ya? Kenapa sampai jam segini belum juga datang,” gumam Tuan Wu yang memang sangat menghargai waktu.Bagi pengusaha kelas atas ini setiap detik adalah sangat berharga. Mendengar berita-berita tentang seseorang yang akhirnya menghembuskan napas terakhir karena terlambat mendapatkan penanganan, atau seseorang yang kehilangan kebahagiaan inilah yang membuatnya disiplin. Ia tak ingin pengalaman pahit itu terjadi pada hidupnya.Beberapa kali pria ini harus marah dan bicara dengan nada tinggi pada orang yang tel
Tanpa mempedulikan putrinya yang masih terpaku, Tuan Wu pun melangkah mendekati pemuda yang dianggap berjasa pada perusahaannya. Yang lebih mengherankan lagi, pria ini justru membungkuk pada lelaki yang usianya lebih muda darinya.“Ayah berlebihan sekali, kenapa harus membungkuk pada laki-laki itu. Bagaimana mungkin menjodohkanku dengan seseorang yang kelasnya sangat jauh berbeda denganku?” gumam Sara mengomel.Putri sulung Tuan Wu pun kembali mengerucutkan bibirnya, tak mengerti dengan jalan pikiran ayahnya. Ingin sekali ia beranjak dari tempatnya berdiri sekarang, tapi hal itu sama sekali tidak dilakukan olehnya. Sara justru terpaku di situ dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.Ibu tunggal ini semakin terlihat muak melihat keakraban yang tercipta antara pemuda itu dengan ayahnya. Bagaimana mereka berdua bercakap-cakap dengan akrabnya.“Huh menjijikkan sekali. Lihat saja,
Tuan Wu langsung memandang sinis ke arah putrinya. Ia tak setuju dengan ucapan putri sulungnya yang dianggap tidak menghormati tamu istimewanya.“Sara!” seru Tuan Wu memerintahkan agar wanita yang menolak berjabatan tangan dengan Nicko ini merubah sikapnya.“Apa salahku Ayah? Ini benar kan? Jika dia tamu istimewamu, seharusnya ia memarkir mobilnya di sini,” balas Sara sambil menunjuk ke arah dimana mobil miliknya terparkir.Rupanya ucapan Sara ini mengingatkannya kembali untuk bertanya kenapa tamunya harus memarkir mobilnya di tempat pelayan. Raut wajah Tuan Wu pun menunjukkan ekspresi penuh keheranan dan mencoba menerka-nerka.“Coba ayah lihat! Lelaki ini tidak bisa mengatakan apa-apa kan?” tambah Sara menantang.Namun Tuan Wu sepertinya tak mengindahkan perkataan putrinya itu. Ia justru semakin membuat sang putri merasa kesal dan muak dengan
Tuan Wu memalingkan wajah pada penjaga rumahnya. Ia merasa muak dengan polah penjaganya kali ini.“Cih! Berani sekali kau berkata begitu,” runtuk Tuan Wu membuat penjaga rumahnya tertunduk penuh sesal.“Apa yang kau lakukan telah membuatku malu di hadapan tamuku. Untuk itu, mulai besok kau akan kupindah menjadi penjaga gudang milikku yang ada di timur!” perintah Tuan Wu yang masih menahan kesal akibat tindakan penjaga rumah yang dinilai telah mencoreng mukanya.Mendengar kata gudang yang berada di timur memang membuat penjaga rumah yang biasa dipanggil Walter itu merasa ngeri. Ia pun membelalakkan kedua matanya, dan mengangkat bahu menunjukkan suatu ekspresi ketakutan.Gudang di arah timur adalah salah satu properti yang sudah lama tidak dipakai oleh Tuan Wu. Sebelumnya gudang itu adalah tempat untuk menyimpan aneka kulit domba yang akan dikirim ke luar negri. Namun beberapa t