Sara kembali memasang wajah kusut saat mendengar ucapan ayahnya. Wanita yang usianya mendekati tiga puluh tahun ini mencoba memutar otak agar laki-laki yang akan dipertemukan dengannya ini tidak betah untuk bertemu dengan dirinya.
“Huh, baiklah Ayah, jika memang itu kemauanmu. Aku akan menemuinya dan kupastikan ia tak akan mau bertemu lagi denganku,” batinnya.
“Hmm kemana dia ya? Kenapa sampai jam segini belum juga datang,” gumam Tuan Wu yang memang sangat menghargai waktu.
Bagi pengusaha kelas atas ini setiap detik adalah sangat berharga. Mendengar berita-berita tentang seseorang yang akhirnya menghembuskan napas terakhir karena terlambat mendapatkan penanganan, atau seseorang yang kehilangan kebahagiaan inilah yang membuatnya disiplin. Ia tak ingin pengalaman pahit itu terjadi pada hidupnya.
Beberapa kali pria ini harus marah dan bicara dengan nada tinggi pada orang yang tel
Tanpa mempedulikan putrinya yang masih terpaku, Tuan Wu pun melangkah mendekati pemuda yang dianggap berjasa pada perusahaannya. Yang lebih mengherankan lagi, pria ini justru membungkuk pada lelaki yang usianya lebih muda darinya.“Ayah berlebihan sekali, kenapa harus membungkuk pada laki-laki itu. Bagaimana mungkin menjodohkanku dengan seseorang yang kelasnya sangat jauh berbeda denganku?” gumam Sara mengomel.Putri sulung Tuan Wu pun kembali mengerucutkan bibirnya, tak mengerti dengan jalan pikiran ayahnya. Ingin sekali ia beranjak dari tempatnya berdiri sekarang, tapi hal itu sama sekali tidak dilakukan olehnya. Sara justru terpaku di situ dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.Ibu tunggal ini semakin terlihat muak melihat keakraban yang tercipta antara pemuda itu dengan ayahnya. Bagaimana mereka berdua bercakap-cakap dengan akrabnya.“Huh menjijikkan sekali. Lihat saja,
Tuan Wu langsung memandang sinis ke arah putrinya. Ia tak setuju dengan ucapan putri sulungnya yang dianggap tidak menghormati tamu istimewanya.“Sara!” seru Tuan Wu memerintahkan agar wanita yang menolak berjabatan tangan dengan Nicko ini merubah sikapnya.“Apa salahku Ayah? Ini benar kan? Jika dia tamu istimewamu, seharusnya ia memarkir mobilnya di sini,” balas Sara sambil menunjuk ke arah dimana mobil miliknya terparkir.Rupanya ucapan Sara ini mengingatkannya kembali untuk bertanya kenapa tamunya harus memarkir mobilnya di tempat pelayan. Raut wajah Tuan Wu pun menunjukkan ekspresi penuh keheranan dan mencoba menerka-nerka.“Coba ayah lihat! Lelaki ini tidak bisa mengatakan apa-apa kan?” tambah Sara menantang.Namun Tuan Wu sepertinya tak mengindahkan perkataan putrinya itu. Ia justru semakin membuat sang putri merasa kesal dan muak dengan
Tuan Wu memalingkan wajah pada penjaga rumahnya. Ia merasa muak dengan polah penjaganya kali ini.“Cih! Berani sekali kau berkata begitu,” runtuk Tuan Wu membuat penjaga rumahnya tertunduk penuh sesal.“Apa yang kau lakukan telah membuatku malu di hadapan tamuku. Untuk itu, mulai besok kau akan kupindah menjadi penjaga gudang milikku yang ada di timur!” perintah Tuan Wu yang masih menahan kesal akibat tindakan penjaga rumah yang dinilai telah mencoreng mukanya.Mendengar kata gudang yang berada di timur memang membuat penjaga rumah yang biasa dipanggil Walter itu merasa ngeri. Ia pun membelalakkan kedua matanya, dan mengangkat bahu menunjukkan suatu ekspresi ketakutan.Gudang di arah timur adalah salah satu properti yang sudah lama tidak dipakai oleh Tuan Wu. Sebelumnya gudang itu adalah tempat untuk menyimpan aneka kulit domba yang akan dikirim ke luar negri. Namun beberapa t
Jo melangkah setengah berlari menuju koridor rumah sakit. Di sana sudah ada Nyonya besar Windsor, Daisy, Catherine, Damian dan juga ayahnya. Mereka semua berkumpul karena hari ini adalah hari penting bagi mereka semua.Seperti sudah dijadwalkan sebelumnya, kalau hari ini akan ada tindakan untuk Edmund. Semua tampak memberi dukungan bagi Daisy agar tidak tegang, dan yakin kalau operasi Edmund tentu akan berhasil.Nenek Elizabeth menoleh ke arah Jo yang datang seorang diri dengan tergopoh-gopoh. Lagi-lagi wanita yang berkuasa di keluarga Windsor itu pun memandang ke arah cucu perempuannya sinis.“Maaf aku terlambat,” kata Jo sambil sedikit membungkukkan tubuhnya dengan hormat.“Huh!” cibir Elizebeth kemudian membuang muka.Josephine tahu kalau kali ini neneknya sungguh marah padanya. Ia pun hanya menunduk dan membiarkan neneknya mengomel. Jo sudah siap untuk
Kedua mata Jo terbuka lebar begitu mendengar ucapan Ibunya yang menyalahkan suaminya. Ia ingat betul kalau tadi Ibunya yang mendorong Nicko untuk tetap menemui Tuan Wu, meskipun suaminya sudah mengatakan akan menjadwal ulang pertemuan itu. Namun sang Ibu tetap bersikeras agar tak menolak undangan itu.“Ini tak bisa dibiarkan, aku harus mengatakan yang sebenarnya pada mereka. Setidaknya aku harus memperbaiki nama baik suamiku,” batin Jo sambil meremas samping rok nya.“Ibu, kenapa Ibu bicara demikian? Bukankah tadi Nicko sudah mengatakan akan menjadwal ulang pertemuan dengan Tuan Wu,” Jo berusaha mengingatkan.Bibir Daisy yang sedikit kering tampak bergetar. Wanita lima puluh tahunan ini terlihat bingung mendengar jawaban dari putrinya. Tentu saja ia tak suka dengan pernyataan ini, walau itu benar adanya.Namun Daisy tak mungkin mengakui kebenarannya karena ia takut akan Nyonya
Jo cuma terdiam melihat tingkah Ibunya, wanita paruh baya ini benar-benar lupa akan apa yang telah diperbuat sang suami pada keluarganya. Tak hanya itu, semua mata tampak mengarah padanya dengan pandangan menyalahkan.Sepertinya bagi keluarga Windsor ketidak hadiran Nicko di hari penting ini dianggap sebagai hinaan sekaligus kegagalannya sebagai seorang istri. Semuanya sudah terpengaruh oleh ucapan Daisy yang telah memutar balikkan fakta. Keadaan semakin dirasa buruk oleh Josephine karena kakaknya Cathy tengah berbicara dengan perawat yang mengurus ayahnya.“Suamimu sungguh memalukan Jospehine. Dia hidup dari hasil keringatmu, tapi untuk hal sepele seperti ini saja tidak bisa datang,” omel Nenek Elizabeth dengan bibir yang terus bersungut-sungut.Damian yang tak pernah akur dengan saudara sepupunya ini pun mulai berinisiatif untuk menyudutkan Josephine dan semakin menyulut kemarahan Neneknya.
Ekspresi bahagia terlukis jelas pada wajah Tuan Wu. Ini kali pertama dirinya melihat putrinya menunjukkan sikap ramah dalam menemui tamu istimewa. Lelaki yang ingin ia jadikan sebagai menantu.Meskipun sebelumnya ada drama dan penolakan yang diciptakan oleh putrinya, tapi tuan Wu tidak lagi memperhatikan hal itu. Baginya penolakan yang dilakukan Sara adalah wajar, anak perempuannya belum mengenal tamu istimewanya.Sebelum terkesan dengan sikap Nicko, pria paruh baya ini juga menolak kehadiran pemuda itu. Penampilan yang tidak mengesankan dan juga keadaan emosi yang sedang memanas membuat ia merasa risih dengan kehadiran pemuda yang kini menjadi tamu istimewanya.Ia tak peduli akan siapa nama belakang Nicko, darimana pemuda itu berasal. Yang ada di matanya pemuda itu adalah seorang penyelamat bagi perusahaannya. Menyelamatkan dirinya dari rasa malu di hadapan publik dan juga kerugian yang akan ia terima.
Tersadar Sara pun meninggalkan Nicko yang tengah berbicara dengan putri kecilnya. Ia tak berkata apa-apa pada lelaki yang baru saja ia kenal. Namun tak bisa dipungkiri kalau ia begitu terkesan akan tindakan yang dilakukan oleh pemuda itu.Menjadi seorang Ibu tunggal bukanlah hal yang mudah memang. Angeline kerap menanyakan keadaan siapa ayahnya, kemana dia dan apa yang tengah dilakukannya. Tak jarang gadis kecil itu juga meminta Sara untuk mengajaknya bertemu dengan sosok ayahnya.Sara memang tak pernah mengajak Angeline untuk bertemu dengan ayah kandungnya, bukan karena rasa sakit hati yang bersemayam pada dirinya. Ia melakukannya karena lelaki itu tak pernah menginginkan keberadaan Angeline. Ia tak ingin Angeline terluka oleh lelakiyang seharusnya dipanggil ayah olehnya.Angeline melirik ke arah Nicko, kemudian berpamitan untuk membersihkan diri. Anak kecil itu tak lagi memiliki ketakutan, ia justru melangkah gembira m