Tepukan pada pundak Daisy membuyarkan lamunannya di depan ruang ICU yang sunyi. Sesosok pemuda berambut pirang telah berdiri dengan gagah di belakangnya sambil tersenyum.
“Selamat siang Nyonya, terima kasih untuk tidak memperpanjang perkara kelalaian yang tak sengaja saya perbuat,” katanya sambil menatap teduh ke arah Daisy.
Ibu Josephine tertegun melihat kedatangan pemuda ini. Dia adalah Adrian, laki-laki yang selalu ia idam-idamkan untuk menjadi menantu.
“Ka … Kau,” katanya terkejut.
“Iya Nyonya Windsor, ini saya. Sekali lagi saya berterima kasih untuk kebaikan Anda,” jawab Adrian kemudian men gambil tempat duduk di samping Daisy tanpa perlu menunggu untu dipersilakan terlebih dahulu.
Meski ada kekecewaan pada diri Daisy akibat perbuatan Adrian, tapi Daisy tetap saja bersedia memafkan, dan menganggap semuanya hanya sebuah ketidak senga
Daisy langsung bangkit berdiri begitu melihat kedatangan orang yang ia tunggu-tunggu dari kejauhan. Apalagi pemuda itu tidak datang sendirian, tapi ada seorang perempuan yang ikut mendampinginya.Sejenak ia mengingat-ingat siapa perempuan yang datang bersama Nicko.“Siapa perempuan yang bersama si pecundang itu?” gumam Daisy, dan terdengar oleh Adrian.Pemuda yang begitu menggilai Josephine ini tentu saja menggunakan kesempatan ini untuk membuat wanita disampingnya semakin kesal dan segera mengungkapkan sumpah serapahnya pada menantunya.“Hmm mungkin dia wanita yang menyewa jasa Nicko,” jawab Adrian.Perempuan yang datang bersama Nicko memang pernah berkunjung ke rumahnya. Namun saat itu Daisy memilih untuk bersembunyi di dalam. Mungkin itulah kenapa ia tak bisa mengenali sosoknya dan mudah sekali terpengaruh oleh Adrian.“Nicko
Adrian hanya menoleh ke kanan kiri mendengar ucapan Raina. Ia menjadi ciut karena perempuan itu menatap nyalang ke arahnya. Si menantu pecundang pun ikut melakukan hal yang sama dengan perempuan di sampingnya, ditambah lagi senyum sinis yang tersungging di wajahnya.“Sial! Bisa-bisanya perempuan ini mengatakan hal yang sebenarnya. Tidak ini tak bisa kubiarkan, aku tak boleh kalah dengan para pecundang ini. Mereka harus kupermalukan,” runtuk Adrian dalam hati.Dengan sumpah serapah yang tersimpan dalam dada. Adrian pun mendongak dan balas menatap pada pasangan yang ada di hadapannya. Namun tak berlangsung lama, karena semakin lama ia menantang, semakin tajam pula tatapan mereka berdua. Untuk itulah ia berpaling pada Daisy yang saat ini terlihat galau sambil memainkan jemarinya sendiri.“Nyonya, jangan dengarkan perkataan mereka. Apa Anda tak ingat bagaimana keluargaku kemarin datang menemui Anda dan memb
Berbeda dengan Adrian, perempuan yang datang bersama Nicko tidak gugup apalagi takut mendengar ucapan Adrian. Ia justru melangkah dan menciptakan jarak yang sangat tipis dengan lelaki pirang di depannya.Dengan berani, Raina menurunkan jmeari Adrian yang masih mengacung untuknya.“Kau bilang aku tidur dengan dia? Tarik kembali ucapanmu atau kau akan kembali menikmati indahnya tidur di dalam penjara!” ancam Raina.“Huh aku tak sudi!” balas Adrian kemudian membuang muka menghindari Raina.Meskipun sikapnya kali ini menunjukkan keberanian dan kekuasaan, tapi sebenarnya ia takut. Gertakan dari Raina membuatnya teringat akan pengalaman buruk sembilan jam berada dalam tahanan. Namun martabatnya mengatakan ia tak boleh kalah begitu saja, terlebih oleh seorang perempuan asing dan menantu pecundang.“Kau yakin dengan ucapanmu? Baiklah kalau begitu, aku akan m
Daisy melepaskan tangannya dari pundak Adrian. Sejenak wanita ini melirik ke arah belakang, memperhatikan Nicko yang masih berbicara dengan Raina.“Sebaiknya kau lupakan saja masalah ini,” kata Daisy pada Adrian.Spontan, Adrian ternganga saat mendengar apa yang diminta Ibu dari Josephine. Heran kenapa secepat ini perubahan wanita paruh baya di sampingnya.“Melupakan? Maksud Anda bagaimana Nyonya?”Daisy menghela napas panjang sejenak, kemudian wanita ini melirik ke arah Adrian.“Dia adalah keluarga mendiang Armando, suami Catherine. Kau ingat dia kan?”Tentu saja Adrian mengingat baik siapa mendiang Armando. Mereka berdua hampir sama, suka menyombongkan diri dan merendahkan orang lain. Namun yang tidak dimengerti oleh Adrian adalah kenapa Daisy harus berubah setelah mengetahui kalau perempuan yang bersama Nicko adalah bagi
Sikap Daisy memang terlihat berubah pada Adrian. Wanita ini langsung menoleh pada putra keluarga Law dan berkata dengan suara yang ditinggikan.“Aku tak membela siapa-siapa Adrian, aku hanya mencoba untuk bersikap bijak. Tuan wu sudah berbaik hati mengundang Nicko, sudah seharusnya ia datang dan memenuhinya. Apa kau tidak pernah diajarkan tata krama hingga mengatakan aku tak bersikap bijak.”Jelas saja jawaban Daisy semakin membuat pemuda dengan mata kebiruan ini heran. Tadi Nyonya daisy Windsor begitu terpengaruh pada ucapannya. Namun sekarang berubah 180 derajat, hingga membuatnya bertanya-tanya.Hanya Daisy sendiri yang tahu tentang apa yang mendasari perubahan sikapnya. Wanita ini memiliki seribu akal untuk bisa merasakan nikmatnya hidup dalam kemewahan.Nama Tuan Wu tentu tak asing di telinga Daisy. Tidak hanya kiprahnya dalam berbisnis, tapi hal pribadi tentangnya pun telah ia denga
Kepercayaan diri Daisy mendadak tumbuh kala mendengar perkataan yang dilontarkan oleh menantunya dan sepupu Armando. Sejenak ia merasa bodoh karena lupa akan alasan bagaimana keluarga Law memberikan hadiah untuk Edmund.Wanita ini kemudian mengangkat wajahnya dan tersenyum, Ia sangat yakin kalau Adrian tak mungkin berani untuk menarik hadiah dari kedua orang tuanya kembali.“Iya itu benar Adrian. Silakan saja kau ambil kembali hadiah dari orang tuamu. Aku juga bisa mengembalikanmu ke dalam penjara, dan membiarkanmu tidur dengan tikus-tikus!” seru Daisy sambil mendongakkan wajahnya.Adrian mengepalkan tangannya kuat-kuat, napasnya pun berdiri naik turun sambil menatap tajam pada Daisy. Bibirnya terkunci, tak sanggup atau mungkin tak bisa menemukan kata-kata yang pas untuk menjawab pertanyaan Daisy.Tentu saja Adrian enggan untuk kembali meringkuk di dalam penjara. Mual rasanya ia harus mem
“Duduklah Nicko!” kata Daisy mempersilakan menantunya yang baru saja mandi.Pemuda itu sudah terlihat lebih segar, rambut pendeknya tampak basah akibat keramas. Kali ini ia berpenampilan sedikit rapi, celana berbahan polyester cokelat batang dipadu dengan kemeja abu-abu muda yang pas dengan potongan tubuhnya. Bukan celana jeans balel yang sobek dan kaos berlogo brand olahraga yang sudah usang.Penampilan Nicko kali ini tak hanya membuat Josephine terkesan, tapi juga Catherine dan Ibunya. Kali ini menantu keluarga Windsor terlihat seperti seorang pemuda kaya. Mata mereka semua tampak memperhatikan sosoknya kali ini, dan membuat Nicko merasa kurang nyaman.“Ada apa?” tanya Nicko yang batal meminum kopinya.“Tak apa sayang, kau hanya terlihat lebih tampan kali ini,” kata Josephine sambil menyandarkan kepalanya pada lengan sang suami.Dengan lembut
Mobil Van putih milik Nicko berhenti di sebuah rumah megah dengan pagar yang tinggi. Rumah itu dipenuhi aneka tanaman hias di depannya, dan sebuah air mancur yang terlihat begitu segar di siang yang terik ini.Pemuda berambut cokelat itu melihat kartu nama yang ada dalam genggaman tangannya. Ia mencoba untuk mencocokkan bangunan di depannya dengan alamat yang tertera di kartu nama.“Hmm sama, tak salah lagi ini pasti rumahanya,” gumam Nicko.Ia pun melihat ke kanan dan kiri mencoba mencari sisi yang paling tepat untuk memarkir mobilnya. Kediaman Tuan Wu berada di tengah kota, dengan lalu lintas yang cukup ramai. Nicko pun harus berhati-hati dalam memarkir mobilnya agar tak mengganggu aktivitas pemilik rumah dan juga pengguna jalan yang lain. Namun ternyata saat ia mencari tempat parkir yang paling pas justru menimbulkan kecurigaan pada penjaga rumah megah di hadapannya.Saat itu petugas b