Pemuda berambut cokelat terang ini langsung mendekatkan diri pada asisten Woodward kemudian menarik kerah bajunya. Kedua matanya menyala-nyala menatap tajam ke arah pria di hadapannya.
“Kau! Apa maksud dari semua ini? Kau berusaha menipuku ha?” balas Greg yang semakin kuat menarik kerah baju Tuan Woodward.
Woodward tak berkata apa-apa, ia hanya menunduk menahan sakit pada lehernya akibat jeratan Greg.
“Cepat katakan padaku! Apa kau memang merencanakan ini semua?” bentak Greg.
“Kau tak perlu memaksanya, kami yang menyuruhnya untuk melakukan ini!” seru Raina yang tiba-tiba datang.
“Sebaiknya kau lepaskan dia, karena kalian berdua sama saja! Tambah Tuan Wu.
Kemudian pria paruh baya ini pun memerintahkan orang-orangnya untuk memisahkan mereka berdua.
Orang-orang yang mengawal Tuan Wu jumlahnya hanya e
“Kau ... Kau mengancamku Raina?” tanya Greg.“Huh kau kira aku akan takut padamu? Tentu saja … dalam mimpimu!” balas Greg kali ini sambil tertawa mengejek perempuan berkulit gelap yang ada di hadapannya.“Kau!” balas Raina kemudian menahan ucapannya.Nicko yang sedari tadi diam berdiri di samping sahabatnya pun menyentuh pundak Raina. Pemuda itu pun menggeleng, dan meminta Raina untuk tidak emosional.“Kau tak perlu meladeni laki-laki ini. Kau ingat kan kalau aku sudah merekam semua percakapan mereka? Hal ini bisa dibawa ke kantor polisi bukan?” balas Nicko sambil berbisik.Sengaja ia berbisik karena tak ingin dianggap terlalu mencampuri urusan rumah tangga perusahaan Blanc Inc. Meskipun sebenarnya tak ada yang keberatan bagi pemuda ini untuk ikut berbicara. Apalagi Tuan Wu sepertinya berhutang budi pada Nicko.
Sepertinya Tuan Wu sengaja untuk tidak mengatakan apa-apa mendengar pertanyaan dari asistennnya. Sepertinya ia masih kecewa dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh Tuan Woodward.Raina dan Nicko saling berpandangan. Lagi-lagi mereka berdua enggan untuk ikut campur masalah ini. Sudah bukan ranah mereka berdua lagi, tapi Tuan Woodward justru mendekat ke arah pemuda ini dan menahan lengannya.“Tuan, tolong bantu saya,” pintanya dnegan penuh harap.Nicko menyipitkan mata, sambil menunduk ke arah lengannya yang saat ini dipegangi kuat-kuat. Kemudian ia menghela napas panjang dan berkata,“Apa yang Anda inginkan?”“Kumohon tolong saya. Saya masih harus mengurus keluarga saya Tuan,” pinta Tuan Woodward lagi.Perlahan pemuda ini menepiskan tangan putih pucat yang menahan lengannya.“Kurasa itu bukan wewenangku. Kau seharusnya mengatakan hal ini pada Tuan Wu. Bukankah kau bekerja padanya, dan beliau j
“Ma … Maksud Anda?” tanya asisten Woodward tak mengerti.Tuan Wu tertawa semakin menjadi-jadi dan semakin membuat asistennya bingung. Sementara Nicko hanya mengangguk pelan, seolah ia sudah mengerti apa maksud dari Tuan Woodward.“Kita seperti sedang menontotn drama,” bisik Nicko pada Raina.“Hmm sepertinya aku sependapat denganmu, tapi biarlah, anggap saja ini hiburan bagi kita semua,” balas Raina.Kembali Tuan Woodward memohon pada bosnya. Kali ini ia berlutut lagi untuk merendahkan diri. Sesekali ia menampari wajahnya sendiri, tanpa mempedulikan ada karyawan lain yang lalu lalang di sekitar lobi.“Kumohon Tuan berikanlah sedikit belas kasihan untukku,” pinta Tuan Woodward kembali memohon.Tuan Wu kembali melirik ke arah Nicko kemudian mengangguk ke arahnya, lalu kembali kepada asisten pribadinya.
Tepukan pada pundak Daisy membuyarkan lamunannya di depan ruang ICU yang sunyi. Sesosok pemuda berambut pirang telah berdiri dengan gagah di belakangnya sambil tersenyum.“Selamat siang Nyonya, terima kasih untuk tidak memperpanjang perkara kelalaian yang tak sengaja saya perbuat,” katanya sambil menatap teduh ke arah Daisy.Ibu Josephine tertegun melihat kedatangan pemuda ini. Dia adalah Adrian, laki-laki yang selalu ia idam-idamkan untuk menjadi menantu.“Ka … Kau,” katanya terkejut.“Iya Nyonya Windsor, ini saya. Sekali lagi saya berterima kasih untuk kebaikan Anda,” jawab Adrian kemudian men gambil tempat duduk di samping Daisy tanpa perlu menunggu untu dipersilakan terlebih dahulu.Meski ada kekecewaan pada diri Daisy akibat perbuatan Adrian, tapi Daisy tetap saja bersedia memafkan, dan menganggap semuanya hanya sebuah ketidak senga
Daisy langsung bangkit berdiri begitu melihat kedatangan orang yang ia tunggu-tunggu dari kejauhan. Apalagi pemuda itu tidak datang sendirian, tapi ada seorang perempuan yang ikut mendampinginya.Sejenak ia mengingat-ingat siapa perempuan yang datang bersama Nicko.“Siapa perempuan yang bersama si pecundang itu?” gumam Daisy, dan terdengar oleh Adrian.Pemuda yang begitu menggilai Josephine ini tentu saja menggunakan kesempatan ini untuk membuat wanita disampingnya semakin kesal dan segera mengungkapkan sumpah serapahnya pada menantunya.“Hmm mungkin dia wanita yang menyewa jasa Nicko,” jawab Adrian.Perempuan yang datang bersama Nicko memang pernah berkunjung ke rumahnya. Namun saat itu Daisy memilih untuk bersembunyi di dalam. Mungkin itulah kenapa ia tak bisa mengenali sosoknya dan mudah sekali terpengaruh oleh Adrian.“Nicko
Adrian hanya menoleh ke kanan kiri mendengar ucapan Raina. Ia menjadi ciut karena perempuan itu menatap nyalang ke arahnya. Si menantu pecundang pun ikut melakukan hal yang sama dengan perempuan di sampingnya, ditambah lagi senyum sinis yang tersungging di wajahnya.“Sial! Bisa-bisanya perempuan ini mengatakan hal yang sebenarnya. Tidak ini tak bisa kubiarkan, aku tak boleh kalah dengan para pecundang ini. Mereka harus kupermalukan,” runtuk Adrian dalam hati.Dengan sumpah serapah yang tersimpan dalam dada. Adrian pun mendongak dan balas menatap pada pasangan yang ada di hadapannya. Namun tak berlangsung lama, karena semakin lama ia menantang, semakin tajam pula tatapan mereka berdua. Untuk itulah ia berpaling pada Daisy yang saat ini terlihat galau sambil memainkan jemarinya sendiri.“Nyonya, jangan dengarkan perkataan mereka. Apa Anda tak ingat bagaimana keluargaku kemarin datang menemui Anda dan memb
Berbeda dengan Adrian, perempuan yang datang bersama Nicko tidak gugup apalagi takut mendengar ucapan Adrian. Ia justru melangkah dan menciptakan jarak yang sangat tipis dengan lelaki pirang di depannya.Dengan berani, Raina menurunkan jmeari Adrian yang masih mengacung untuknya.“Kau bilang aku tidur dengan dia? Tarik kembali ucapanmu atau kau akan kembali menikmati indahnya tidur di dalam penjara!” ancam Raina.“Huh aku tak sudi!” balas Adrian kemudian membuang muka menghindari Raina.Meskipun sikapnya kali ini menunjukkan keberanian dan kekuasaan, tapi sebenarnya ia takut. Gertakan dari Raina membuatnya teringat akan pengalaman buruk sembilan jam berada dalam tahanan. Namun martabatnya mengatakan ia tak boleh kalah begitu saja, terlebih oleh seorang perempuan asing dan menantu pecundang.“Kau yakin dengan ucapanmu? Baiklah kalau begitu, aku akan m
Daisy melepaskan tangannya dari pundak Adrian. Sejenak wanita ini melirik ke arah belakang, memperhatikan Nicko yang masih berbicara dengan Raina.“Sebaiknya kau lupakan saja masalah ini,” kata Daisy pada Adrian.Spontan, Adrian ternganga saat mendengar apa yang diminta Ibu dari Josephine. Heran kenapa secepat ini perubahan wanita paruh baya di sampingnya.“Melupakan? Maksud Anda bagaimana Nyonya?”Daisy menghela napas panjang sejenak, kemudian wanita ini melirik ke arah Adrian.“Dia adalah keluarga mendiang Armando, suami Catherine. Kau ingat dia kan?”Tentu saja Adrian mengingat baik siapa mendiang Armando. Mereka berdua hampir sama, suka menyombongkan diri dan merendahkan orang lain. Namun yang tidak dimengerti oleh Adrian adalah kenapa Daisy harus berubah setelah mengetahui kalau perempuan yang bersama Nicko adalah bagi