Daisy yang mendengar ucapan Edmund pun ikut-ikutan menanggapi. Sambil berkacak pinggang dan bicara dengan nada yang congkak, wanita yang mewarisi mata indah untuk kedua putrinya itu pun angkat bicara.
"Oh, jadi kau sengaja menjadikan dirimu sebagai umpan atas permintaan suamiku. Hmm baiklah aku mengucapkan terima kasih untukmu, tapi bukan berarti aku bisa menerimamu untuk menjadi menantuku.Kecuali satu hal darimu berubah," kata Daisy.Edmund yang kini seperti mendapat pengakuan dari istrinya pun menanggapi ucapan istrinya.
"Kecuali kau memiliki kekayaan melebihi keluarga Law. Baru kami berdua tak akan mengganggu hubungan kalian.""Itu benar, kami sebagai orang tua tentunya ingin kalau putri kami bahagia. Coba kau ingat lagi, apa yang pernah kau bawa untuk putriku. Bandingkan saja dengan apa yang dibawa Adrian," tambah Daisy.Mendengar pujian itu, Adrian pun mendongakkan kepalanya. Ia merasa sangat bangga telahMelihat apa yang ditunjukan oleh Adrian membuat kedua mata Daisy semakin hijau. Wanita ini semakin antusias untuk menjodohkan putri bungsunya dengan putra semata wayang keluarga Law."Ini hanya milikmu pribadi?" tanya Daisy."Benar Nyonya, aku selalu berusaha keras untuk menunjukkan dedikasi ku sebagai seorang pria. Aku harus memiliki rumah, mobil, villa dan mengelola bisnis karena aku tak mau menyusahkan calon istriku nanti," katanya sambil melirik Nicko dan Josephine.Sementara Nicko hanya diam dan menunggu waktu yang tepat untuk menjatuhkan lelaki sombong di depannya. Berbeda dengan Josephine yang sudah sangat emosi, dan ingin sekali memprotes Ibunya. Jika sang suami tidak mencegahnya, tentu ia sudah mengumpat dan mengeluarkan kata-kata yang mungkin kurang pantas."Biarkan saja dia menang dulu, nanti baru tunjukkan kecerdikanmu, seperti saat kau menyuruhnya membersihkan lantai," bisiki Nicko pada Jo."Hmm ya seperti
"Apa ada yang lucu hei menantu tak berguna?" balas Daisy penuh hinaan.Nicko yang baru menyadari kebodohannya yang nyaris membuat identitasnya terbongkar pun langsung diam. Sejenak ia berpikir untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mertuanya."Bukan apa-apa Bu, aku hanya mengira kalau Adrian mendapatkan kartu platinum, tapi ternyata hanya kartu emas," katanya.Adrian yang mendengar ucapan rivalnya pun naik pitam. Ia menatap lelaki di depannya dengan tatapan yang meremehkan. Kebenciannya pada suami Josephine pun semakin menjadi-jadi."Hei orang miskin sepertimu tahu apa tentang kartu milikku? Kau tahu berapa banyak orang yang mampu mendapatkan kartu emas? Bahkan Damian pun tidak bisa bergabung menjadi nasabah International Weatlh Bank, karena uangnya tidak mencapai satu miliar. Di dalam kartu ini ada yang sebanyak dua belas miliar," kata Adrian sambil memberi penekanan pada kata dua belas miliar.Apa yang diucapkan ole
Sambil menghentakkan kaki seperti anak kecil, Josephine pun melayangkan protes pada Ayahnya yang dengan seenaknya membuat tantangan. Perempuan ini tahu kalau masalah harta, Nicko tak akan pernah bisa menang."Ini tidak adil Ayah. Kenapa Ayah justru menantang Nicko seperti ini. Ayah lupa bagaimana ia membantu Ayah sampai mempertaruhkan nyawanya sendiri?" protes Jo mengungkit masalah pasangan Hamilton pada kedua orang tuanya."Huh, bukannya itu sudah menjadi kewajiban baginya. Dia kan menantu yang menumpang hidup di sini," balas Edmund."Benar apa yang dikatakan Ayahmu Jo. Jika tak bisa menghidupiku, biar saja nyawanya yang tak bernilai dipertaruhkan untuk keselamatan kami," tambah Daisy yang semakin membuat Josephine naik pitam."A ...." Josephine tidak jadi melanjutkan kalimatnya saat mendapati sang suami menahan lengannya. Lelaki yang menikahinya mengangguk dan menatapnya teduh."Aku terima tantangan Anda Ayah mertua,
"Hmm Nicko, nanti kau antar kami ke toko perhiasan, aku dan suamiku akan membeli kalung mutiara hitam untuk ulang tahun Nenek Elizabeth!" perintah Daisy pada menantunya yang baru saja menyelesaikan sarapannya.Wanita paruh baya ini sengaja menyebutkan hadiah yang akan dibeli olehnya untuk nenek. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk menunjukkan betapa tingginya selera nenek."Apa kau hanya akan memberi kalung untuk Ibuku? Kurasa sebaiknya kita tambahkan dengan gelang, cincin dan anting-anting. Kau tahu kan kalau Ibuku sangat berkelas. Apalagi mutiara hitam itu termasuk mutiara yang langka. Ibuku pasti akan senang menerimanya," tambah Edmund yang memang mengerti maksud dari istrinya."Kau benar suamiku. Untuk wanita sekelas Ibumu memang pantas menerima hadiah mahal. Hadiah yang memang hanya bisa dibeli oleh orang-orang yang berkelas," kata Daisy memberi penekanan pada kata orang yang berkelas sambil melirik menantu dan Puteri bungsunya.
Daisy dan Edmund tampak memilih-milih perhiasan yang terpajang apik di etalase. Wanita paruh baya ini menunjuk pada satu set kalung mutiara hitam dengan bandul berbentuk bunga dari emas putih."Bisa kulihat yang ini?' pinta Daisy pada perempuan yang bertugas menjadi pelayan toko.Dengan ramah pelayan itu pun meladeni Daisy dan mengambilkan pesanannya. Pelayan berkulit gelap itu pun juga menjelaskan mengenai kualitas dari kalung mutiara yang ada di toko."Desain ini sangat cocok untuk segala usia, dan Anda akan terlihat lebih menarik jika mengenakan kalung ini," kata pelayan itu."Ini bukan untukku, aku mencari satu set perhiasan mutiara hitam untuk hadiah Ibu mertuaku. Apa kau memiliki pasangan yang cocok untuk kalung ini? Aku berencana membeli kalung, gelang, cincin dan anting-anting untuk Ibu mertuaku," jelas Daisy."Tentu saja kami menyediakan Nyonya, apakah Anda ingin melihatnya?" tawar penjaga toko."
Wajah Edmund mendadak pucat saat mendengar teguran dari petugas keamanan. Ayah Josephine sudah menebak kalau ada yang mengetahui perbuatan istrinya. Namun tidak dengan Daisy, ia justru mendongak dan bersikap tenang."Untuk apa kalian memeriksa tas ku, bukankah itu melanggar hak pribadiku?" Balas Daisy dengan angkuh.Sang suami ingin sekali membuka mulut, tapi sepertinya ia takut akan istrinya. Ia pun memilih untuk diam dan menunduk. Dengan keringat di dahi yang mulai menetes."Kau ini nekad sekali Daisy, mereka pasti akan tahu," pikir Edmund."Kami hanya ingin memeriksa, karena sepertinya terjadi sesuatu," kata petugas kemanan dengan nada sopan."Enak saja, kalian tak bisa memperlakukanku seperti ini. Kalian bisa kutuntut karena telah melanggar privasi orang lain!" protes Daisy."Lagipula apa kalian memiliki surat perintah penggeledahan untukku?" tanya Daisy.Petugas keamanan itu pun terdiam, ia sadar kalau t
Mendengar desakan dari para pengunjung, mau tak mau Edmund akhirnya berbicara sedikit keras."Istriku, sudah berikan saja. Apa kau tak lihat kalau orang-orang di belakang sudah sangat kesal?""Sssh kau ini, susah sekali diajak bicara," gerutu Daisy."Baiklah Nyonya, jika itu kemauan Anda," kata sang petugas kemudian mengambil telepon. Saat pria bertubuh tegap itu memencet satu angka, Daisy pun langsung menahan tangannya."Baik aku akan menunjukkan tas ku!" Seru Daisy.Sadar tak bisa selamat lagi, Daisy pun menunjukkan tas nya dengan berat hati. Kemudian meminta suaminya untuk menghubungi menantunya agar datang ke dalam toko."Terima kasih untuk kerjasamanya Nyonya," kata sang petugas.Dengan sigap pria itu pun mengeluarkan seluruh isi tas Daisy satu per satu. Semua bagian dalam tas tangannya pun ditelusuri, termasuk pada kantong bagian dalam.Saat itulah pria ini tak sengaja menemukan cincin kole
Perlahan Mandy menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Edmund. Sejenak wanita itu menyipitkan kedua mata untuk mengenali sosok yang ditunjuk olehnya.Ia melakukannya bukan karena lupa, melainkan kondisi mata yang sudah tidak sesehat dulu. Kali ini Mandy tidak mengenakan kontak lensa ataupun kacamata yang membuat penglihatannya sedikit buram."Benar Nyonya, kami melakukannya karena dia!" seru Edmund saat Nicko sudah dekat.Pemuda berjaket sporty itu pun sedikit terkejut dan nyaris menyebut nama Mandy. Jika saja tidak ada mertuanya, ia sudah langsung mendekat pada wanita paruh baya itu.Dengan sedikit kecemasan, Nicko mendekat ke arah mertuanya, dan saat itu Mandy pun nyaris membuka mulut. Sepertinya ia sudah mengenali sosok yang datang, dilihat dari gerak bibirnya yang membentuk kata Tu. Namun, Nicko menempelkan telunjuk pada bibirnya agar Mandy tak bicara."Ayah ... Ibu, ada apa memanggilku?" tanya Nicko dengan sopan.