Daisy dan Edmund tampak memilih-milih perhiasan yang terpajang apik di etalase. Wanita paruh baya ini menunjuk pada satu set kalung mutiara hitam dengan bandul berbentuk bunga dari emas putih.
"Bisa kulihat yang ini?' pinta Daisy pada perempuan yang bertugas menjadi pelayan toko.Dengan ramah pelayan itu pun meladeni Daisy dan mengambilkan pesanannya. Pelayan berkulit gelap itu pun juga menjelaskan mengenai kualitas dari kalung mutiara yang ada di toko."Desain ini sangat cocok untuk segala usia, dan Anda akan terlihat lebih menarik jika mengenakan kalung ini," kata pelayan itu."Ini bukan untukku, aku mencari satu set perhiasan mutiara hitam untuk hadiah Ibu mertuaku. Apa kau memiliki pasangan yang cocok untuk kalung ini? Aku berencana membeli kalung, gelang, cincin dan anting-anting untuk Ibu mertuaku," jelas Daisy."Tentu saja kami menyediakan Nyonya, apakah Anda ingin melihatnya?" tawar penjaga toko."Wajah Edmund mendadak pucat saat mendengar teguran dari petugas keamanan. Ayah Josephine sudah menebak kalau ada yang mengetahui perbuatan istrinya. Namun tidak dengan Daisy, ia justru mendongak dan bersikap tenang."Untuk apa kalian memeriksa tas ku, bukankah itu melanggar hak pribadiku?" Balas Daisy dengan angkuh.Sang suami ingin sekali membuka mulut, tapi sepertinya ia takut akan istrinya. Ia pun memilih untuk diam dan menunduk. Dengan keringat di dahi yang mulai menetes."Kau ini nekad sekali Daisy, mereka pasti akan tahu," pikir Edmund."Kami hanya ingin memeriksa, karena sepertinya terjadi sesuatu," kata petugas kemanan dengan nada sopan."Enak saja, kalian tak bisa memperlakukanku seperti ini. Kalian bisa kutuntut karena telah melanggar privasi orang lain!" protes Daisy."Lagipula apa kalian memiliki surat perintah penggeledahan untukku?" tanya Daisy.Petugas keamanan itu pun terdiam, ia sadar kalau t
Mendengar desakan dari para pengunjung, mau tak mau Edmund akhirnya berbicara sedikit keras."Istriku, sudah berikan saja. Apa kau tak lihat kalau orang-orang di belakang sudah sangat kesal?""Sssh kau ini, susah sekali diajak bicara," gerutu Daisy."Baiklah Nyonya, jika itu kemauan Anda," kata sang petugas kemudian mengambil telepon. Saat pria bertubuh tegap itu memencet satu angka, Daisy pun langsung menahan tangannya."Baik aku akan menunjukkan tas ku!" Seru Daisy.Sadar tak bisa selamat lagi, Daisy pun menunjukkan tas nya dengan berat hati. Kemudian meminta suaminya untuk menghubungi menantunya agar datang ke dalam toko."Terima kasih untuk kerjasamanya Nyonya," kata sang petugas.Dengan sigap pria itu pun mengeluarkan seluruh isi tas Daisy satu per satu. Semua bagian dalam tas tangannya pun ditelusuri, termasuk pada kantong bagian dalam.Saat itulah pria ini tak sengaja menemukan cincin kole
Perlahan Mandy menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Edmund. Sejenak wanita itu menyipitkan kedua mata untuk mengenali sosok yang ditunjuk olehnya.Ia melakukannya bukan karena lupa, melainkan kondisi mata yang sudah tidak sesehat dulu. Kali ini Mandy tidak mengenakan kontak lensa ataupun kacamata yang membuat penglihatannya sedikit buram."Benar Nyonya, kami melakukannya karena dia!" seru Edmund saat Nicko sudah dekat.Pemuda berjaket sporty itu pun sedikit terkejut dan nyaris menyebut nama Mandy. Jika saja tidak ada mertuanya, ia sudah langsung mendekat pada wanita paruh baya itu.Dengan sedikit kecemasan, Nicko mendekat ke arah mertuanya, dan saat itu Mandy pun nyaris membuka mulut. Sepertinya ia sudah mengenali sosok yang datang, dilihat dari gerak bibirnya yang membentuk kata Tu. Namun, Nicko menempelkan telunjuk pada bibirnya agar Mandy tak bicara."Ayah ... Ibu, ada apa memanggilku?" tanya Nicko dengan sopan.
Mandy mengangguk tanda mengerti setelah Nicko selesai membeberkan rencananya."Kurasa itu bukan ide yang buruk," jawab Mandy."Jadi kau setuju dengan ideku?""Tentu saja, aku akan membantumu dengan senang hati. Sekali lagi maafkan aku Tuan Muda," jawab Mandy yang merasa tidak enak."Hei panggil aku Nicko, dan akulah yang seharusnya meminta maaf padamu.""Baiklah kita lupakan saja. Sebentar lagi aku akan menyuruh orangku untuk melakukan eksekusi," balas Mandy."Kurasa sebaiknya mendekati jam makan malam saja. Saat itu keluarga kami tengah berkumpul," kata Nicko dibalas anggukan Mandy."Kalau begitu, aku pergi dulu. Ada hal yang harus kukerjakan," pamit Nicko kemudian menjabat tangan wanita paruh baya di hadapannya.Pemuda ini pun keluar dari toko Mandy dengan senyum penuh kebanggaan. Sesekali ia mendengar karyawan Nyonya Thompson yang membicarakan tentang dirinya yang dimanfaatkan
Suasana hiruk pikuk di ruang lelang mendadak hening saat pembawa acara mulai menunjukkan lukisan The Fountain. Lukisan dengan garis yang begitu halus dan perpaduan warna yang sempurna.Peserta lelang kali ini memang tak banyak, hanya ada sepuluh orang saja. Selebihnya hanya berperan sebagai penonton."Baiklah hadirin sekalian, kita mulai saja lelang kali ini. Lukisan the Fountain akan kubuka dengan harga delapan puluh juta, adakah yang menawar lebih tinggi?" tanya Pembawa acara.Adrian Law yang tak ingin ketinggalan pun langsung menawar seratus juta untuk lukisan itu. Namun ada orang lain lagi yang menawar 110juta, terus menerus hingga Adrian membuka harga 300juta."Baik Tuan Law menawar 300 juta, adakah yang berani menawar lebih tinggi dari Tuan Law?" katanya sambil melihat ke sekeliling, termasuk Raina yang sedari tadi diam.Raina yang berkulit gelap tentu tidak diperhitungkan dalam acara lelang. Kebanyakan dari mere
Daisy mengikuti suaminya yang memandang ke arah jendela. Ia memicingkan mata saat mendapati menantunya bisa pulang ke rumah dengan selamat. Keheranan pun semakin menjadi saat melihat mobil hitam yang datang hampir bersamaan dengan mereka."Bagaimana mungkin si pecundang itu bisa pulang ke rumah dan menjemput dua putri kita? Apakah itu ada hubungannya dengan mobil hitam yang baru saja datang bersama mereka?" tanya Daisy yang ikut mengintip dari jendela."Entahlah, apa mungkin mereka tengah datang untuk mengantarkan si pecundang itu pada kita? Huh kenapa tidak dijebloskan ke penjara saja dia," kata Edmund geram."Ya, kurasa seharusnya begitu. Dia sama sekali tak pantas untuk berada di rumah kita," kata Daisy sengit.Edmund pun mengangguk-angguk. Pria paruh baya ini pun merangkul istrinya dan menyunggingkan senyum sinis. Secara tiba-tiba ia pun menemukan sebuah gagasan yang bagus, dan sayang untuk dilewatkan bersama istrinya."Sa
Tanggapan yang diberikan oleh tamu keluarga Windsor ini sama sekali tak mengenakkan untuk Daisy dan Edmund. Apa yang mereka dengan barusan tak sesuai dengan ekspektasi yang seharusnya terjadi.Daisy pun menggelengkan kepala, lalu melirik ke arah Nicko yang sedang duduk dengan tenang."Kalian meminta cincin itu padaku? Apa aku tidak salah dengar?" tanya Daisy dengan angkuh."Benar Tuan-Tuan, cincin itu sudah menjadi milik istriku, bukankah tadi masalahnya sudah selesai dengan kedatangan laki-laki ini?" kata Edmund sambil menunjuk ke arah menantunya yang terlihat begitu tenang.Pria yang mengunjungi keluarga Windsor itu pun kembali menjelaskan pada Edmund tentang prosedur yang sebenarnya."Maaf Tuan, Nyonya. Menurut hasil rekaman cctv, kami mendapati Nyonya dengan sengaja memasukkan cincin itu dalam tas Anda. Kemudian menurut penuturan petugas keamanan kami, Anda menunjukkan sikap yang berbeda dan terus berkelit saat dim
Seketika kelompok pria yang mendatangi keluarga Windsor pun mengangguk setuju dengan usulan Josephine."Benar Nyonya, jika memang ada indikasi penganiayaan pada Nyonya muda ini, tentu lebih akurat jika melakukan visum. Seperti yang Anda katakan sebelumnya, kalau kedatangan kami di sini bisa menyelamatkan putri Anda," kata salah satu dari empat pria itu.Keempat pria itu adalah pengawal pribadi Mandy yang ditugaskan untuk memberi efek jera pada keluarga Windsor. Semuanya sudah diatur bersama Nicko, mereka akan menagih cincin saphire dan mempermalukan Daisy di depan kedua putrinya.Namun tak disangka reaksi Daisy justru berlebihan dan membuat rencana mereka sedikit mengalami hambatan. Ibu mertua Nicko justru brain drama yang membuat masalah semakin panjang."Bagaimana Nyonya?" tanya pria itu lagi.Merasa tak dapat berkutik lagi, Daisy pun akhirnya mencoba mengajak mereka melupakan masalah penganiayaan."Bisa