Van putih milik Nicko memasuki pelataran apartemen impian Josephine. Perempuan bermata aqua itu sudah membuat janji dengan marketing representative untuk melihat-lihat.
"Bagus juga," pikir Nicko sambil memandang bangunan megah di hadapannya.Sebuah apartemen minimalis dengan dominasi warna putih dan jendela kaca yang cukup besar membuat mereka bisa mendapatkan pencahayaan yang cukup."Ayo sayang, kita masuk," ajak Jo sambil menggandeng tangan suaminya yang sekarang mengenakan jas, meskipun dipadankan dengan celana jeans.Diam-diam sang istri memang menyiapkan jas warna khaki yang dulu milik Damian untuk dipakai oleh sang suami. Ia sudah menduga kalau penampilan suaminya yang seperti biasa pasti akan membuatnya diremehkan seperti biasa."Sayang, simpan uang ini dalam jas mu ya?" kata Jo sambil menyerahkan amplop tebal berisi uang untuk disimoan di saku dalam jas yang dikenakan Nicko."Kenapa kau memberikannSeketika Nicko membulatkan mata begitu mendengar pertanyaan Dokter Dolores Ryan. Terlebih perempuan itu menggeser duduknya mendekat."Eh apa katamu?" tanya Nicko berpura-pura tidak tahu, padahal ia tengah menyembunyikan perasaan tidak nyaman."Apa kau tak ingin memiliki perempuan lain? Maksudku perempuan yang akan menghiburmu, tentu saja tanpa sepengetahuan istrimu," tambah dokter Dolores mencoba menjelaskan maksud dari pertanyaannya.Suami Josephine ini hanya menyipitkan kedua mata dan memandang ke arah perempuan di depannya. Saat itulah ia mendapatkan kalau tiga kancing atas kemeja sang dokter terbuka. Bahkan ia dengan jelas dapat melihat pakaian dalam biru gelap yang dikenakan olehnya.Pemuda ini kemudian mengusap wajahnya karena merasa risih. Dalam hati ia bertanya-tanya ada apa dengan para perempuan muda ini."Sebenarnya hari ini aku kenapa ya? Kenapa para perempuan begitu agresif terhadapku. Tadi pagi Jo yang mem
Dokter Dolores hanya mematung begitu mendengar pernyataan Nicko. Perempuan yang selalu tampil bermartabat ini pun menunduk dan memperbaiki kancing bajunya yang terbuka."Sial! Berani benar ia menolakku," runtuknya dalam hati.Diam-diam ia pun melirik pemuda yang kini meninggalkannya untuk menemui sang istri yang terlihat di ujung. Sambil mendengkus kesal dokter wanita ini pun melangkah bersiap menuju ke unitnya di lantai tujuh belas.***"Eh Sayang, aku sudah selesai melihat-lihat bersama Nyonya Smith, unitnya bagus sekali dan furniturenya juga sudah lengkap," jelas Jo antusias begitu suaminya datang mendekat."Kau suka dengan tempat ini?" kata Nicko dengan sedikit berat.Kejadian yang baru saja menimpanya dengan dokter Ryan membuatnya merasa risih. Tentu saja ia sedikit takut kalau harus tinggal di sini dan satu atap dengan dokter Dolores Ryan."Iya Sayang, aku suka sekali,kita ambil tempat i
Armando baru saja turun dari bis yang digunakan oleh para tahanan. Ia baru saja dipindahkan dari kantor polisi menuju lembaga permasyarakatan. Pria yang kini mulai ditumbuhi jambang itu dijatuhi vonis penipuan dan penganiayaan, dan harus menikmati masa-masa dalam kurungan selama lima tahun.Ia berjalan dengan diiringi oleh petugas sipir yang akan membawanya menuju kamar."Masuk sana!" perintah petugas sambil mendorong Armando masuk ke dalam sel nya.Sepanjang perjalanan menuju sel nya ia sudah melihat hal-hal yang tidak mengenakkan. Ia melihat beberapa narapidana memicingkan mata ke arahnya. Seolah mereka semua merencanakan sesuatu untuk menyambut kedatangannya.Pria hispanic ini melihat ke sekeliling ruangan ukuran 2x3 meter. Kemudian ia duduk di atas ranjang minimalisnya yang jauh dari kata nyaman."Huh, bagaimana aku bisa tidur jika harus berdampingan dengan toilet seperti ini," gerutunya.Pria ini pun
Sebagai penghuni baru, tentu Armando tampak canggung dan sendirian. Ia tak memiliki seorang untuk diajak berbicara. Lebih tepatnya ia enggan untuk berbaur dengan tahanan yang lain.Pria yang terbiasa hidup dalam kemewahan ini pun memandang makanan yang ada dalam nampan dengan tidak berselera. Dua potong roti kering, sup kacang dan sekotak susu sama sekali tak menarik untuknya."Apa di sini tak menyediakan ikan atau steak?" gumam Armando sambil membawa nampan. Tampaknya gumaman Armando didengar oleh tahanan lain yang sedang duduk di meja makan bersama gerombolannya."Hei anak baru? Apa kau kira ini hotel berbintang, hingga kau bisa meminta makanan yang kau suka?" cibir salah seorang tahanan sambil mencolek pundak Armando.Melihat perlakuan tahanan yang menegurnya terus terang membuat Armando merasa risih. Apalagi saat memandang laki-laki yang menegurnya."Huh, dia pasti penjahat kawakan, wajahnya saja ada codet, b
Armando pun berdiri sambil melipat tangan di depan dada sambil bersedekap. Sementara tahanan lain tampak berbisik-bisik sambil memandang ke arah pendatang baru di lapas. Beberapa tak dapat menyembunyikan tawa mereka, dan menunjukkan kalau mereka tak bisa kompak."Kenapa mereka malah tertawa," pikir Armando."Pendatang baru yang mulia, apakah gerangan yang membuatmu datang kemari?" tanya dalah seorang tahanan dengan nada bicara teaterikal solah tengah memerankan Romeo dalam roman karya Shakespeare.Tentu saja tingkah lelaki itu mengundang tawa yang lain. Hampir semuanya tampak penasaran dengan penyebab Armando masuk ke dalam tahanan. Namun tidak dengan Big Guy, karena ia telah mengetahuinya dari petugas sipir.Dengan diikuti anak buahnya pengawal itu pun melangkah mendekati Armando. Suasana yang tadinya meriah penuh tawa pun mendadak hening, seiiring dengan langkah Big Guy yang membelah kerumunan mereka.Pria bertubuh g
Bersamaan dengan bunyi peluit, gerombolan kemanan penjata pun masuk ke ruang makan untuk mengamankan situasi. Armando, Big Guy dan anak buahnya pun dibawa menuju kantor kepala penjara.Bagi Big Guy dan anak buahnya, berada di kantor kepala penjara bukanlah pengalaman pertama bagi mereka. Mereka memang terkenal sebagai pembuat onar di lingkungan lapas. Kelompok Big Guy pun sudah tak takut lagi untuk menghadapi kepala penjara, termasuk sanksi untuk masuk ruangan isolasi.Armando yang terluka dan lapar itu pun tampak sedikit ketakutan, sangat berbeda dengan kelompok Big Guy."Apa yang kalian ributkan?" tanya pria paruh baya berkacamata yang merupakan kepala penjara. Dengan tubuh dan suara yang lemah, Armando pun mencoba mencari simpati kepala penjara agar memberikan hukuman yang setimpal pada pria yang mengeroyoknya. Sambil memegangi perutnya yang tadi mendapatkan serangan bertubi-tubi dari anak buah Big Guy pun angkat suara."A
Teet!Armando segera beranjak dari tidurnya fi atas ranjang barak yang jauh dari kata empuk, lebih mirip sebuah tandu. Bunyi sirine yang memekakkan telinga dan sinar lampu putih yang menyilaukan mengarah pada wajahnya."Lapor, saya adalah tahanan dengan nama Armando Blanc dari Blok dua," katanya sambil mendekatkan diri pada microfon yang ada di dinding.Semenjak berada di ruang isolasi yang gelap dan lembab, Armando harus melapor tiap tanda itu datang. Untuk menunjukkan kalau ia masih dalam keadaan baik-baik saja selagi menerima hukuman untuk merenungi kesalahannya.Namun bagi seorang tahanan itu adalah neraka dan sungguh membuatnya tertekan. Terlebih untuk orang yang terbiasa dalam kemewahan dan mendapatkan pelayanan seperti Armando.Dia yang biasanya bertubuh kekar dan perkasa berubah lunglai, mungkin kehilangan banyak berat badannya. Melangkahpun sudah tak ada semangat. Hanya satu yang masih membuatnya bertahan dala
"Bekerja di kapal pesiar?" tanya Nicko untuk meyakinkan, sekaligus mengetahui apa maksud dari mertuanya yang sesungguhnya."Iya, kau akan bekerja di sana dengan jabatan yang tinggi, tentunya gajimu nanti akan besar dan bisa memberikan uang pada istrimu, tak hanya bergantung saja. Apa kau tidak malu seumur hidup hanya menumpang?" kali ini Edmund yang ikut berbicara."Sekarang tunggu apa lagi, cepat kerjakan apa yang kuperintahkan!" seru Daisy.Nicko kembali menyipitkan matanya. Ia telah menangkap kalau Ayah dan Ibu mertuanya terkesan terburu-buru dalam memberikan perintah."Apa mereka bermaksud memisahkan aku dan istriku. Hmm ini tak bisa dibiarkan. Baiklah, aku akan mempermainkan mereka," pikir Nicko."Hmm gaji yang besar dan jabatan tinggi ya?" gumam Nicko yang sengaja melakukan dengan suara keras.Benar saja, mertuanya langsung terpancing dan mengatakan betapa mewahnya hidup dalam kapal pesiar. Dengan ba