Armando baru saja turun dari bis yang digunakan oleh para tahanan. Ia baru saja dipindahkan dari kantor polisi menuju lembaga permasyarakatan. Pria yang kini mulai ditumbuhi jambang itu dijatuhi vonis penipuan dan penganiayaan, dan harus menikmati masa-masa dalam kurungan selama lima tahun.
Ia berjalan dengan diiringi oleh petugas sipir yang akan membawanya menuju kamar."Masuk sana!" perintah petugas sambil mendorong Armando masuk ke dalam sel nya.Sepanjang perjalanan menuju sel nya ia sudah melihat hal-hal yang tidak mengenakkan. Ia melihat beberapa narapidana memicingkan mata ke arahnya. Seolah mereka semua merencanakan sesuatu untuk menyambut kedatangannya.Pria hispanic ini melihat ke sekeliling ruangan ukuran 2x3 meter. Kemudian ia duduk di atas ranjang minimalisnya yang jauh dari kata nyaman."Huh, bagaimana aku bisa tidur jika harus berdampingan dengan toilet seperti ini," gerutunya.Pria ini punSebagai penghuni baru, tentu Armando tampak canggung dan sendirian. Ia tak memiliki seorang untuk diajak berbicara. Lebih tepatnya ia enggan untuk berbaur dengan tahanan yang lain.Pria yang terbiasa hidup dalam kemewahan ini pun memandang makanan yang ada dalam nampan dengan tidak berselera. Dua potong roti kering, sup kacang dan sekotak susu sama sekali tak menarik untuknya."Apa di sini tak menyediakan ikan atau steak?" gumam Armando sambil membawa nampan. Tampaknya gumaman Armando didengar oleh tahanan lain yang sedang duduk di meja makan bersama gerombolannya."Hei anak baru? Apa kau kira ini hotel berbintang, hingga kau bisa meminta makanan yang kau suka?" cibir salah seorang tahanan sambil mencolek pundak Armando.Melihat perlakuan tahanan yang menegurnya terus terang membuat Armando merasa risih. Apalagi saat memandang laki-laki yang menegurnya."Huh, dia pasti penjahat kawakan, wajahnya saja ada codet, b
Armando pun berdiri sambil melipat tangan di depan dada sambil bersedekap. Sementara tahanan lain tampak berbisik-bisik sambil memandang ke arah pendatang baru di lapas. Beberapa tak dapat menyembunyikan tawa mereka, dan menunjukkan kalau mereka tak bisa kompak."Kenapa mereka malah tertawa," pikir Armando."Pendatang baru yang mulia, apakah gerangan yang membuatmu datang kemari?" tanya dalah seorang tahanan dengan nada bicara teaterikal solah tengah memerankan Romeo dalam roman karya Shakespeare.Tentu saja tingkah lelaki itu mengundang tawa yang lain. Hampir semuanya tampak penasaran dengan penyebab Armando masuk ke dalam tahanan. Namun tidak dengan Big Guy, karena ia telah mengetahuinya dari petugas sipir.Dengan diikuti anak buahnya pengawal itu pun melangkah mendekati Armando. Suasana yang tadinya meriah penuh tawa pun mendadak hening, seiiring dengan langkah Big Guy yang membelah kerumunan mereka.Pria bertubuh g
Bersamaan dengan bunyi peluit, gerombolan kemanan penjata pun masuk ke ruang makan untuk mengamankan situasi. Armando, Big Guy dan anak buahnya pun dibawa menuju kantor kepala penjara.Bagi Big Guy dan anak buahnya, berada di kantor kepala penjara bukanlah pengalaman pertama bagi mereka. Mereka memang terkenal sebagai pembuat onar di lingkungan lapas. Kelompok Big Guy pun sudah tak takut lagi untuk menghadapi kepala penjara, termasuk sanksi untuk masuk ruangan isolasi.Armando yang terluka dan lapar itu pun tampak sedikit ketakutan, sangat berbeda dengan kelompok Big Guy."Apa yang kalian ributkan?" tanya pria paruh baya berkacamata yang merupakan kepala penjara. Dengan tubuh dan suara yang lemah, Armando pun mencoba mencari simpati kepala penjara agar memberikan hukuman yang setimpal pada pria yang mengeroyoknya. Sambil memegangi perutnya yang tadi mendapatkan serangan bertubi-tubi dari anak buah Big Guy pun angkat suara."A
Teet!Armando segera beranjak dari tidurnya fi atas ranjang barak yang jauh dari kata empuk, lebih mirip sebuah tandu. Bunyi sirine yang memekakkan telinga dan sinar lampu putih yang menyilaukan mengarah pada wajahnya."Lapor, saya adalah tahanan dengan nama Armando Blanc dari Blok dua," katanya sambil mendekatkan diri pada microfon yang ada di dinding.Semenjak berada di ruang isolasi yang gelap dan lembab, Armando harus melapor tiap tanda itu datang. Untuk menunjukkan kalau ia masih dalam keadaan baik-baik saja selagi menerima hukuman untuk merenungi kesalahannya.Namun bagi seorang tahanan itu adalah neraka dan sungguh membuatnya tertekan. Terlebih untuk orang yang terbiasa dalam kemewahan dan mendapatkan pelayanan seperti Armando.Dia yang biasanya bertubuh kekar dan perkasa berubah lunglai, mungkin kehilangan banyak berat badannya. Melangkahpun sudah tak ada semangat. Hanya satu yang masih membuatnya bertahan dala
"Bekerja di kapal pesiar?" tanya Nicko untuk meyakinkan, sekaligus mengetahui apa maksud dari mertuanya yang sesungguhnya."Iya, kau akan bekerja di sana dengan jabatan yang tinggi, tentunya gajimu nanti akan besar dan bisa memberikan uang pada istrimu, tak hanya bergantung saja. Apa kau tidak malu seumur hidup hanya menumpang?" kali ini Edmund yang ikut berbicara."Sekarang tunggu apa lagi, cepat kerjakan apa yang kuperintahkan!" seru Daisy.Nicko kembali menyipitkan matanya. Ia telah menangkap kalau Ayah dan Ibu mertuanya terkesan terburu-buru dalam memberikan perintah."Apa mereka bermaksud memisahkan aku dan istriku. Hmm ini tak bisa dibiarkan. Baiklah, aku akan mempermainkan mereka," pikir Nicko."Hmm gaji yang besar dan jabatan tinggi ya?" gumam Nicko yang sengaja melakukan dengan suara keras.Benar saja, mertuanya langsung terpancing dan mengatakan betapa mewahnya hidup dalam kapal pesiar. Dengan ba
"Eh Jo kau ini sedang bicara apa, tak ada yang pergi ke kapal pesiar," kata Daisy yang tampak kikuk."Jangan bohong Bu, aku sudah mendengar semua percakapan kalian. Aku tak akan berpisah dengan suamiku," balas Jo ketus.Melihat reaksi yang diberikan Jo, mau tak mau Daisy pun mengatakan yang sebenarnya. Namun masih menunjukkan niat awalnya untuk mengadu domba nicko dengan putrinya agar mereka bercerai."Jo, Ibu melakukan ini untukmu. Ibu ingin kalian bahagia," kata Daisy."Bahagiaku, jika aku bersama suamiku."Nicko langsung merangkul pundak istrinya, dan kembali mencium ubun-ubun kepalanya. Sengaja ia memamerkan kemesraan di depan mertuanya."Aku tak butuh semua itu, Ibu minta saja Ayah untuk bekerja di sana, atau biar Ibu saja yang di kapal pesiar," balas Jo kemudian menggandeng tangan suaminya.***Josephine tak hentinya menangis dalam pelukan sang suami. Ia sungguh lelah dengan
"Hei bangun! Sampai kapan kau akan tidur terus-terusan?" Suara bentakan terdengar jelas di telinganya saat ia tengah tertidur di ranjang sel nya yang terlihat lebih nyaman dibanding ruang isolasi.Perlahan ia pun membuka kedua matanya dan mendapati dua orang sipir penjara tengah berdiri di hadapannya."Sepertinya ia sudah betah berada di sini!" seru salah seorang sambil melihat Armando."Bangun! Ada yang datang mengunjungimu!" bentak salah seorang sipir."Jam berapa sekarang?" tanya Armando sambil sedikit menguap. Namun matanya tampak berbinar saat mendengar ada yang mengunjunginya.Meskipun dendam masih membara dalam dirinya, tapi tak dapat dipungkiri kalau ia kesepian. Armando mulai merindukan dunia luar dan kebebasan.Tekanan demi tekanan yang ia hadapi dalam sel benar-benar membuatnya tidak nyaman. Baru beberapa hari saja ia sudah harus merasakan perkelahian antar narapidana dan lembabnya ruang isolasi
Meja di depannya menjadi sasaran kemarahan Armando atas apa yang baru ia dengar dari Catherine. Tangannya mengepal dan memukul meja itu dengan keras, dan mengundang perhatian sipir yang mengawalnya."Hei apa-apaan kau? Mau mencoba merusak inventaris?" tanyanya kemudian menarik paksa tubuh Armando untuk berdiri dan meninggalkan ruangan."Segera kembali dalam blok!" perintah penjaga sambil menarik Armando kemudian menggiringnya ke dalam blok tahanan.Lagi-lagi tahanan baru yang sombong ini pun mendapatkan tatapan yang kurang menyenangkan dari penghuni lapas. Meski berada dalam sel yang tak terkunci, mereka semua masih dapat melihat Armando yang terlihat gusar.Namun mantan suami Catherine itu tetap tak peduli dengan tatapan yang memang ditujukan untuknya. Pria ini benar-benar tidak pernah tanggap akan lingkungan sekitarnya."Masuk!" peritah sipir yang mengawalnya sambil membuka pintu jeruji besi selnya.Suar