Beranda / Rumah Tangga / Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut / Bab 81: Hari Pertama di Kapal Pesiar

Share

Bab 81: Hari Pertama di Kapal Pesiar

Penulis: Ana Sh
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-01 00:31:51

Wildan terduduk di lantai. Tubuhnya yang semula bersandar di dinding kini merosot. Lemas. Apa yang dilihatnya barusan seperti mimpi. Benar dia merindukan anak-anaknya, bahkan Alya. Namun tidak dalam situasi seperti ini berjumpanya. Anak yang ingin dia peluk, justru ada dalam gendongan pria lain. Ada pun Alya, jangan ditanya. Bahkan Wildan telah merelakan dirinya menenggak minuman yang bisa meringankan beban pikirannya sejenak. Wildan lupa, justru dari hilangnya kesadaran, akan mengantarkan pada kerusakan yang lebih parah.

              Lihatlah apa yang telah dilakukannya beberapa waktu lalu. Sudah bagus dia menolak ajakan Joseph. Agar terhindar dari godaan wanita-wanita penghibur. Akan tetapi pilihannya masuk ke bar juga bukan sesuatu yang tepat. Akhirnya mengantarkannya pada dosa besar.

              “Samp

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 82: Nely Vs Nita

    Rombongan Akmal memilih makan dalam satu meja. Bilqist pun juga bergabung dengan bundanya. Meski dia tahu ada mamanya di meja yang lain. “Pa, habis makan malam kita ngapain? Tidur?” tanya Bilqist setelah duduk manis.“Enggak lah, Qist. Kamu bisa pilih nonton film layar lebar, show on ice, atau teater ala Broadway. Di kamar tadi ‘kan tersedia macam-macam fasilitasnya. Dah dibaca belum?” tanya Akmal sambil menggerakkan hidungnya. “Nonton saja ya, Pa. Besok baru yang lainnya.” Akhirnya Bilqist menjatuhkan pilihan. “Siap, Tuan Putri.”&nb

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 83: Kebersamaan Terakhir

    “Al, boleh aku ikut renang sama anak-anak?” Wildan tiba-tiba muncul dengan permintaan yang mengagetkan Alya. “Eh, kamu, Mas!” jawab Alya dengan perasaan canggung. Dia sekarang sedang mengawasi anak-anaknya. “Gimana pernikahanmu?” tanya Wildan mencoba mencari bahan obrolan. “Apa kamu bahagia?” Wildan masih berdiri di samping Alya yang duduk di kursi tunggu tepi kolam renang kapal pesiar. Laki-laki itu menanyakan sesuatu yang sudah dapat ia saksikan di depan mata. “Seperti yang kamu lihat, Mas. Apakah aku dan anak-anak terlihat tidak bahagia?” Pandangan Alya lurus ke kolam renang. Menyaksikan Akmal, Rheza, Rohim, dan Bilqist berena

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 84: Terjatuh

    Sebelum semua memori itu muncul ke permukaan, Alya segera meninggalkan kolam renang itu. Dia berjalan menuju kafe yang sebagian kursinya berada di ruang terbuka. Alya memilih kursi di dalam kafe, karena cuaca mulai menyengat.“Mau pesan apa, Mbak?”Alya terkejut melihat pelayan itu menyapanya dengan Bahasa Indonesia. “Cokelat panas.” “Ada lagi?” “Kentang goreng, ada?” Alya memesan itu untuk selingan camilan anak-anaknya setelah berenang. Meski dia tak tahu apakah punya nyali untuk mendekati kolam renang atau tidak. Sebab Alya paham betul kelemahannya, syahwatnya mudah terpancing saat melihat tubuh Wildan dalam kondisi basah. Terutama ketika selesai berenang. Buliran air yang mebasahi rambut dan wajah laki-laki itu membuatnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 85: Mimpi Terasa Nyata

    “Mas Wildan …! Mas Wildan ….!” Alya seketika terbangun dari tidurnya. Dia yang tadi dalam posisi berbaring, kini duduk dengan napas menderu. Akmal yang tidur di sampingnya akhirnya juga terbangun. Kaget mendengar istrinya meneriakkan nama mantan suaminya. “Yang … kamu kok nyebut-nyebut Wildan?” “Ma-maaf, Mas. Aku juga enggak tahu. Barusan seperti mendengar Mas Wildan minta tolong,” jawab Alya terbata. Dia sendiri kaget atas apa yang terjadi. Akmal ikut duduk. Dirangkulnya bahu istrinya itu. Alya yang sedang mengenakan lingerie menjadikan tangan Akmal mengelus lengan istrinya tanpa terhalang apa pun. “Sudahlah, mungkin itu cuma

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 86: Menghilang

    “Mama … sudah sarapan?” Bilqist yang sedang meminum cappuccino menyapanya. “Belum, mama belum lapar. Boleh saya gabung di sini?” tanya Jasmin dengan mengedarkan pandangan ke Akmal lalu Alya. Menanggapi permintaan itu, Alya terlihat keberatan. Jasmin yang menangkap respon Alya segera membuat klarifikasi, “Aku ke sini tidak berniat merusak sarapan kalian. Aku butuh bantuan.” Ucapan Jasmin terdengar tulus. Intonasi suaranya sedikit bergetar. “Ada apa?” Akmal segera merespon. Dia juga menangkap kegelisahan dalam diri mantan istrinya itu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 87: Saksi Tunggal

    Alya, Akmal, dan Jasmin segera merapat menyaksikan rekaman CCTV yang diputar lewat note book Bagas. Rekaman itu memperlihatkan laki-laki yang sedang menyandarkan lengannya pada pembatas kapal di area berjemur dekat kolam renang.“Apa laki-laki ini Wildan, Pak?” Jasmin yang tidak terlalu familiar dengan sosok itu mencari kejelasan.“Disaksikan saja dulu, Bu, sampe selesai,” tukas Bagas.Setelah mendapat jawaban itu Jasmin kembali fokus pada layar note book. Sebenarnya pertanyaan itu wajar. Sebab kamera CCTV hanya dapat menyorot bagian punggung. Tak lama kemudian datang seseorang memakai hoodie mendekati laki-laki yang berdiri di tepi batas kapal tersebut. Mereka terlihat berbicara. Hingga kemudian si laki-laki mendekati sosok di sebelahnya. Alya sempat memalingkan wajahnya begitu melihat dua oran

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 88: Tenggelam

    Akmal memandang istrinya. Kode agar wanita di sebelahnya itu kini yang mulai bicara. “Karena kami mikirnya Mbak Nita sekarang yang lagi dekat sama Wildan. ‘Kan Mbak sendiri yang kemarin bilang jika –” Alya menahan ucapannya. Hampir saja dia akan bilang jika kalian pernah tidur bersama. Bagaimanapun itu aib, tak perlu dia ungkit. Apalagi ada Akmal di sampingnya yang belum tahu fakta ini. “Jika Mbak mau jadi ibu tirinya anak-anak.” Alya melanjutkan perkataannya yang terpotong tadi.“Wildan jatuh ke laut.” Dengan wajah tanpa ekspresi Nita mengucapkannya.Alya terperangah mendapat keterangan yang begitu cepat itu. Hal ini memang sudah diduganya, namun mendapat keterangan langsung dari saksi tetap saja membuatnya syo

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 89: Bertahan

    “Mak Cik, liat ada mayit!” Salah seorang yang hendak pulang dari berjemaah salat Asar berteriak. Orang-orang ikut mendekat begitu mendengar kata-kata mayit.“Astaghfirullah! Tolong Atuk…. Atuk tolong!” teriak yang lainnya.“Ada apa ribut-ribut?” Syaikh Saleh selaku imam salat mendekat.Begitu melihat tubuh terkulai di tepi pantai, Syaikh Saleh perlahan mendekati jasad tersebut. Dipegangnya pergelangan tangan tepat pada denyut nadinya.“Masyaallah, nadinya masih berdenyut. Lekas panggil ambulans!” perintah Syaikh Saleh lantang.🌷🌷🌷Di ruang tunggu bandara Changi, Singapura, Alya bersandar lemas pada bahu suaminya. Wajahnya juga tampak pucat.“Kamu kenapa, Yang? Masih memikirkan Wildan?” Akmal khawatir terhadap kondisi istrinya. Namun terselip cemburu di dalamnya.“Rasanya

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01

Bab terbaru

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 98: Kelahiran (Tamat)

    Sebuah mobil jenis MPV berhenti tepat di rumah lantai dua dengan pagar warna putih. “Hati-hati ya Sayang, yang patuh sama Bapak Ibu Guru di sekolah,” pesan Alya kepada Rohim.“Iya, Bunda. Assalamu’alaikum.”Alya pun segera menjawab salamnya Rohim. Kemudian anak itu mencium pungung tangan Alya dan Alya balik mencium keningnya. Sejak Alya mengambil cuti melahirkan, Rohim diikutkan travel sekolah sebab Akmal sendiri tidak bisa dipastikan dapat mengantar jemput setiap pagi. Termasuk pada hari ini. Bakda Subuh Akmal bersama timnya harus pergi ke luar kota sebab ada agenda pembebasan lahan untuk proyek pembangunan perumahan baru.Saat Rohim hendak naik ke mobil, suara motor berhenti di depan rumah Alya. Menghalangi laju mobil yang akan berangkat.“Rohim!”Panggilan itu memalingkan Rohim juga Alya.“Mas Wildan!”

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 97: Menebus Rasa Bersalah

    Lantunan kalimat tahlil terdengar menggema di rumah Pak Danu. Kali ini tidak ada kaitannya dengan ritual selamatan kematian. Pak Danu mendapat giliran tahlil dari rumah ke rumah. Acara rutin yang diadakan warga kampung. Di tengah acara, datang laki-laki bercelana hitam dan berbaju koko putih. Dia ikut duduk di teras dan mengikuti bacaan tahlil. Lima belas menit kemudian bacaan tahlil telah usai dilakukan. Suguhan lontong sayur mulai diedarkan kepada seluruh warga yang datang. Setelah selesai menyantap suguhan, mereka semua pamit dengan membawa berkat nasi dan kue. Kecuali laki-laki berbaju koko putih dan bercelana hitam itu tetap di tempat. Sosok itu lalu berdiri dan mendekati Pak Danu begitu semua anggota jemaah tahlil sudah angkat kaki.“Assalamu’alaik

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 96: Kematian

    “Yang … jangan tinggalin aku.” Nely setengah berteriak memanggil Wildan. Dia sedang berjuang mengapung agar tak tenggelam. Tangan dan kakinya bergerak tak tentu arah. Mulutnya megap-megap sebab air laut mulai masuk ke dalamnya.“Yang …” Panggilan itu terus terulang.Namun, sosok yang dipanggil sama sekali tak bergerak mendekat. Situasi ini sangat berbeda saat Nely terjatuh dari kapal karena selfie dulu. Nely kian frustasi. Satu-satunya harapan dia selamat adalah pertolongan laki-laki yang pernah tergila-gila padanya itu. Harapan tinggal harapan. Wildan hanya memejamkan mata dan menggerakkan kedua kakinya ke kiri dan ke kanan agar memperoleh keseimbangan. Saat ini yang ada dalam benaknya adalah ibunya yang meninggal lantaran ulah wanita yang kini berteriak meminta tolong kepadanya. Ada pergul

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 95: Ekspresi Terima Kasih

    Di sebuah baby shop, terdapat pakaian bayi dan anak-anak yang lucu. Sebagian terlipat rapi dalam rak. Sebagian lain digantung. Hari ini Akmal sekeluarga jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Begitu melihat baju bayi terpampang di balik kaca, Alya spontan membelokkan kakinya.“Mas, ini bagus, enggak?” Alya mengambil satu baju motif bunga warna merah muda.Akmal hanya mengacungkan dua jempolnya. “Tapi itu baju anak cewek, Yang. Kita kan belum tahu jenis kelaminnya?” Tangan Akmal mengelus perut Alya perlahan.“Feeling-ku mengatakan anak kita perempuan, Mas.”“Aku pingin laki-laki,” sahut Akmal.“Kalo yang lahir cewek?”“Ya kita bikin lagi,” jawab Akmal sambil nyengir.“Sampai dapet baby boy?” Alya mempertegas maksud suaminya.

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 94: Kunci Istikamah

    “Mau kemana, Bro? Dah rapi banget. Pake baju koko macam ustaz saja.” Joseph yang sedang tidur-tiduran keheranan melihat teman sekamarnya.“Aku rencananya tiap kapal sandar di Penang akan ke pondok Syaikh Saleh, Jo. Itu, orang yang nolong aku.”“Oh, baguslah. Oya, soal Nita. Gue minta maaf ya, Bro,” ucap Joseph sambil menepuk-nepuk punggung lelaki yang saat ini mengenakan peci warna putih. Benda yang sudah lama tersimpan di dalam lemari.“Malam itu sebenarnya gue lihat Nita yang lepasin baju lo. Dia minta bantuan gue tuk dapetin lo. Makanya gue disuruh cerita yang baik-baik tentang Nita,” jelas Joseph.“Aku sudah lupain semunanya kok, Jo. Dah, enggak usah dibahas. Aku berangkat dulu, ya. Mau, ikut?” tawar Wildan serius. Barangkali saja temannya itu ikut tobat.“Thanks, Bro! Tar deh kalo gue dah tobat,” sahutny

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 93: Raungan Ibu

    “Pak, aku mau nyari Nely.” Perempuan yang sudah mempunyai lima cucu itu hanya membolak-balik tempe goreng yang sudah tercampur bumbu pecel.“Mau nyari ke mana toh, Buk’e?”“Aku tak ke rumah Wildan iku, Pak. Mestinya Nely di sana.”“Lah emange ngerti rumahnya?”“Ngerti, Pak. Dulu ‘kan pas Nely jatuh dari sepeda terus keguguran, aku dampingin dia pulang ke rumah Wildan,” ucap Bu Danu yang sudah tak kuat menanggung rindu.“Oalah, Buk, Buk. Nanti malah bikin masalah.”“Ora, Pak. Atiku enggak tenang iki,” kilah Bu Danu sambil mencak-mencak. “Assalamu’alaikum!” Perempuan berwajah ayu mengucapkan salam di pintu pagar. Pak Danu dan istrinya yang sedang menikmati

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 92: Firasat

    “Mas, aku mau cerita tapi kamu jangan marah, ya?” Alya sedang duduk di kursi goyang. Pemandangan taman mini di halaman rumahnya yang baru menjadi tempat favorit menghabiskan sore.“Ngomong saja. Mau minta rujak cingur lagi?” Akmal memperlihatkan giginya yang rapi. Selama hamil istrinya itu memang sering minta dibelikan beraneka ragam rujak. Mulai dari rujak kikil, rujak cingur, rujak manis, dan rujak gobet.“Hm … bukan.” Wanita yang perutnya mulai buncit itu menggulung-gulung ujung kerudungnya.“Lalu?”“Aku mimpi Rohim sama Rheza diajak ayahnya pergi sholat jama’ah ke masjid. Lain waktu lagi mereka main bola di sebelah,” ucap Alya sambil menggigit bibir bawahnya. Bersiap Akmal mungkin akan marah atau cemburu.Perumahan garapan tangan dingin Akmal ini memang kelasnya diperuntukkan kalangan menengah ke atas. Sehingga, dised

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 91: Hakikat Ujian

    “Semua peristiwa yang kita alami di dunia ini hakikatnya hanyalah ujian untuk mengetahui siapa yang terbaik cara mengabdinya.” Syaikh Saleh sedang berdiri di atas mimbar. Beliau ceramah dengan logat melayunya. Tiap Ahad bakda Subuh pekan pertama dan kedua di masjid pesantren diadakan pengajian umum. Warga sekitar atau wali santri yang bermalam saat menjenguk anaknya pasti tidak akan melewatkan kegiatan ini. Di antara ratusan jemaah itu ada lelaki beralis tebal yang juga ikut menyimak. “Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Mulk ayat 2. Alladzi kholaqol mauta wal hayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala…..” Syaikh Saleh melafadzkan ayat tersebut dengan fasih. 

  • Tenggelam: Ketulusan Istri Pelaut   Bab 90: Nasihat Usia 40 Tahun

    “Saya ragu, Syaikh. Haruskah saya kembali bekerja di kapal? Sepertinya pekerjaan itu menjauhkan saya dari jalan Tuhan.” Syaikh Saleh terbatuk mendengar pernyataan laki-laki di depannya itu. Kemudian beliau menyilangkan kedua kakinya dari yang semula duduk berselonjor.“Tidak ada pekerjaan yang menjauhkkan dari Jalan Tuhan selama yang dilakukan itu halal, Mas. Apakah menjalankan kapal itu haram?” Pertanyaan retoris Syaikh Saleh itu tak memerlukan jawaban. “Tapi lingkungannya, Syaikh.” “Lingkungan itu diciptakan oleh penghuninya,

DMCA.com Protection Status