Beranda / Romansa / Teman tapi Khilaf / Bab 3 - Mau Ngamar dulu?

Share

Bab 3 - Mau Ngamar dulu?

Entah pria gila dari mana yang Gisca tengah hadapi saat ini, yang pasti ia masih tidak habis pikir ada pria yang berstatus sebagai 'pacar orang' kini terang-terangan sedang berusaha mendekatinya.

Parahnya lagi, Saga adalah pacar dari Sela. Teman Gisca sendiri! Bukankah sangat tidak waras pria itu berusaha merayunya?

Ya, apa namanya kalau bukan merayu? Dasar playboy sinting!

Percuma tampan kalau ketampanannya digunakan untuk hal kotor seperti itu.

Gisca tentu jangan sampai terbuai. Persetan dengan wajah tampan dan tubuh yang sempurna. Seharusnya ia tidak boleh tergoda. Sangat tidak boleh!

Saat ini, tidak peduli hari sudah malam, selagi Sela belum pulang, Gisca menunggu panggilannya diangkat oleh Saga. Tentunya ia menghubungi nomor Saga yang tertera di balik kertas tadi.

"Halo, dengan Saga di sini," sapa Saga di ujung telepon sana yang sangat sok imut.

"Kamu gila?! Sebenarnya apa yang kamu rencanakan?" kesal Gisca tanpa mau berbasa-basi.

"Wah, sepertinya aku tahu siapa yang menelepon," balas Saga. "Sejujurnya aku agak kecewa, kenapa baru menghubungi sekarang padahal aku pergi dari tadi sore? Apa kamu baru menemukan dompetku?"

"Sial. Balikin dompet aku sekarang juga!"

"Tentunya kamu harus balikin dompetku juga dong," jawab Saga santai.

"Sebenarnya maksud kamu apa, sih, ngelakuin hal sekonyol ini? Apa kamu nggak mikir ... apa jadinya kalau yang menemukan dompetnya itu Sela? Dia pasti mikir yang nggak-nggak."

"Aku cuma lagi iseng aja, ngisi waktu luang dengan cara mengenal kamu lebih dekat," jawab Saga tanpa merasa berdosa. "Kamu bilang gimana kalau Sela yang nemuin? Hmm, tapi kenyataannya kamu yang nemuin, kan? Bukan Sela."

"Kamu pasti beneran nggak waras. Aku ini teman Sela. Kenapa kamu begini?"

"Loh, memangnya kenapa kalau kamu teman dari pacarku? Bukankah bagus."

"Apa? Bagus kamu bilang?"

"Iya bagus. Kenapa? Kamu mau lapor sama Sela kalau aku begini? Silakan aja kalau mau mencari masalah."

Gisca terdiam. Memang sempat terbesit keinginan untuk menceritakan apa yang dialaminya pada Sela, tapi Gisca tidak siap dengan risiko terburuk. Sekalipun menceritakan yang sebenarnya terlebih dirinya tidak salah, tetap saja Gisca takut perasaan Sela pada Saga bisa mempengaruhi jalan pikiran wanita itu.

Ya, bagaimana jika Sela lebih percaya Saga? Kalau sudah begini, harus bagaimana? Gisca jadi galau sendiri.

"Diam artinya lagi mikir. Dan aku yakin kamu setuju kalau kita ketemu lagi," tambah Saga.

Baiklah, Gisca akan menganggap pertemuannya dengan Saga untuk menukar dompet merupakan terakhir kalinya mereka bertemu.

Gisca merasa Saga adalah tipe pria yang akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya, terbukti pria itu bisa-bisanya memiliki ide menukar dompet agar mereka bertemu lagi.

Ah, andai saja di dompetnya hanya berisi uang saja, Gisca mungkin memilih mengikhlaskannya sekalipun dirinya tidak kaya. Masalahnya adalah ... terdapat barang-barang berharga seperti kartu-kartu identitas yang akan ribet mengurusnya jika sampai kehilangannya. Sungguh, Gisca tidak mau membuang waktu hanya untuk mengurus hal-hal seperti itu.

"Foto KTP kamu cantik juga, ya?" Suara Saga kembali membuyarkan lamunan Gisca. "Eh, tapi aslinya lebih cantik, sih."

"Berisik! Enggak usah banyak omong deh. Mending kasih tahu kapan bisa balikin dompetku."

"Secepatnya dong. Bila perlu, sekarang juga bisa."

"Kamu gila?" Sumpah demi apa pun Gisca masih tidak menyangka beginilah sifat Saga, padahal tadi pria itu tidak menunjukkan gelagat mencurigakan.

"Entah berapa kali kamu nyebut aku gila. Gimana kalau kamu ikutan gila juga, nemenin aku. Jadi kita gila sama-sama."

"Dasar sinting!"

Saga malah tertawa.

"Aku tunggu di basemen sekarang. Sebelum KTP punyamu aku daftarin pinjol." Saga masih terkekeh. "Buruan sekarang juga, sebelum Sela pulang."

Mengecek isi dompet Saga, Gisca ingin mengumpat saat tidak menemukan satu kartu identitas pun. Rupanya pria itu sangat niat sehingga hanya meninggalkan uang dan catatan saja.

"Dasar licik!" kesal Gisca. "Mau kamu itu apa, sih? Kamu udah punya pacar, ngapain masih ngerayu aku?"

"Ayo, aku tunggu. Aku udah sampai basemen nih." Saga sengaja mengabaikan pertanyaan Gisca.

"Gimana kalau kita ketemu Sela?"

"Itu sebabnya dari tadi aku bilang buruan, sebelum Sela pulang. Hmm, atau kamu mau dompetnya nginep di aku?"

"Astaga." Gisca terpaksa mengambil jaket yang digantung di kamar Sela. "Tunggu sebentar. Aku turun sekarang. Tapi aku cuma mau tukeran dompet aja, ya. Udah itu doang."

"Lah, memangnya mau ngapain lagi selain tuker dompetApa mau ngamar dulu? Aku yakin untuk sekarang kamu belum mau."

Gisca tidak menjawab pertanyaan Saga yang semakin melantur. Ia memilih memutus sambungan telepon mereka lalu bergegas menuju basemen, sambil berharap-harap cemas semoga Sela masih di kantornya. Ya, setidaknya sampai Gisca kembali ke kamar, Sela jangan sampai pulang dulu.

Sampai pada akhirnya, di sinilah Gisca berada. Di dalam sebuah mobil yang dikemudikan oleh Saga.

Tadi saat Gisca baru tiba di basemen, sebuah mobil langsung mendekat padanya. Pintu mobil pun dibuka dan Gisca dipersilakan masuk. Ah, lebih tepatnya diancam, jika tidak masuk secepatnya dikhawatirkan Sela memergoki mereka. Untuk itu Gisca terpaksa menuruti permintaan Saga untuk duduk di samping pria itu.

"Sebenarnya kita mau ke mana? Kita hanya perlu tukeran dompet, kenapa nggak di sana aja?"

Sambil menyetir dengan tenang, Saga menjawab, "Kamu serius mau ketahuan sama Sela? Dia hafal mobilku loh. Enggak lucu, kan, saat kita tukeran dompet ... Sela tiba-tiba mendekat dan memergoki kita."

"Sial. Kita nggak lagi berbuat hal vulgar. Justru kamu yang salah di sini. Bisa-bisanya kamu ngelakuin ini ke teman pacarmu yang bahkan baru kamu temui hari ini. Sumpah ya, aku nggak ngerti sama jalan pikiran kamu."

"Lagi berbuat vulgar atau nggak, tetap aja bahaya kalau Sela memergoki kita. Lagian tenang aja, kita nggak akan ke mana-mana, kok. Ini sekarang lagi putar balik."

"Mana dompetku?" tanya Gisca cepat.

"Sabar dong."

"Mana? Cepetan?"

"Ternyata kamu nggak sabaran ya." Sejenak Saga merogoh saku hoodie-nya. "Nih."

Secepatnya Gisca langsung mengambil alih dompetnya. Ia juga tanpa ragu langsung meletakkan dompet Saga secara sembarang di dasbor. Dan di saat yang bersamaan, ponsel Gisca bergetar tanda ada panggilan masuk.

Gawat! Itu dari Sela!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status