Ksatria bersiul pelan saat memasuki Kaia Jewellery. Ingatannya tentang ia yang sengaja membelikan cincin untuk Rinai di sini hanya untuk membuat ibunya marah, melintas sejenak dan membuat lelaki itu tertawa kecil.
Bocah banget ya Anda, batinnya kepada diri sendiri.
“Selamat malam, Mas,” sapa salah satu pegawai Kaia Jewellery yang mengenali Ksatria sebagai anak Leona. “Ada yang bisa dibantu?”
“Bu Leona ada?” Ksatria mengedarkan pandangannya dan tak menemukan sosok sang ibu.
Seperti apa yang dibilang Rinai semalam, Ksatria ingin bicara dengan ibunya dulu selagi menunggu jam kerja Rinai berakhir
“Apa yang mau kamu lakukan kalau suatu hari nanti kamu ketemu sama mantan calon suami kamu, Nai?”Rinai masih mengingat dengan jelas pertanyaan ayahnya, yang dilontarkan kira-kira satu tahun yang lalu—atau lebih ya? Rinai sendiri lupa kapan tepatnya pertanyaan itu terucap dan apa jawabannya saat itu.Sampai akhirnya Rinai kini dihadapkan pada sosok Marco yang masih bisa ia kenali bahkan setelah lama tak berjumpa.“Rinai…,” panggil Marco begitu tiba di hadapan Rinai. “Kamu… apa kabar?”Di sebelahnya, Ksatria mendengus kasar dan Rinai bisa merasakan genggaman tangan kekasihn
“Sejujurnya, aku emang mencari-cari kamu, Nai.”“Kamu tahu aku kerja di Kaia PI dari Danang?”Marco mengangguk enggan, sementara Rinai hanya bisa menghela napasnya. Siang ini, ia dan Marco benar-benar duduk berhadapan untuk membicarakan apa yang tidak pernah mereka bicarakan sebelumnya.Lelaki itu muncul di Kaia tepat saat jam makan siang. Tanpa banyak bicara, Rinai mengajaknya ke Sushi Hiro. Kebetulan Rinai sedang ingin sushi dan Marco mengiakan tawaran Rinai dengan mudah.“Setelah kita batal nikah, katanya kamu ke Jogja,” kata Marco lagi. “Saat itu aku masih menjalani proses rehab dan
‘Jadi playboy juga harus ada masa pensiunnya, Ksatria. Sekarang, berhenti main-main dengan banyak perempuan dan menikahlah dengan perempuan pilihan Mama.’Ksatria Auriga Abimayu mendengus saat masuk ke klub malam langganannya, The Clouds, seraya teringat dengan apa yang diucapkan sang ibu di makan malam tadi.Ocehan mengenai ia yang harusnya sudah menikah, pensiun jadi playboy, serta hal-hal sejenisnyalah yang membuat Ksatria walk out dari ruang makan—dan di sinilah ia sekarang.Lelaki itu berjalan menaiki undakan tangga menuju lantai dua di mana deretan ruang VIP berada.Baru saja ia akan berjalan menuju ruangan yang biasa ia tempati, Ksatria mendengar ocehan beberapa perempuan yang menarik perhatian Ksatria.Sepertinya mereka baru keluar dari powder room dan akan kembali ke ruangan mereka sebelumya.“Ada yang lagi bachelorette party dan pakai gaun buat nikahnya gitu lho. Lucu deh.”“Yang mau nikah yang pakai gaunnya?”“Bukan, tapi dari ocehannya sih, dia temen yang ngadain party, cu
“Sekian lama sahabatan sama Rinai, apa kamu nggak pernah suka sama dia? If I were you, I'll take her as my girlfriend—or even wife. Because friendship between men and women is a bull.”Ucapan salah satu sahabatnya itulah yang menyadarkan Ksatria beberapa bulan yang lalu, kalau ia benar-benar sendirian ketika Rinai pergi dari sisinya.Benar-benar sendirian dan tidak ada satu orang pun yang bisa mengisi kekosongan tersebut selain Rinai Prawara—sahabatnya sejak bayi dan asisten pribadinya tersebut.Ksatria terbiasa dengan Rinai yang selalu ada di momen-momen penting dalam kehidupannya—ulang tahun, gigi pertamanya yang tanggal, kelulusan, pekerjaan part time pertamanya, parfum pertama yang ia racik sendiri, pacar pertamanya, hingga rahasia-rahasia kecil nan gelapnya… semuanya ada dengan dan pada Rinai.Dulu Ksatria memang pernah berkhayal, bagaimana kalau ia dan Rinai pacaran saja?Tetapi, khayalan itu mentok di sana karena setiap kali ia menyuarakan pertanyaan tersebut secara verbal, Rin
“Mbak Rinai cantik deh hari ini.”Pujian yang datang dari bibir Shahia, adik Ksatria, membuat Rinai tersenyum gugup. “Eh?” responsnya spontan. “Thank you, Sha.”“Mbak, mau blind date sama temenku nggak? Temenku ganteng lho,” tawar Shahia dengan enteng dan tak menyadari kalau kakaknya yang baru saja tiba di teras, langsung menghentikan langkahnya begitu mendengar tawaran tersebut.Rinai sendiri terkejut karena ditawari blind date pagi-pagi seperti ini.Memang sih, menurut ramalan zodiak yang tadi sempat Rinai baca ketika sarapan, tampil berbeda hari ini akan membuat suasana hatinya lebih baik dan siapa tahu membawa keberuntungan untuknya.Maka dari itu Rinai yang biasanya mengenakan setelan blazer dan celana panjang, hari ini memilih untuk menggunakan rok yang dipadu dengan tweed blazer yang jarang ia gunakan.Dan benar saja, hari ini dijatuhi tawaran yang entah bisa disebut sebagai sebuah keberuntungan atau bukan.“Blind date?” tanya Rinai untuk memastikan. “Sama siapa?”Shahia baru a
Your feeling is invalid.Kata-kata itu terus terngiang di kepala Ksatria bahkan sampai keesokan paginya ia terbangun di ranjangnya.“Invalid my ass,” maki Ksatria meski tidak ada yang mendengarnya kecuali dirinya sendiri.Setelah puas menatap langit-langit kamarnya selama lima belas menit sambil mereka ulang kejadian semalam, Ksatria bangkit dari ranjang dan bersiap ke kantor. Usai mandi, Ksatria menatap walk in closet-nya dengan malas dan mengambil pakaian yang paling pertama ia lihat.“Bang!” panggil Shahia begitu Ksatria keluar dari kamarnya. Adiknya itu juga sudah rapi dengan setelan blazer dan rok yang panjangnya hingga lima senti di atas lutut. “Kemarin Abang nggak gangguin Mbak Rinai kan?”“Nggak,” jawab Ksatria dengan enteng. Mereka berdua turun ke lantai satu bersama. “Kenapa semua orang mikir aku bakal gangguin Rinai?”“Karena Abang sejak Mbak Rinai pulang tengilnya keliatan jadi naik dua kali lipat,” kata Shahia tanpa takut dijitak oleh kakaknya. “Pokoknya Abang nggak boleh
“Morning, Rinai bukan merek kompor!”Rinai mengernyitkan kening saat mendengar sapaan Ksatria yang terdengar ceria sekaligus meledek namanya.Walau begitu, ia tidak berkomentar apa pun dan menyusul Ksatria masuk ke mobil. Pak Anwar segera mengemudikan mobil dan Rinai memejamkan matanya saat mobil tersebut sudah melewati pagar.Semalaman Rinai sulit tidur karena lelah dan entah kenapa memikirkan kata-kata ayahnya hingga pukul tiga pagi. Kalau orang lain saat lelah jadi bisa cepat tidur, Rinai justru kebalikannya.“Hari ini kamu nggak ada jadwal ketemu sama si peta dunia kan?” tanya Ksatria mengusik Rinai. “Masa ketemu tiap hari? Kalau mau ketemu tiap hari ya sekolah aja sana.”“Nyinyir ya kamu sekarang,” komentar Rinai balik. Rinai pun membuka matanya dan menoleh ke arah Ksatria. “Bisa aja kalau aku mau ketemu setiap hari sama dia, nikah aja,” jawabnya asal.“ENAK AJA!” Ksatria berseru panik hingga membuat Pak Anwar di depan sana juga ikut terkejut. “Nggak, nggak! Nggak ada ceritanya k
Atlas Satyanegara: Kamu belum pulang kerja? Lembur?Rinai Prawara: Iya, lembur. Tapi bukan di kantor.Atlas Satyanegara: Lho, terus ngapain?Rinai Prawara: Ngasuh anak kecil.Rinai melirik sinis ke arah meja yang kini ditempati oleh Ksatria dan Aleah. Saat Aleah tiba tadi, tentu saja perempuan itu menyadari kehadiran Rinai yang duduk berjarak beberapa meja dari meja mereka.Aleah tentu saja terlihat bingung, tapi perempuan itu menyempatkan diri menyapa Rinai dan Rinai pun mengatakan jangan menganggap dirinya ada di sini supaya tidak mengganggu mereka.Karena dibawa ke restoran ini, akhirnya Rinai memutuskan balas dendam dengan memesan makanan favoritnya yang kebetulan jadi menu utama di restoran tersebut.Rinai makan tanpa peduli kalau Ksatria sewaktu-waktu bisa memanggilnya, anggap saja ia tengah ke sini sendirian karena sedang kebanyakan uang.Saat sedang makan itulah, Rinai tak menyadari kalau beberapa kali Ksatria melirik ke arahnya. Kadang lelaki itu tersenyum kecil melihat betap