Kakak... Mohon dukunga vote nya ya... Trimakasih
Dengan terpaksa, aku mengikuti Pak Harvey untuk menemui Ibu nya. Gugup, tapi seperti biasa, aku tidak akan memperlihatkan sisi lemahku di hadapan orang-orang seperti mereka. Satu tahun kemarin aku sudah cukup menahan diri, tapi kali ini keadaannya berbeda, hubungan kita untuk saling menguntungkan. Bukan atasan dan bawahan secara harfiah. “Silahkan Tuan Harvey, Nona Prilly!” Ada seorang pria yang mempersilahkan kami masuk ketika tiba di pintu, aku rasa dia asisten Ibu Pak Harvey. Dia terlihat ramah, bahkan sedikit gemulai untuk seorang laki-laki. “Terimakasih Syarif!” Jawab Pak Harvey. Kami pun berjalan masuk melewati Ibu Pak Harvey yang sudah lebih dulu duduk. Aku mengikuti Pak Harvey dan duduk di sebelahnya setelah dipersilahkan. Wanita paruh baya nyentrik itu terus menatapku, melihat penampilanku yang kali ini sedang memakai baju semi casual, sesekali dia mencebik juga menghembuskan napas remeh. Di perusahaan yang sekarang dikelola oleh Pak Harvey memang tidak mewajibkan peke
“Oke, lupakan! Saya akan memperkenalkan seseorang, mungkin kalian sudah kenal, tapi sekali lagi saya akan memperkenalkan dia sebagai tunangan saya.” Tangan pak Harvey menengadah menunjukku. Aku menganggukkan kepala menyapa mereka. “Dan pada saat yang sama, mulai sekarang dia akan menjadi asisten pribadi saya di perusahaan ini.” Di samping Bu Riri, aku melihat Bu Lena membelalakkan matanya, “Apa dia akan menggantikan saya?” dia panik. “Tidak Lena, Anda akan mengajari Prilly tentang semuanya, oke? Sementara ini anda akan bekerja satu ruangan dengannya.” Pak Harvey beralih, “Riri, Panji. Bisa ke ruangan saya sekarang?” “Lena, bantu Prilly mulai bekerja lebih lanjut!” Sesuai instruksi bos besar, kami pun membubarkan diri. Tinggal aku dan Bu Lena tersisa. Sebelumnya Bu Lena adalah seniorku, tapi entah keadaan macam apa ini, dalam waktu singkat, aku menggantikan dirinya bahkan satu ruangan dengannya. Aku tersenyum canggung padanya, “Jadi, kita mulai dari mana?” “Y-Ya, ayo pergi ke ru
Setelah membeli cincin, aku pulang ke rumah menggunakan taksi online dan turun di ujung jalan besar, karena aku berniat untuk mampir membeli makan siang di warteg. Namun ketika aku berjalan melewati warung kaki lima di trotoar milik Mbak Lastri. Dia menyapaku, “Ily dari mana, cantik banget?” “Ini–” Aku baru akan menjawab sapaannya ketika tiba-tiba aku terkejut melihat apa yang ada di rak koran dan majalah hadapanku. “Astaga!” Aku ternganga. Ada fotoku yang sedang mencium Pak Harvey kemarin, sudah terpampang di sampul majalah. “Aa~ Mbak Lastri, kok gini?” Aku merengek protes padanya. “Kenapa Ily?” Dia melongokkan kepalanya keluar dari gerobaknya. “Aku pikir kita prend? Tetangga akrab gitu, tapi kok jahat~” Aku menunjuk majalah di depanku. Mbak Lastri mengerutkan dahi, “Lah, kenapa marah sama aku, memangnya aku yang tulis beritanya? Agennya titip itu, ya sudah aku taruh di tempatnya.” Sebenarnya kalau dipikir-pikir benar juga, Mbak Lastri hanya menerima ini dari agen, “tapi k
Begitu Pak Fikri pergi, aku sudah tidak tahan untuk meminta penjelasan tentang pesta pertunangan ini.“Siapa yang mengizinkan anda memutuskan untuk mengadakan pesta pertunangan ini sendiri, pak Harvey?”Wajah pak Harvey seketika berubah tegas. “Kita bicara di dalam!” dia melangkah masuk ke ruang konferensi dengan aku di belakangnya.Begitu kami masuk, Pak Harvey menutup pintu, “Ily, jangan pernah meneriaki saya lagi!” tekannya.Aku meletakkan tas tanganku diatas meja konferensi dengan sedikit membanting.Dia pikir, cuma dia yang bisa marah disini dan aku akan takut, kemudian tunduk padanya?Oh, tidak!Aku semakin mendekat dan ku jenjangi tatapan mata Pak Harvey, “Lalu. saya harus berterimakasih, gitu? Setidaknya anda beritahu saya kalau akan ada pesta pertunangan. Bukan malah saya tidak tahu apa-apa seperti ini!? Apa—apa yang anda pikirkan tentang saya? Anda menganggap saya sebagai mainan anda? Anda pikir saya akan mengikuti apapun kemauan anda seperti kerbau dicocok hidungnya, begitu?
“Kalau kamu sudah bosan bekerja untuk saya, silakan angkat kaki dari perusahaan ini, Nona Prilly!”Aduh, kenapa lagi ini? Tiba-tiba wajah pemegang tahta tertinggi perusahaan ini berubah serius. Kedua mataku hanya bisa terbelalak takut. Sedangkan kedua tanganku meremas samping rokku dengan cemas.“Ma-maksud Bapak?”Atasanku bangkit dari tempat duduknya, Pria berbadan tegap itu mendekat ke arahku dengan kaki panjangnya. Manik wajahnya yang dingin membuatku semakin menciut saja.“Ya Tuhan, ya Tuhan. Dia berjalan kesini! Salah apa lagi sih, aku?” Aku cemas bukan main.Perlahan aku melangkah mundur seiring Pak Harvey yang makin mendekat, berharap tetap menjaga jarak darinya. Akan tetapi, sayang, tanpa kusadari punggungku sudah mentok menyentuh rak buku. “Sial!” Aku mengumpat lagi dalam hati.“A-ada apa, Pak?” cicitku, Aku benar-benar tidak berani memandang manik cokelat Pak Harvey yang biasanya tanpa ekspresi dan memilih menunduk.“Kamu.” Suaranya yang dalam menggelitik telingaku. Membua
Satu bulan ini puluhan juta sudah ku keluarkan untuk membiayai operasi dan perawatan kakakku. Dia belum sadarkan diri juga setelah kecelakaan yang membuat kepalanya gegar otak karena melerai pertengkaran adikku dengan preman. Sekarang apa lagi?Yang benar saja!“Jangan keterlaluan!” Bentakku. “Kakak di rumah sakit belum sadarkan diri sampai sekarang juga karena ulahmu. Aku saja tidak tahu uang tabunganku cukup atau tidak untuk biaya rumah sakit sampai dia sadar nanti. Bisa-bisanya kamu–”“Mau gimana lagi memangnya?” Dia malah balas membentak. “Kalau tidak segera dilunasi, mereka pasti melabrakku lagi.”“Kamu–”“Terus,” selanya lagi. “Utang itu… aku pakai sertifikat rumah Papa sebagai jaminannya. Kalau Kakak tidak ada uang, rumah Papa akan disita… dua hari lagi.”***Malam ini, sepulang dari tempat kerja, Aku bergegas menuju rumah sakit untuk menemani kakakku dengan pikiran yang begitu kacau. Suara adikku di telepon tadi menyebut nominal dua ratus juta dan kata “dua hari lagi” terus te
“Mr. Bossy?” Aku merasa heran karena tak biasanya kekasih virtual ku ini mengaktifkan nomor ponselnya di siang hari. Ada apa kali ini, momentum nya begitu pas. Apa mungkin chemistry kami yang mengundang Mr. Bossy untuk menelepon ketika Aku sedang terpuruk seperti ini? “Hi, Ily kamu sedang apa?” Aku semakin terisak mendengar kalimat sapaan Mr. Bossy. “Kamu nangis?” Aku masih terus terisak. Belum mulai bicara, bibir ini kelu rasanya, tak tahu harus mulai dari mana untuk bercerita. “Ok, lanjutkan dulu menangisnya. aku disini menunggumu untuk bercerita.” Tapi pengertiannya justru membuat emosiku meluap. “Huaaa, aku dipecat Bos menyebalkan itu,” Tangisku pecah, aku tak sanggup lagi menahannya, berusaha mengatur napasku. “Huf, huf, huf…” Aku mengipas wajahku dengan tangan, berharap air mataku mereda. “Padahal hari ini rencananya aku mau mengambil pinjaman di koperasi kantor karena rumah peninggalan orang tuaku digadaikan adikku, dan kakakku juga sedang sakit.” Seperti tak sadar, a
Setelah sekitar 30 menit duduk bersama si raja neraka dengan hening di dalam mobil. Aku merasakan mobil ini berhenti, tapi aku tidak tau ini dimana. Karena sepanjang jalan aku hanya bergelut dengan gelisahku.Aku memikirkan hutang keluargaku, memikirkan apa yang akan dia lakukan padaku dan bantuan seperti apa yang akan dia berikan. Semua itu hanya bisa kuraba dalam ilusiku.Tiba-tiba asisten pribadi Pak Harvey, bernama Panji yang tadinya duduk di barisan depan dengan tenang, keluar dari mobil, membukakan pintu untukku, mempersilahkanku turun.Begitu aku turun dari mobil dan membalikkan punggungku, “jet pribadi?" Gila, aku baru dadar dan tak percaya, di atas hamparan aspal yang luas di hadapanku, terparkir sebuah jet pribadi milik Adamindo Group. Bukankah ini terlalu membingungkan? Buat apa aku disini?Kita mau menikah di bali, atau bagaimana? Aku bahkan belum siap, siapa walinya, apa maksud dari semua ini?Sontak aku melangkah mundur, tapi seorang pramugari datang dan tersenyum padaku