Elvio mendengarkan bisikan Hannes yang perlahan semakin jauh dan tidak lagi terdengar saat mereka benar-benar memasuki ruang makan. Ruangan yang terlalu megah dan besar bagi Elvio, termasuk meja makan panjang yang mungkin bisa digunakan untuk dua puluh orang lebih. Tapi, fungsi ruang makan ini sepertinya memang dibuat untuk menjamu para tamu juga, jadi Elvio tidak bisa protes. “Bagaimana jalan-jalannya?” Zoya bertanya setelah Elvio duduk di kursinya, tepat di sisi kiri Arvin. Elvio yang sempat khawatir para pelayan akan mulai menghidangkan makanan, sedikit menghela napas lega saat semua makanannya ternyata sudah tertata di atas meja. Entah Elvio yang terlalu lama bermain hingga makanannya sudah dihidangkan sebelum kedatangannya atau benar seperti yang Hannes katakan tadi, bahwa tidak akan ada yang membuatnya tidak nyaman di rumah ini. Hanya saja … kenapa? Elvio tidak mengerti kenapa mereka memperlakukannya dengan baik padahal belum pernah bertemu dengan Elvio sebelumnya. “Aku nggak
Zoya tercekat, tahu dengan pasti apa yang Arvin maksud dengan mental yang tidak baik-baik saja. Bagaimana Zoya harus menanggapi masalah ini saat ia sendiri tidak tahu bagian mana dari mental anaknya yang terganggu? "Bisa kamu katakan lebih jelas? Aku tidak melihat sesuatu yang salah dari El," ucap Zoya setelah berhasil menenangkan diri. "Ya, tentu saja, dia selalu baik-baik saja jika bersamamu atau Mia. Sejak penculikan itu, Gavin tidak bisa berdekatan dengan wanita, tapi dia baik-baik saja dengan anak-anak seusianya. Gejalanya terlihat saat Gavin sudah sadar setelah kejadian itu, ketika perawat mendekat untuk memeriksa kondisinya, Gavin gemetar ketakutan, dia kesulitan bernapas sebelum perawat itu menjauh darinya." Penjelasan Arvin membuat tubuh Zoya gemetar, membayangkan putranya menderita hanya dengan mengingat bagaimana Aileen menyiksanya membuat Zoya menangis, rasa bersalahnya kembali bercokol dan menyesakkan dadanya. Padahal selama Zoya dirawat di rumah sakit, Elvio sering men
"Adik? Apa maksudmu dengan adik, Frey?" Pertanyaan itu diajukan oleh Zoya yang baru saja turun dan tidak sengaja mendengarkan obrolan mereka. Ia juga tidak menyangka Mia akan datang bersama Freya, lalu apa katanya tadi, Mia habis main dari rumah Freya? "Kamu bilang ingin mengurus sesuatu, makanya kami pulang duluan, tapi apa maksudnya ini?" Zoya kembali bertanya pada Mia yang tampak kikuk di tempatnya. "Kamu hamil?""Tidak, mana mungkin!" Mia menggeleng tegas, jawabannya yang terlalu keras membuat Freya dan Elvio sedikit tersentak. "Ah, maaf, Tante tidak bermaksud membuat kalian terkejut. Bagaimana jika kalian main dulu? Kak El mau menemani Freya bermain, kan?"Elvio yang cepat memahami situasi langsung mengangguk, menggenggam tangan Freya dan melambai pada Mia dan Zoya, membawa sepupunya menjauh.Sepeninggal Elvio dan Freya, Mia yang tahu jika Zoya membutuhkan penjelasan segera menghampirinya. "Ayo bicara di tempat yang lebih tenang, Lova."Zoya menghela napas, berusaha menghilangk
Sepeninggal Zoya, terjadi keheningan yang pekat antara Arvin dan Mia. "Lalu, bagaimana sekarang?" Arvin bertanya dengan suara dingin, menatap datar adiknya yang sedang menunduk."Bagaimana apanya? Ya tidak bagaimana-bagaimana, karena sejak dulu juga aku dan tuan muda tidak memiliki hubungan apa-apa." Mia menjawab pertanyaan kakaknya tanpa mengangkat wajah, suaranya gemetar meski ia berusaha tersenyum. "Kalau begitu, aku ke kamar dulu, Kak. Aku belum tidur dari kemarin."Mia bangkit dari duduknya dan langsung pergi tanpa mendengar jawaban dari sang kakak. Wanita itu memang sudah pulang ke kediaman utama Kalandra saat hasil tes DNA keluar dan mengambil semua haknya di rumah ini, termasuk kamar masa kecilnya yang direnovasi ulang dan dua pelayan pribadi yang kebetulan juga merupakan para pelayannya saat masih anak-anak. Memasuki kamar di samping kamar utama, Mia yang telah mengusir dua pelayannya untuk tidak mengganggunya sebelum Zoya datang, langsung mengunci kamar dan terduduk di lan
Kata-kata Grace membuat Arvin mundur, perlahan kembali ke ruang kerjanya dan mengunci diri. Tidak ada satu pun kata-kata Grace yang salah. Arvin sekarang mengerti dengan baik rasanya saat seseorang yang berharga baginya disakiti seseorang. Seandainya dulu Arvin mendengarkan Grace dengan benar, apa ia akan memiliki kesempatan untuk menghapus sedikit saja kesedihan Zoya?Padahal Arvin juga telah melukai dan mengabaikan Zoya, membuat wanita itu salah paham dan merasa tidak dicintai, tapi beraninya Arvin ingin memukul Kaindra yang juga melakukan hal yang sama pada adiknya? Mungkin saja yang terjadi pada Mia saat ini adalah salah satu balasan untuk Arvin. Seandainya sejak dulu Arvin tidak terpedaya oleh Aileen dan memperlakukan Zoya seperti keinginannya, memberikan semua cinta yang tidak pernah wanita itu dapatkan, Arvin mungkin akan bertemu Mia lebih cepat dan situasi di mana perasaan Mia yang terlanjur terlalu dalam pada Kaindra bisa dicegah meski sedikit."Aku benar-benar orang brengse
Wanita itu, yang dipanggil Claire oleh Kaindra adalah seseorang yang beberapa bulan lalu menghilang dari pandangan Zoya bersama identitasnya sebagai anggota sebuah organisasi bawah tanah--Rein.Sama seperti Zoya yang terkejut dengan kehadirannya, Claire juga tampak pias melihat Zoya."Kak ... kamu benar-benar tidak mendengarkan perkataanku, kan?" Zoya menghela napas perlahan. "Jawab dulu pertanyaanku, Rein. Bagaimana bisa kamu berakhir bersama Kaindra yang katamu orang berbahaya? Lalu, kenapa dia memanggilmu Claire--tunggu, kamu wanita yang dikatakan Mia?" Claire mengerjap, ingatan tentang wajah seorang wanita bernama Mia yang baru kemarin ia temui memenuhi kepalanya. "Kakak bahkan mengenal wanitanya Raz?" "Dia bukan milik siapa-siapa! Mia tidak pernah menjadi wanitanya siapa pun, jadi jangan sembarangan bicara! Lagipula, aku tidak akan pernah merestui mereka lagi." Zoya mengeratkan rahang saat mengingat Mia, sahabatnya yang beberapa waktu lalu tidak goyah meski menceritakan tenta
Zoya tidak menemukan Arvin di kamar, juga tidak ada di ruang kerja pria itu. Setelah bertanya pada salah satu pelayan, Zoya akhirnya menemukan suaminya di taman belakang, sedang bermain bersama Elvio dan Freya."Wow, sepertinya kalian bersenang-senang tanpa Mama?" Zoya mendekat, senyumnya merekah saat Elvio dan Freya menyambutnya. "Mama!""Tante!""Aduh, kompak sekali! Haruskah aku memanggilmu seperti mereka? Istriku!"Zoya terkekeh saat tidak hanya Elvio dan Freya, Arvin juga ikut memanggilnya. "Mama ingin main bersama kalian, tapi sayang sekali sekarang waktunya main dengan Papa dulu," ucapnya sembari melengkungkan bibir ke bawah, memasang raut kecewa."Lho, El kira Mama ke sini karena mau main sama kita? Padahal Tante Mia nggak ada, kalau Papa juga diambil, makin sepi, dong!" Arvin yang berada di belakang Elvio, langsung mengusak rambut kelam putranya yang dengan cepat menjauh. "Papa akan panggil Hannes untuk menemani kalian bermain, bagaimana?""Nggak usah! Hannes kan sudah tua,
Pemimpin keluarga Axton? Zoya dan Arvin tidak bisa bereaksi dengan benar sejak nama Xavier Charlile De Axton disebutkan. Meski Zoya tidak kenal dengan orang itu, tapi yang namanya pemimpin dari sebuah organisasi bawah tanah sudah pasti bukan orang baik. "Jadi, maksudmu ... bayi yang sedang kamu kandung sekarang adalah miliki lelaki itu?" Arvin bertanya untuk meyakinkan pendengarannya. Menjadi salah satu yang bekerja sama dengan Veuster membuatnya tahu sedikit tentang Axton dan para pemimpinnya. Lalu, Xavier adalah yang terkejam dari tujuh generasi terakhir."Saya kan' sudah mengatakan yang sebenarnya, kenapa Anda bertanya lagi!?" Claire menghela napas saat kemarahannya melonjak. Harus mengatakan dengan mulutnya sendiri jika bayi yang ada di kandungannya adalah milik 'Tuan' yang ia layani bukanlah prestasi membanggakan. "Kakak ingat saat aku berpamitan, kan? Saat itu aku kembali ke markas pusat, tapi ternyata Tuan Xavier sedang ada di Rusia, jadi aku menyusulnya ke sana. Semuanya bai