Share

BAB 4

Selesai makan Eliza dan Sean kembali dipisahkan.

Sean yang dikurung, Eliza dibebaskan. Dibebaskan bergerak dalam artian, dia harus menjadi pelayan.

"Akan kubunuh singa itu!" Ancam Eliza saat melihat dua ekor singa dewasa dalam kandang.

"Kau berani membunuhnya, kau akan melihat adikmu mati dengan cara lebih mengenaskan," ucap Erlan sembari menikmati secangkir kopi dan terus menatap tajam Eliza yang kini memakai pakaian pelayan.

Eliza menghentakkan kakinya. Ia kembali mengayunkan tangannya, membersihkan halaman belakang yang terdapat beberapa kandang hewan buas, dan lapangan yang diperuntukkan olahraga bola.

"Bagaimana aku membersihkan halaman belakangmu yang luas ini? Kau ini bisa memanusiakan orang tidak sih?" sergah Eliza.

Erlan terkekeh, meneguk kopi hitam miliknya dengan nikmatnya.

"Aku bisa memanusiakan orang. Tapi, tidak dengan anak keturunan keluarga Martinez," jawab Erlan dengan santainya.

Eliza menghela nafas, ia kemudian mendekati Erlan, dengan santainya duduk di kursi berhadapan.

Erlan menatapnya tajam. Sungguh, ia tidak pernah mendapat perlakuan tidak sopan begitu. Tapi, Erlan tidak protes. Ia menatap waspada pada Eliza yang terkadang menyerang tanpa ia ketahui.

"Aku memilih balas dendam. Kenapa kau tidak melepaskan kami saja? Ayo berdamai, permusuhan kita hanya berawal dari orang tua kita, kenapa kita harus melanjutkannya," ucap Eliza mencoba menawarkan untuk keselamatannya.

Erlan menyinggungkan senyumnya, "Kau lupa adikmu melayangkan tembakannya sebanyak dua kali padaku kemarin?"

Eliza mengatup mulutnya. Menatap Erlan dengan kesal.

"Milikku bengkak karenamu, setidaknya biarkan aku istirahat lebih dulu!" sergah Eliza.

Ucapan Eliza sederhana. Namun, caranya bicara membuat Erlan tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.

"CK, tidak usah tertawa. Kau kira ada yang lucu!" sergah Eliza.

Erlan berhenti tertawa, wajahnya berubah drastis menjadi datar. Membuat Eliza menyinggung senyumnya sinis.

Tiba-tiba Evan datang, berpapasan dengan Eliza. Keduanya sama-sama tidak tersenyum atau sekedar melirik.

Evan membungkuk, membisikkan sesuatu pada Erlan, membuat pria itu membulatkan matanya.

Ia melirik Eliza yang sudah kembali membersihkan lapangan luas yang sengaja ia kotori dengan sampah-sampah plastik.

"CK, kenapa anak kecil itu lebih sulit diatur," gerutu Erlan bangkit dari duduknya.

Pergi dari tempat itu bersama Evan. Eliza meliriknya, lalu melempar kembali sampah-sampah yang berada di tangannya.

"Akhirnya pergi juga," ucap Eliza berjalan ke arah kolam renang dan mencuci tangannya.

Eliza menoleh menatap luasnya halaman yang juga terdapat hewan-hewan liar di sana.

"Jika aku melepaskan mereka, apa mereka akan menyerang semua orang di sini?" batin Eliza.

Berkacak pinggang menatap lurus dengan senyumnya yang seolah merencanakan sesuatu.

"Hewan mana yang paling dia sayang, aku akan membunuhnya," batin Eliza merasa semangat.

Sementara itu di bawah tanah. Melihat beberapa anak buahnya tergeletak di tanah dalam keadaan bersimbah darah dan tidak lagi bernyawa membuat Erlan mengeratkan rahangnya menatap tajam pada Sean.

Anak buahnya dibunuh, mungkin ia bisa toleransi, tapi dua tawanannya berhasil dilepaskan Sean, dan ketiganya bekerja sama melumpuhkan bawahannya.

Sean membalas tatapan Erlan dengan seringaian tipis.

"CK, harusnya aku tidak mendengar kakakmu, untuk tidak mengikatmu!" ucap Erlan dingin.

Sean menyeringai. Memang ia tidak diikat. Ia hanya dimasukkan dalam sel, dengan satu orang menjaga.

Dan hal itu membuat Sean mencari cela, hingga berhasil menumbangkan para penjaga dan melepaskan tawanan lain, dengan syarat mereka bersedia bekerja sama untuk bebas.

"Kenapa kau mendengarkan kakakku? Apa kau terlarut dalam pesonanya? Kakakku memang cantik, tapi tidak cocok dengan pria jelek sepertimu," hina Sean.

Erlan tidak menanggapi, tapi tatapannya yang tajam dan dingin membuat aura membunuh dalam diri pria itu semakin melekat.

"Evan, Dante, kalian turun tangan. Jangan membunuhnya, tapi patahkan tangannya. Setelah itu bawa dia ke atas," perintah Erlan.

"Baik," ucap keduanya melangkahkan kakinya menuju Sean.

Sean dan dua orang yang bersamanya mengambil posisi untuk bertahan. Seberapa kuat Sean menahan serangan. Evan dan Dante bukan lawannya. Setelah beberapa saat Sean dan kedua temannya tumbang.

Erlan meraih sebuah botol berisi cairan alkohol. Lalu melangkah dengan angkuhnya, dan tersenyum menyeringai melihat Sean yang terkapar di lantai.

Sean berusaha untuk kembali bangkit. Tapi, dadanya segera ditahan Erlan, dan ditekan dengan kuat.

"Akh!" Sean meringis kesakitan. Matanya terpejam erat merasakan sakit di dadanya.

"Kau masih terlalu muda. Saat keluargaku dibantai Daddy-mu, aku seusiamu. Tapi, aku tidak seceroboh dirimu yang berani menghadapi musuh dengan kemampuanmu yang masih rendah. Kau memiliki kemampuan yang baik, jauh lebih baik dariku dulu. Sayangnya kau ceroboh dalam bertindak. Dan terimalah kecerobohanmu yang juga membahayakan kakakmu!"

Erlan semakin menekan kuat dada Sean, membuat Sean semakin sulit bernafas.

"Patahkan kedua tangannya!" perintah Erlan.

Dante dan Sean masing-masing menginjak satu lengan. Dengan kuat menekan lengan Sean. Hingga terdengar suara retakan. Sean yang lemas, seketika menjerit merasakan rasa sakit dan nyeri yang luar biasa.

Belum puas. Sebelum pingsan, Erlan menumpahkan cairan alkohol di tangannya, tepat di wajah Sean.

Sean semakin memberontak rasa perih di wajahnya membuatnya semakin menjerit.

"Mengataiku buruk rupa. Akan ku perlihatkan bagaimana namanya buruk rupa," ucap Erlan tersenyum kecil menyaksikan Sean yang terus meringis kesakitan. Namun, tidak bisa berbuat apa-apa. Tangan dan wajahnya telah rusak dalam hitungan menit.

Erlan berbalik, "Bawa dia nanti ke atas, bisa saja itu akhir hidupnya. Aku ingin melihat, bagaimana marahnya wanita itu melihat adiknya sekarat."

Setelah mengatakan itu Erlan melangkah kakinya dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kau serius?" tanya Evan membuat langkah Erlan berhenti.

"Apa maksudmu mengatakan hal itu?" Erlan menanggapi dengan dingin, tanpa menatap lawan bicaranya.

"Ya, pertama. Dia hanya menurut padamu demi keselamatan adiknya. Kedua, jujur saja. Aku mengagumi kelihaiannya dalam bertarung. Kemarin saja saat kami bertarung, hasilnya seimbang. Kalau bukan karena adiknya, mungkin akulah yang tumbang," ucap Evan.

Erlan tersenyum sinis, "Kau pikir, aku takut menghadapinya? Dia hanyalah seorang wanita."

"Em, baiklah. Kita lihat saja nanti," ucap Evan mengedikkan bahunya tidak peduli.

Erlan tidak menggubris. Melanjutkan langkahnya untuk kembali ke lantai dasar.

"Aku lihat-lihat, kau begitu yakin Erlan akan tunduk pada wanita itu," sahut Dante bersedekap dada.

"Ya, aku melihat, sejak pertama kali Erlan seolah memperlihatkan ketertarikan pada wanita itu," jawab Evan santai.

"CK, seolah kau sudah berpengalaman saja," cibir Dante membuat Evan meliriknya sinis, tanpa niat menjawab.

Keduanya begitu santai, tanpa peduli Sean yang mengerang kesakitan.

Sementara itu, Erlan yang telah kembali ke lantai dasar mansion. Indera pendengarannya langsung mendengarkan suara Eliza.

"Sudah ku bilang aku tidak mau! Jika kau tidak ingin baju-baju Tuan sialanmu itu rusak, jangan memintaku mencucinya dengan tangan!" hardik Eliza kemudian menendang jas hitam yang berada di lantai.

"Apa yang kau lakukan? Ini jas edisi terbatas. Tuan Erlan akan membunuhmu jika tau jasnya kau tendang seperti ini!" sentak Clara memungut jas Erlan.

"Kalau begitu cuci sendiri!"

"Aku adalah pengawal Tuan Erlan, dan kau adalah pelayannya. Ini sudah menjadi tugasmu, Nona Martinez!" ucap Clara penuh penekanan, saat mengatakan marga Eliza.

"Ingatlah, adikmu berada dalam genggaman Tuan kami. Jika kau melawan, adikmu akan mati," ucap Clara memperingati.

Eliza menggeram. Tangannya mengepal kuat, tidak bisa berkutik. Ia kemudian mengambil jas hitam di tangan Clara.

Tanpa mengatakan apa pun lagi, ia pergi meninggalkan Clara.

"Jangan salahkan aku melukai adikmu. Dia memberontak, maka aku tidak akan segan membunuhnya," batin Erlan berekspresi datar menatap punggung Eliza yang semakin jauh dan menghilang dari pandangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status