Charlie menyeret Meta dengan paksa, hingga gadis itu beberapa kali hampir terjungkal. Kakinya terasa sakit dipaksa berjalan. Semua itu menjadi tidak penting, saat Meta mulai menyadari ke mana Charlie membawanya. Pria itu sudah mulai gila sepertinya. Sebuah rumah yang cukup jauh dari perkotaan. Meta mulai cemas, tidak akan ada yang menemukannya di tempat itu bahkan jika dia benar-benar mati bersama Charlie. “Kamu benar-benar sudah gila!” “Aku tau itu. memangnya apa lagi yang bisa membuatku tetap waras?” Meta menghela napas, mencoba tenang. Dia harus berpikir jernih untuk menemukan jalan keluar. Kali ini harus berhasil. Dia hanya asal bicara tentang kematian. Masih ada janji yang harus dia tepati artinya dia harus tetap hidup sampai janjinya terpenuhi. “Mau tau tempat apa ini?” tanya Charli mengunci pintu, dan menyimpan kunci ke dalam sakunya. Meta tidak terlalu penasaran, tetapi melihat foto seorang wanita di atas nakas, membuatnya mulai penasaran. Wanita itu adalah Grace. “Iyap,
Charlie berhasil membuat kemarahan Edward mencapai puncak kemarahannya. Dada pria itu bergemuruh hebat saat menemukan Charlie yang hampir menyentuh tawanannya. Hanya dia yang boleh melakukannya! hanya dia yang boleh menyentuh tawanannya, memperlakukan gadis itu sesuka hatinya. Charlie hanya orang luar yang mencoba merebut tawanannya. “Sialan!” umpat Edward. Rupanya Charlie menyiapkan orang-orangnya untuk menyambut Edward. Satu lawan puluhan orang, cukup menguras energi. Regano bersama para pengawalnya harus membantu Adam. Benar-benar menyusahkan. “Jangan menyentuhnya sialan!” teriak Edward. Fokus pria itu terbagi, memperhatikan Charlie yang terus saja melancarkan aksinya, sementara musuhnya terus saja menyerang. “Ck, jangan berisik. Ini menyenangkan, lagipula Meta terlihat menyukainya. Benar kan, Sayang,” Meta menggeleng kuat, air matanya mengalir semakin deras. Tubuhnya kini hampir tanpa busana. Terlambat sedikit saja, Charlie benar-benar bisa melihat tubuh mulusnya. “Bodoh! Haru
Edward menyelamatkan Meta yang ke sekian kalinya. Pada awalnya, Meta mulai ragu akan jalan yang dia pillih. Dia berpikir Edward benar-benar menyerahkannya pada Charlie. Rupanya, pria itu sedang menyiapkan pembalasan yang setimpal. Pembalasan yang tidak pernah Meta pikirkan. Edward mengambil semua saham dan investasi yang Charlie buat untuk masa depan, kemudian menghancurkan satu per satu orang di sisi Charlie, hingga tidak satu pun membantu Charlie. Lebih buruk lagi tidak satu pun keluarga yang menerima Charlie, atau peduli pada pria itu. Alhasil, Charlie dikuburkan di pemakaman umum. “Istirahat dulu, kalau merasa suasana hati memburuk beritahu aku,” ucap Ren. Charlie pasti membuat Meta trauma. Dipaksa menjadi orang lain dan diperlakukan tidak baik, pasti membuat mental Meta kacau. Gadis itu hanya belum merasa dampaknya. Dalam waktu dekat, Meta akan merasa suasana hatinya memburuk, kemudian mulai berhalusinasi, ditambah lagi ketakutan yang berakhir jadi sebuah trauma. “Terima kasih,
Tingkah Meta hari ini benar-benar menguji kesabaran Edward. Pasalnya sejak pagi gadis itu sama sekali tidak melepas pelukannya, merengek dalam dekapan Edward. Meta tidak mengizinkan Edward bergerak sedikit saja dari tempat tidurnya. “Jangan memancingku, Ta,” Ke sekian kalinya, Edward memberi peringatan, dan gadis itu masih saja mengabaikannya, memeluk Edward bak guling. Nyaman, satu kata yang menggambarkan perasaannya saat tidur dalam pelukan pria itu. “Aku masih nganntuk tapi takut tidur sendiri. gimana kalau mimpi buruk lagi,” ucap gadis itu. Suara serak khas bangun tidur. Meta menguap bebeapa kali, mengambil posisi senyaman mungkin, tidak peduli jika itu akan membuat Edward marah. “Dalam hitungan tiga, kalau gak bangun juga, kamu harus menerima hukuman,” Edward mulai menghitung. Tepat pada hitungan ketiga, pria itu mendorong Meta menjauh, hingga nyaris terjatuh dari tempat tidur. Meta membuka mata, lantas tampak berkaca-kaca. Gadis itu terlihat begitu menderita hingga Edward ha
Waktu itu semua masih berjalan baik. Meski kehilangan sahabat yang teramat munafik dan hanya memanfaatkan dirinya, Meta tidak pernah benar-benar sendirian. Yoona selalu menjadi tempat untuknya pulang, membagikan apa pun yang dia alami di luar rumah. Yoona dan Adama adalah rumah untuk Meta. “Ta, kenapa gak pernah cerita apa pun sama aku?” tanya Xadira penasaran. Meta pasti memiliki kehidupan yang cukup rumit, sama seperti dirinya. Xadira sering berbagi meski pada akhirnya hanya jadi sebuah misteri, sementara Meta hanya diam saja seolah hidupnya baik-baik saja. “Karena aku gak pernah merasa kesepian. Aku punya rumah unttuk pulang, lantas untuk apa aku membutuhkan telinga orang lain untuk mendengarkanku lagi?” “Kamu sangat beruntung kalau begitu. Kuharap kamu selalu beruntung dalam hal apa pun, Ta. Orang sepertimu akan sangat sakit jika tidak punya rumah untuk pulang lagi,” tutur Xadira. Meta mengerti, tidak terbiasa tanpa kehadiran Yoona dan Adam, membuat dia terkadang begitu takut ke
Meta meminta lima bulan untuk bersama Adam bukan tanpa alasan. Meta ingin menghabiskan lima bulan berharga sebelum menyerahkan sisa hidupnya pada Edward. Sama sekali tidak terlintas keinginan untuk melarikan diri. Gadis itu merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Dia harus menepati janji pada Xadira, apa pun yang terjadi. Satu langkah sudah ddia ambil, dan tidak akan pernah bisa mundur lagi. “Wherever i go you will find me! Aku memegangnya begitu erat, ke mana pun aku pergi, kamu akan berhasil menemukanku, meski kita berada di zona waktu yang berbeda sekalipun,” ucap Meta. Sejak memutuskan sebuah pilihan, tidak selangkah pun Edward membiarkan Meta pergi dari sisinya. Gadis itu sendiri malah merasa lebih nyaman dalam dekapan Edward, tidak peduli jika sewaktu-waktu pria itu akan menuntut bayaran atas permintaan keduanya. Kehormatan sebagai seorang wanita akan segera direnggut darinya. Meta sendiri tidak tahu akan bagaimana selanjutnya. 4 tahun, dia akan menjalani pendidikan s
Asnaf mendapatkan kebebasannya setelah dikurung bertahun-tahun di penjara bawah tanah oleh putraya sendiri. sebuah keberuntungan menemukan gadis yang bisa dijadikan pancingan. Faktanya Edward masih memiliki sedikit hati nurani, berbeda dengan dirinya yang lebih kejam.Tanpa rasa iba, dia mulai mempermainkan calon korbannya, memberikan rasa takut dan trauma mendalam, sebelum benar-benar menghabisinya. Asnaf tertawa senang, menikmati penderitaan korbannya. Semakin menjerit dan memohon ampun padanya, semakin senang pula dirinya.“Uluh, apakah sakit?” tanyanya memberi goresan lagi pada tubuh sang korban. Jeritan memekakan telinga kembali terdengar. Asnaf seolah tuli, hinga terus saja memberikan goresan.“Bunuh saja aku! Jangan menyiksaku dnegan cara ini!” teriak korbannya lagi.Asnaf menggeleng kecil, tidak suka mengakhirinya dengan cepat. Korbannya hharus merasakan sakit sampai rasanya ingin mati saja, dan semakin menyiksa saat tak kunjung mendapatkannya jua.“Kumohon bunuh saja aku!” li
Meta mencoba tenang, mengabaikan kemarahan yang masih memuncak, jangan sampai masalah dengan Regano yang belum tuntas mempengaruhinya. Kali ini, dia tidak boleh menerima penolakan lagi.“Pilihannya psikologi atau kedokteran,” ucap gadis itu. Edward yang tengah merapikan lengan kemejanya menoleh, menatap gadis itu dengan dahi berlipat.“Psikologi? Kedokteran?”“Heum, aku ingin jadi psikolog atau psikiater,” sahut Meta yakin, tanpa rasa ragu. Gadis itu mendeat, mengambil alih kegiatan Edward, merapikan lengan kemejapria itu.“Are you kidding me?”“Aku serius, Ed,”Mata gadis itu tampak yakin, tetapi sorot dan binar di wajahnya tidak mendukung. Edward terkekeh kecil, meremehkan keyakinan Meta yang belum sepenuhnya.“Kamu bahkan tidak bisa meyakinkan diri sendiri, bagaimana bisa meyakinkan orang lain? Ditambah lagi, mental kamu bahkan gak baik-baik saja, bagaimana bisa kamu bermimpi menjadi penyembuh untuk orang lain?”Pertanyaan dari Edward bear-benar menohok hati Meta, juga keyakinan y