Meta dibesarkan dengan baik, memiliki keluarga harmonis yang kapan saja selalu di sisinya. Sangkin sempurnanya hidup yang diberikan, Meta sampai lupa jika pelangi hanya datang sebentar lalu menghilang.
Banyak yang mengatakan lebih baik bersusah lalu senang kemudian, daripada berakhir menyakitkan saat terbiasa menjalani hidup yang sempurna.Dia membuka matanya, menemukan cahaya yang terasa asing.“Apa aku sudah mati?” gumamnya, baru disadari masih mengenakan pakaian yang terakhir kali. Ah, tentu tidak akan semudah itu. Edward pasti akan menyembuhkan lukanya lalu memberi luka baru lagi. Begitulah cara Edward menyiksanya. Entah kapan semua akan berakhir atau mungkin tidak akan pernah sama sekali.Gadis itu menyipitkan matanya, menemukan seorang gadis berpakaian SMA yang tengah menikmati keindahan taman di hadapannya. Meta baru menyadari, tengah berada di sekolah lamanya. Perlahan, dia melangkah mendekat, bersamaan dengan gadis itu yang berbalik.“Xadira? Kamu gak apa-apa?” Meta menghampirinya, memeriksa gadis itu dari ujung kepala sampai kaki. Xadira tersenyum kecil.“Sayang sekali kamu udah terlambat menyadarinya, Ta. Aku pernah memohon supaya kamu berhenti, bahkan meminta bantuan darimu, taapi apa yang kamu lakukan. Kamu meninggalkanku, kamu pergi begitu aja, Ta,” ucap gadis bernama Xadira itu. Meta menatapnya sendu.Dia memutuskan untuk pindah sekolah, meninggalkan Xadira yang menderita sendirian. Meta tidak lagi pernah mendengar kabar tentang Xadira sejak hari itu. Meta pikir Xadiira akan hidup dengan baik setelah dia pindah sekolah. Tidak akan ada yang mengganggu gadis itu lagi. Namun, sepertinya semua di luar perkiraan Meta.“Aku menderita sendirian, Ta! Aku menderita, aku tersiksa dan gak punya orang untuk jadi sandaran. Aku..aku kehilangan segalanya, mimpi, harapan untuk hidup. Yah, aku kehilangan hidupku sendiri, Ta,” lontar Xadira. Meta terduduk lemas. Dia gagal dan menjadi tokoh paling jahat sekarang. Dia yang sudah membuat Xadira menderita, dan sungguh mulai menyesalinya.“Kamu hidup dengan baik, Ta. Kamu bisa jadi model terkenal, juga mendapatkan semua yang kamu inginkan, sementara aku? Mimpi untuk jadi psikolog nyatanya hancur berantakan. Aku gagal menyelamatkan diriku juga orang yang jadi alasan aku memiliki mimpi sebesar itu. Lalu, aku harus apa, Ta!” teriak Xadira menggebu-gebu. Meta hanya bisa terisak. Kini, yang tersisa dalam hatinya hanyalah penyesalan.Dia tidak pernah menduga bahwa kepergiaannya justru jadi petaaka untuk Xadira.“Maafin aku, Xa,” lirih Meta.Dua tahun berlalu, dan semua masih membekas. Sudah dua tahun lamanya, Meta begitu ingin mendengarkabar baik. Namun yang dia dengar jutru sebaliknya. Meta sadar jika alam mereka sudah berbeda sekarang.“Aku akan menjadi mimpi buruk kamu, Ta,” gumam Xadira, Meta mendongak, menatap raut datar gadis itu.Dia seolah dibawa pada kejadian beberapa waktu lalu. Seseorang dihabisi tepat di hadapannya ddan Meta tidak bisa melakukan apa pun. Rasa bersalah itu sungguh menyiksanya.Benar kata Xadira, mereka yang tidak bisa dia selamatkan dan berahir di hadapannya hanya akan menjadi mimpi buruknya.“Nona, bangun,” panggil suara-suara itu memintanya untuk membuka mata.Keringat mengalir deras di pelipis gadis yang masih bergumam tidak jelas itu. Dia menggeleng, menolak menyaksikan hidup oranng berakhir tragis di depan matanya. Ingatannya kembali ke saat penemuan Yooana yang sudah tidaak bernyawa.Meta terbangun dengan napas memburu. Bagaimana sakitnya Yoona saat diperlakukan tidak baik. Sama seperti cara Edward mengakhiri hidup musuhnya, mungkin itu pula yang dialami oleh Yoona.“Ma,” lirih Meta menangis. Gadis itu menenggelamkan kepalanya di lipatan lututnya.“Nona, Tuan Leonardo meminta anda tuun sekarang,” ucap pengawal memberitahu, Meta mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata.Dia bahkan baru sadar dari pingsan, dan pria itu sudah menyuruhnya menghadap. Benar-benar tidak memiliki hati nurani. Pelayan wanita masuk, membantu Meta untuk bersiap. Siapa sangka kalau Meta akan dikenakan gaun seksi dan juga highhill, setinggi 6 cm. Dulu, Meta begitu anggun, berjalan dengan elegan, melakukan catwalk fashion show dan menarik perhatian semua orang. Kulit ulusnya, ditambah badan ramping yang proporsional membuat siapa saja terpukau akan penampilannya. Kini, di kakinya ada bekas jahitaan, wajahnya penuh lebab, baahkan kini punggungnya pun tidak lagi mulus.Meta memperhatikan penampilannya, meski dibantu make up sekalipun tidak akan sepenuhnya menghilangkan jejak kesedihan di wajahnya.Setelah dua tahun berlalu, kini Xadira hadir dan menjadi mimpi buruk untuk Meta. Meta berjalan begitu anggun, terlihat memperlihatkan sisi modelnya.“Lama sekali,” protes Edward.Pria itu tersenyum miring, memperhatikan penampilan baru tawanannya. Bisa jadi mainan bagus untuknya.Ketika tatapaan keduanya bertemu, teriakan, rintihan dan bau darah kembali menghantui Meta. Gadis itu menatap Edward takut. Dia spontan melangkah mundur kaala Edward mendekatinya.“Kenapa heum?” tanya pria itu menyematkan anak rambut Meta ke belakang telinga.Edward memeluk pinggang Meta begitu possesive, mengecup bahu Meta yang terbuka. Napas pria itu yang menyentuh lehernya membuat Meta merinding, masih menebak apa yang akan Edward lakukan padanya.“Mulai sekarang kamu adalah babuku, jadi apa pun yang aku minta harus kamu turuti. Setiap mendengar bunyi bel di kamar, kamu harus segera datang,”Edward memberikan sebuah ponsel pada Meta. Senyum tipis muncul.“Jangan harap kamu bisa berhubungan dengan orang selain aku,” ancam Edward. Benar juga, pria gila itu tidak sebodoh itu memberikan ponsel pada Meta.Meta mulai mengecek ponnsel tersebut. Hanya ada nama Leonardo di sana, ditambah lagi chip yang menunjukkan keberadaan si pemilik ponsel. Aah satu lagi, ponsel itu memiliki kamera pengawas artinya Edward bisa memantau segala pergerakan Meta saat menggunakan ponsel.“Aku gak butuh, dan lagi aku masih tidak mau menjadi babumu,” tolak Meta mengembalikan ponsel itu pada pria 15 cm lebih tinggi darinya, mungkin.Meta masih belum memahami dengan jelas letak perjanjian yang Adam dan Edward sepakati. Bisa saja pria itu membohonginya, menggunakan alibi kalau dia adalah jaminan, agar bisa menahannya tetap bersama pria itu.Edward mencengkeram bahu Meta kuat.“Ternyata kamu masih belum paham juga dengan peringatan aku, heum,” ucapnya dingin.Dia memberi perintah lagi melalui kode tangan. Seorang pengawal terlihat membawa dokumen dan laptop milik Edward.Meta mengikuti pria itu untuk duduk, membaca baik-baik dokumen perjanjian yang Edward dan Adam sepakati.Jika tidak mampu membayar, maka hal terpenting pun bisa diambil sebagai jaminan. Dengan demikian, maka saya menjadikan putri kesayangan saya, Meta Marfora Anastasya sebagai jaminan, bilamana saya tidak mampu memenuhi target sesuai perjanjian.Begitulah inti dari perjanjian tertulis tersebut, bahkan dibubuhi materai. Bisa-bisanya Adam membuat perjanjian bersama seorang psikopat, bahkan menjadikannya tumbal.“Tidak ada di perjanjian, jadi aku gak mau jadi babu kamu,” Meta masih bersikeras menolak perintah Edward.“Kalau begitu, bersiaplah dengan akhir kisahnya,” ancam Edward menunjukkan rekaman pada Meta. Di sana, rumahnya dijaga ketat oleh pengawal keluarga Leonardo. Kapan saja Adam akan habis di tangan mereka.Meta menutup matanya kuat, lagi-lagi dia dihadapan pada pilihan yang sulit. Akan ada bayaran yang setimpal untuk setiap pilihan yang dia ambil.“Baiklah, Tuan Leonardo, apa tugas pertaamaku sebaagai babumu?”Dan inilah pilihan yang Meta ambil. Edward tersenyum puas, sesuai harapannya. Semua baru permulaan, Meta akan merasakan hidup seperti di neraka setelah ini.Sepertinya tidak cukup dengan luka fisik akibat benda-benda tajam dan senjata panas yang Edward miliki. Pria itu juga berhasil membuat otak tidak seberapa Meta lelah berpikir. Bisa-bisanya pria itu malah menyuruhnya menyelesaikan soal-soal. Meta itu tidak pintar soal akademik, lebih mengeluti bidang bidng non akademik seperti model majalah misalnya. Meta mengacak rambutnya. Sungguh, dia begitu lelah berpikir sekarang, mulai menyesal dulu lebih memilih tidur saat pelajaran fisika, dan matematika. Sekarang, dia bahkan tidak mengerti apa yang ditanyakan dalam soal. Gadis itu sudah mencoba belajar otodidak menggunakan jaringan internet, tetap saja tak kunjung menemukan pencerahan. “Nih soal apa teka-teki hidup sih, susah amat,” rutuk Meta mulai menyerah. Dia membaca soal berulang kali, dan hasilnya nihil. Meta menyerah, meletakkan kepalanya di atas meja. Baru juga beristirahat, bel kembali berbunyi, bersamaan dengan notifikaasi yang masuk ke ponsel hitam tersebut. Seluruh hidup Edward
Meta Marfora Anastasya, si anggun dan sempurna. Kerumunan seketika membelah, memberi jalan bagi model kebanggaan sekolah mereka itu. Tatapan kagum tampak jelas, mulai dari atas sampai ke bawah, penampilan Meta benar-benar tidak mengecewakan. Dia hanya mengenakan seragam seperti mereka, dimodif sedikit, ditambah tubuh Meta yang terbentuk sempurna.“Meta, punya waktu buat dinner? Aku ada tiket nontong film yang lagi trending,” tanya seorang pria berwajah blasteran. Meta tersenyum manis, melambungkan harapan tinggi akan diterima oleh gadis itu.“No, aku ada pemotretan dan sangat sibuk, jadi mungkin tak akan memiliki waktu bersama pria yang tidak penting,” sahut Meta tanpa menghilangkan senyumnya. Penolakan lagi. Sudah bukan hal baru Meta yang menolak pria tampan di sekolah mereka.“Apa dia tidak suka pria?” celetuk salah satu siswa yang menyaksikan penolakan tersebut. Perkataan itu terdengar ke telinga Meta. Dia melangkah begitu anggun, mendekati siswa yang mengejeknya?“Apa kamu punya
Tangannya penuh lebam, tubuhnya sudah tidak semulus dulu, dan wajahnya penuh bekas luka. Tubuh dan wajah yang dulu begitu dia kagumi, kini hanya sisa kenangan. Mimpi yang hampir dia gapai harus terkubur. Entah bisa dia bangkitkan lagi, atau akan berakhir sia-sia.“Apa mimpi terbesarmu?” tanya Xadira.Meta berhenti sejenak, memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu begitu sempurna, keinginan kaum hawa. Namun, terkadang Meta merasa ada yang berbeda saat menatap wajahnya sendiri.Meta menoleh, menatap Xadira yang tengah merapikan seragamnya. Pagi-pagi sekali, Meta meminta gadis itu datang, membantunya bersiap ke sekolah. Xadira terlalu baik dan polos, membuat semua orang meremehkan gadis itu.“Menjadi seorang model internasional, mungkin,” jawab Meta. Pada akhirnya, dia akan melanjutkan semua yang sudah dia mulai. Xadira tersenyum bangga, membantu Meta mengenakan seragamnya.“Kamu cantik, memiliki potensi untuk menjadi model terkenal. Aku percaya kamu akan mendapatkannya. Tid
Meta pasrah, hanya perlu menunggu sampai Edward selesai dan mengakhiri hidupnya. Akan lebih mudah jika Edward salah sasaran dan peluru itu menembus kepalanya. Semua akan berakhir. Dia tidak akan merasa sakit terus menerus, ditambah rasa bersalahanya akan selesai begitu saja.“Sangat tidak menyenangkan melihatmu mengorbankan diri seperti ini. Tunggu, apa kamu tau arti sebuah pengorbanan?” oceh Edward sembari mempersiapkan pistolnya. Meta hanya diam, dengan tangan memegangi apel yang menjadi sasaran peluru Edward di atas kepalanya.Meta tidak takut, sebaliknya dia begitu siap jika hidupnya berakhir detik itu juga.“Kamu pikir aku tidak mengetahuinya? Percayalah, pergorbanan ini akan berakhir sia-sia,” lontar Edward, bersamaan dengan tikus tadi dibawa masuk oleh pengawalnya.Edward tersenyum miring “Kamu pikir bisa menyelamatkannya dengan mengorbankan dirimu sendiri?” terkanya.“Bukan, aku hanya ingin mendapat hukuman. Siapa bilang aku mengorbankan diri sendiri,” sahut Meta akhirnya. Dia
Edward menggila, bukan hanya musuh yang menjadi sasarannya, tetapi juga orang-orang yang tidak berusaha melindungi Meta. Tanpa ampun, dia menghabisi orang di sekelilingnya.“Aku akan membawanya masuk,” tukas pria yang tengah menggendong tubuh Meta, yang tidak lain pria yang diselamatkan oleh Meta secara tidak langsung.Edward ingin mencegahnya. Namun, kekuasaan Regano sama besar dengan pria itu. Dia hanya bisa melampiaskan kemarahannya pada orang lain. Sampai punggung Regano menghilang, pandangan Edward masih mengawasi pria itu.“Mati kalian semua!”Selanjutnya Edward benar-benar tidak memberi ampun. Terutama untuk orang yang sudaah berani melukai tawannnya. Hanya dia yang bisa melakukannya.“Ampun!” mohon orang itu, mulai terbatuk dan mengeluarkan darah. Edward menginjak dada pria yang sudah tidak berdaya itu. Edward tersenyum miring, memohon ampun padanya justru membuat semakin senang bermain-main.“Tangan mana yang udah kamu gunakan menusuk wanitaku?”“Ampuni aku. Sungguh, aku tak
Nyawa lima orang berada di tangannya. Meta harus bangun jika ingin orang-orang yang tengah berusaha mengobati lukanya. Sungguh, Meta dibuat bimbang antara harus bertahan atau membiarkan hidupnya berakhir. Dia membuka matanya, kembali ke tempat yang sama saat di bertemu dengan Xadira.Gadis itu memilih berdiam diri, tidak siap jika harus bertemu dengan mimpi buruknya lagi. Suara langkah kaki yang mendekat membuatnya was-was.“Maafkan aku, Ta. Harusnya aku tidak pernah melibatkanmu,” mohon suara itu. Meta masih kukuh mempertahankan posisinya, tidak ingin melihat sosok itu. Dari suaranya dia bisa menebak bahwa itu adalah Xadira.“Tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu saat itu, Ta. Edward sakit, dan aku sungguh ingin menyembuhkannya,” lirih Xadira. Masih sama, gadis lemah itu selalu menyusahkan Meta, bahkan hingga saat ini.Meta mengangkat kepalanya, menatap mata Xadira yang berkaca-kaca. Seandainya gadis itu lebih berani, semua ini tidak akan terjadi. Seandainya Xadira bisa lebih jujur
Belum juga bisa mengetahu keberadaan rumah yang lama, kini suasana baru menyambutnya. Serangan beberapa waktu lalu sepertinya menghaancurkan banyak hal, membuat Edward terpaksa memindahkan mereka ke markas baru. Meta melangkah begitu hati-hati, lukanya masih terasa sangat perih. Rasa ingin tahu, membawanya keluar kamar. Sepi, kesan pertama yang Meta temukan. “Nona Meta, apa yang anda lakukan?” tanya Ren menghampiri gadis itu. Ren terlihat cemas, memeriksa luka Meta yang belum juga mengering. “Non sebaiknya kembali ke kamar, atau Tuan Edward bisa marah,” pintanya, Meta mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Regano dan Edward. Terbesit rasa khawatir, Edward akan melakukan hal buruk pada Regano. “Aku udah dengar semua. Terima kasih sudah menolong sahabatku,” ungkap Ren tiba-tiba, Meta menautkan alisnya. Wanita itu tersenyum begitu tulus. Meta mengangguk kecil, toh akhirnya Regano akan menerima hukuman dari Edward, jadi sama saja. “Regano adalah sahabat sekaligus tangan kanan Tu
Status sebagai babu benar-benar terlihat semakin jelas, dari gadis yang tengah memotong sayur-sayuran tersebut. Meta terkejut saat tangannya ditarik oleh seseorang, dan baru menyadari tangannya terluka.Regano mencuci cairan kental sampai bersih, lalu dengan telaten membalut luka tersebut. Meta hanya diam memperhatikan semua yang dilakukan pria itu.“Edward bisa marah kalau melihatmu melukai diri seperti ini,”Meta tersadar saat pria itu mengajaknya berbicara. Pikiran Meta masih dipenuhi oleh Edward yang tiba-tiba minta dipeluk olehnya. Malam itu, Edward berkali-kali mengubah posisi dalam pelukan Meta demi mendapatkan kenyamanan, sesekali Meta merasakan napas pria itu yang memburu, seperti mengalami mimpi buruk.“Apa yang kamu pikirkan?”“Entahlah, aku juga tidak paham isi pikiranku, terlalu rancu,”Dia hanya mengikuti nalurinya untuk mengelus punggung pria yang tengah tertidur tersebut, sampai pria itu bisa tidur dengan nyaman. Dulu, Yoona sering mengelus punggungnya agar dia bisa ti