Tangannya penuh lebam, tubuhnya sudah tidak semulus dulu, dan wajahnya penuh bekas luka. Tubuh dan wajah yang dulu begitu dia kagumi, kini hanya sisa kenangan. Mimpi yang hampir dia gapai harus terkubur. Entah bisa dia bangkitkan lagi, atau akan berakhir sia-sia.
“Apa mimpi terbesarmu?” tanya Xadira.
Meta berhenti sejenak, memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu begitu sempurna, keinginan kaum hawa. Namun, terkadang Meta merasa ada yang berbeda saat menatap wajahnya sendiri.
Meta menoleh, menatap Xadira yang tengah merapikan seragamnya. Pagi-pagi sekali, Meta meminta gadis itu datang, membantunya bersiap ke sekolah. Xadira terlalu baik dan polos, membuat semua orang meremehkan gadis itu.
“Menjadi seorang model internasional, mungkin,” jawab Meta. Pada akhirnya, dia akan melanjutkan semua yang sudah dia mulai. Xadira tersenyum bangga, membantu Meta mengenakan seragamnya.
“Kamu cantik, memiliki potensi untuk menjadi model terkenal. Aku percaya kamu akan mendapatkannya. Tidak sabar rasanya, melihatmu terpampang nyata di tv dan menjadi idola banyak orang,” tutur Xadira.
“Bagaimana dengan kamu?”
Tangan Xadira terhenti. Dia mengalihkan perhatian dengan memasukkan peralatan tulis Meta ke dalam tas. Meta merampas tas miliknya. Sangat tidak suka diabaikan saat berbicara.
“Katakan, apa mimpimu,” desaknya. Xadira yang memulai. Namun, gadis itu malah diam saat ditanya.
“Apa gadis lemah sepertiku, juga berhak memiliki mimpi?” gumamnya menatap Meta.
Meta berdecak, cukup kesal dengan jawaban Xadira.
“Aku punya seorang saudara. Dia kuat, berbeda denganku yang begitu lemah. Dia pemimpi besar, tetapi sesuatu mengubahnya. Dia sakit, dan aku ingin menyembuhannya,”
“Itu mimpimu?”
Xadira menunduk, tertebak, gadis itu pasti akan menangis sebentar lagi. Meta memutar bola matanya malas. Hal ini yang membuatnya tidak begitu suka berdekatan dengan Xadira. Gadis itu terlalu perasa.
“Psikolog! Aku ingin menjadi penyembuh untuk orang lain,” lirih Xadira, setelah diam cukup lama. Meta menyipitkan matanya, tidak percaya kalau Xadira bermimpi menjadi psikolog. Bagaimana Xadira bisa menyembuhkan luka orang lain, sementara luka dia sendiri tidak bisa dia sembuhkan.
“Aneh ya?”
Lagi, Xadira mudah menyimpulkan pandangan orang lain. Meta memejamkan mata sejenak, menenangkan diri, menghadapi Xadira memang butuh kesabaran lebih.
“Iya aneh, mana ada orang sakit yang bisa jadi dokter!” tukas Meta. Bukan kata-kata itu yang muncul dalam pikirannya. Meta sungguh menyesalinya.
“Sama sekali tidak aneh, Dir. Itu mimpi yang luar biasa. Justru orang yang pernah sakit, akan lebih bertekad untuk menjadi penyembuh bagi orang lain,” lirih Meta. Harusnya itu yang dia katakan waktu itu. Namun, egonya terlalu tinggi untuk mengatakannya. Alhasil, dia membuat Xadira kehilangan mimpinya, sama persis dengan yang dia alami saat ini.
“Nona, Tuan Leonardo memanggil anda,” ucap seorang pelayan memberitahu. Meta menoleh sejenak, dan kembali fokus memperhatikan wajahnya. Nasi sudah menjadi bubur, tidak akan bisa kembali menjadi beras. Satu-satnya jalan adalah mengolah ulang berasnya, dan memperbaiki kesalahan yang pernah dia lakukan.
“Kami harus mendandani anda,”
Setelahnya beberapa pelayan masuk, membantu Meta bersiap. Gadis itu hanya diam, membiarkan mereka melakukan tugas tanpa pemberontakan sama sekali. Dia tidak peduli seperti apa penampilannya, dan ke mana mereka akan membawanya. Meta benar-benar seperti mayat hidup sekarang.
“Nona harus tersenyum saat menghadap Tuan, atau kami semua akan terkena imbasnya,” mohon pelayan yang akahirnya Meta ketahui bernama Ren, kepala pelayan di rumah tersebut. Mereka takut, tetapi masih saja melakukan tugasnya dengan baik.
Meta menghela napas, terpaksa dia mengembangkan senyumnya. Rasanya sakit berpura-pura seperti sekarang.
“Haruskah aku mengulangnya? Aku tidak suka dibuat menunggu!” cecar Edward mendekati Meta. Pria itu memperhatikan penampilan Meta dari atas ke bawah. Dia tersenyum miring. Meta masih diam, bahkan saat Edward menyentuh luka yang mulai mengering.
“Sepertinya lukanya akan meninggalkan bekas. Kasihan sekali,” ejeknya tertawa lebar, Meta menahan napas saat Edward memainkan jemarinya di atas luka tersebut. Pria itu seolah belum puas, mulai menekan luka itu. Ingin sekali Meta menjerit. Namun, yang dia lakukan hanya diam membeku.
“Cantik sekali karyaku,” gumam Edward tersenyum bangga.
Meta menghela napas lega, saat Edward kini tidak lagi berjongkok.
“Mau melakukan sesuatu yang menakjubkan?”
“Apa aku bisa menolak?” tanya Meta, Edward tertawa lagi, seolah jawaban Meta adalah lelucon.
“Aku lupa kalau mulai hari ini kamu adalah babu sekaligus bonekaku,” lontar Edward. Dia menarik Meta yang posisinya mengenakan high hills, untuk mengimbangi langkah lebarnya. Meta tersiksa dengan semua ini. Namun, dia hanya membisu.
Edward mengambilkan sebuah benda tajam, lalu menyerahkannya pada Meta. Gadis itu menggeleng, tidak akan sanggup melakukannya. Meski hanya seekor kelinci, tetap saja dia tidak akan mampu menyakitinya. Dia masih memiliki hati nurani.
“Kamu tidak bisa? Menindas orang lain saja bisa, kok menggunakan benda tajam ini gak bisa?” sindir Edward tajam.
“Kelincinya gak bersalah,” gumam Meta tidak rela kelinci semanis itu, harus berakhir di tangannya.
“Xadira juga tidak bersalah, lalu apa bedanya?”
Edward menyiksanya bukan hanya secara fisik, tetapi batinnya diserang habis-habisan. Edward tahu kalau dengan membuat seseorang tinggal dalam rasa bersalah, akan lebih menyakitkan dibanding luka fisik.
“Lakukan atau aku akan memberimu hukuman,” ancam Edward. Pria itu mundur beberapa langkah, memberi Meta ruang untuk melancarkan aksinya. Meta masih bergeming di tempat.
Hukuman bukan lagi hal baru untuknya, dan inilah keputusan yang dia ambil. Meta masih manusia waras yang memiliki hati nurani. Dia tidak akan menyakiti seekor hewan yang tidak bersalah sama sekali.
“Sial!”
Meta pasrah, hanya perlu menunggu sampai Edward selesai dan mengakhiri hidupnya. Akan lebih mudah jika Edward salah sasaran dan peluru itu menembus kepalanya. Semua akan berakhir. Dia tidak akan merasa sakit terus menerus, ditambah rasa bersalahanya akan selesai begitu saja.“Sangat tidak menyenangkan melihatmu mengorbankan diri seperti ini. Tunggu, apa kamu tau arti sebuah pengorbanan?” oceh Edward sembari mempersiapkan pistolnya. Meta hanya diam, dengan tangan memegangi apel yang menjadi sasaran peluru Edward di atas kepalanya.Meta tidak takut, sebaliknya dia begitu siap jika hidupnya berakhir detik itu juga.“Kamu pikir aku tidak mengetahuinya? Percayalah, pergorbanan ini akan berakhir sia-sia,” lontar Edward, bersamaan dengan tikus tadi dibawa masuk oleh pengawalnya.Edward tersenyum miring “Kamu pikir bisa menyelamatkannya dengan mengorbankan dirimu sendiri?” terkanya.“Bukan, aku hanya ingin mendapat hukuman. Siapa bilang aku mengorbankan diri sendiri,” sahut Meta akhirnya. Dia
Edward menggila, bukan hanya musuh yang menjadi sasarannya, tetapi juga orang-orang yang tidak berusaha melindungi Meta. Tanpa ampun, dia menghabisi orang di sekelilingnya.“Aku akan membawanya masuk,” tukas pria yang tengah menggendong tubuh Meta, yang tidak lain pria yang diselamatkan oleh Meta secara tidak langsung.Edward ingin mencegahnya. Namun, kekuasaan Regano sama besar dengan pria itu. Dia hanya bisa melampiaskan kemarahannya pada orang lain. Sampai punggung Regano menghilang, pandangan Edward masih mengawasi pria itu.“Mati kalian semua!”Selanjutnya Edward benar-benar tidak memberi ampun. Terutama untuk orang yang sudaah berani melukai tawannnya. Hanya dia yang bisa melakukannya.“Ampun!” mohon orang itu, mulai terbatuk dan mengeluarkan darah. Edward menginjak dada pria yang sudah tidak berdaya itu. Edward tersenyum miring, memohon ampun padanya justru membuat semakin senang bermain-main.“Tangan mana yang udah kamu gunakan menusuk wanitaku?”“Ampuni aku. Sungguh, aku tak
Nyawa lima orang berada di tangannya. Meta harus bangun jika ingin orang-orang yang tengah berusaha mengobati lukanya. Sungguh, Meta dibuat bimbang antara harus bertahan atau membiarkan hidupnya berakhir. Dia membuka matanya, kembali ke tempat yang sama saat di bertemu dengan Xadira.Gadis itu memilih berdiam diri, tidak siap jika harus bertemu dengan mimpi buruknya lagi. Suara langkah kaki yang mendekat membuatnya was-was.“Maafkan aku, Ta. Harusnya aku tidak pernah melibatkanmu,” mohon suara itu. Meta masih kukuh mempertahankan posisinya, tidak ingin melihat sosok itu. Dari suaranya dia bisa menebak bahwa itu adalah Xadira.“Tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu saat itu, Ta. Edward sakit, dan aku sungguh ingin menyembuhkannya,” lirih Xadira. Masih sama, gadis lemah itu selalu menyusahkan Meta, bahkan hingga saat ini.Meta mengangkat kepalanya, menatap mata Xadira yang berkaca-kaca. Seandainya gadis itu lebih berani, semua ini tidak akan terjadi. Seandainya Xadira bisa lebih jujur
Belum juga bisa mengetahu keberadaan rumah yang lama, kini suasana baru menyambutnya. Serangan beberapa waktu lalu sepertinya menghaancurkan banyak hal, membuat Edward terpaksa memindahkan mereka ke markas baru. Meta melangkah begitu hati-hati, lukanya masih terasa sangat perih. Rasa ingin tahu, membawanya keluar kamar. Sepi, kesan pertama yang Meta temukan. “Nona Meta, apa yang anda lakukan?” tanya Ren menghampiri gadis itu. Ren terlihat cemas, memeriksa luka Meta yang belum juga mengering. “Non sebaiknya kembali ke kamar, atau Tuan Edward bisa marah,” pintanya, Meta mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Regano dan Edward. Terbesit rasa khawatir, Edward akan melakukan hal buruk pada Regano. “Aku udah dengar semua. Terima kasih sudah menolong sahabatku,” ungkap Ren tiba-tiba, Meta menautkan alisnya. Wanita itu tersenyum begitu tulus. Meta mengangguk kecil, toh akhirnya Regano akan menerima hukuman dari Edward, jadi sama saja. “Regano adalah sahabat sekaligus tangan kanan Tu
Status sebagai babu benar-benar terlihat semakin jelas, dari gadis yang tengah memotong sayur-sayuran tersebut. Meta terkejut saat tangannya ditarik oleh seseorang, dan baru menyadari tangannya terluka.Regano mencuci cairan kental sampai bersih, lalu dengan telaten membalut luka tersebut. Meta hanya diam memperhatikan semua yang dilakukan pria itu.“Edward bisa marah kalau melihatmu melukai diri seperti ini,”Meta tersadar saat pria itu mengajaknya berbicara. Pikiran Meta masih dipenuhi oleh Edward yang tiba-tiba minta dipeluk olehnya. Malam itu, Edward berkali-kali mengubah posisi dalam pelukan Meta demi mendapatkan kenyamanan, sesekali Meta merasakan napas pria itu yang memburu, seperti mengalami mimpi buruk.“Apa yang kamu pikirkan?”“Entahlah, aku juga tidak paham isi pikiranku, terlalu rancu,”Dia hanya mengikuti nalurinya untuk mengelus punggung pria yang tengah tertidur tersebut, sampai pria itu bisa tidur dengan nyaman. Dulu, Yoona sering mengelus punggungnya agar dia bisa ti
Mobil mewah dengan berbagai jenis dan perusahaan produksi kini, telah berkumpul untuk aksi balapan. Masing-masing pendukung mulai berkumpul di sisi jalan, sementara mereka yang akan bersaing menakhlukkan jalanan mulai bersiap.Terhitung ada tujuh orang yang akan saling bersaing, masing-masing dengan mobil mewah terbaik dan kecepatannya tidak bisa diragukan.“Kamu hanya perlu menutup mata selama pertandingan,” ucap Regano memakaikan jaket yang cukup tebal pada gadis itu, tidak lupa penutup kepala agar Meta tidak kedinginan.“Apa aku bisa?” lirih Meta.Baru ikut latihan saja dia sudah muntah, bagaimana dengan pertandingan aslinya. Baru membayangkan saja sudah membuat perutnya terasa bergejolak. Meta meneguk air yang Regano berikan, mengatur napas untuk menenangkan diri.“Mereka pasti bukan orang biasa,” tebaknya menatap tujuh ooraang yang tengah berdiskusi tersebut. Edward bukan orang biasa, tentu tidak akan menghabiskan waktu untuk auto racing jika tidak ada yang sedang diincar pria
Edward menang dan mendapatkan keinginannya. Namun, seorang wanita kini tengah bertaruh nyawa akibat perbuatan pria itu. Dia adalah sosok pemimpin yang akan melakukan apa pun agar semua orang tundu padanya.Keenam pria yang mengalami kekalahan kini harus tunduk pada peraturan yang psikopat itu buat.“Minum dulu,” bujuk Regano, Meta menggeleng. Tubuhnya menolak semua yang Regano coba berikan, berakhir dengan dia yang memuntahkan isi perutnya. Sungguh, sangat menyiksa.“Wanita itu, apa dia baik-baik saja?” tanyanya, Regano menghela napas, mencoba berbohong pun tidak akan berguna. Meta terlalu cerdas untuk menebaknya.“Kecepatan mobil tesla beda dari mobil biasa, meski kecepatannya diturunkan tetap saja akan membuat orang yang ditabrak tidak baik-baik saja,” jelas Regano. Meta menutup wajahnya dengan tangan, masih tidak menyangka bahwa dia terlibat dalam kejahatan tabrak lari.Edward terlihat tenang, mulai mendiskusikan banyak hal dan menerima selamat dari orang-orang.“Dia benar-benar ti
Mata hitam pekat tanpa kehangatan itu menatapnya penuh peringatan. Pertama kalinya, Meta merasakan kelegaan yang luar biasa saat melihat mata menakutkan itu. Gadis itu mengmabil jarak beberapa meter, memberi ruang untuk Edward menghadapi mereka.Hanya butuh lima menit, pria itu sudah kembali masih dengan raut tenangnya.“Mau mencoba kabur, heum?”Bukannya menjawab, Meta malah tenggelam pada tatapan tanpa kehangatan itu. Bagaimana dia bisa kabur, jalan untuk pulang saja dia tidak tahu. Jika Edward tidak datang, mungkin riwayatnya sudah tamat di tangan preman jalanan tadi, meski sama saja jika dia jatuh lagi ke tangan Edward.“Sudah kubilang, ke mana pun kamu pergi, aku pasti menemukanmu, jadi jangan pernah bermimpi untuk lari dariku, heum!” pungkas Edward. Meta masih bergeming.Mata coklatnya membulat saat melihat salah serang dari lawan mereka bangkit dan hendak memukul Edward dengan balok.Meta spontan berdiri. Dia juga tidak mengetahui apa yang sedang dia pikirkan, sampai menyelama