Beranda / Romansa / Tawanan Pewaris Psikopat / BAB 3. Pertunjukan Gila

Share

BAB 3. Pertunjukan Gila

Penulis: authorsemesta
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-09 22:50:00

Cahaya temaram, suhu yang begitu dingin membuat Meta mulai was-was. Sekelilingnya dipenuhi dengan warna putih, dan alat-alat laboratorium. Mata gadis itu membulat kala menemukan benda tajam berjejer dengan rapi, ditambah beberapa pistol.

Kakinya mulai gemetar. Meta lagi-lagi mencoba untuk kabur, dan gagal lagi. Gadis itu mulai memperkirakan sebanyak apa penjaga yang Edward sewa. Juga, mereka tahu tuannya seorang psikopat, kenapa malah diam saja? Atau memang mereka semua juga bagian dari ini.

“Mau ke mana kelinci manis? Sudah kubilang, jadilah penurut, agar tetap hidup,” bisik Edward menarik paksa Meta untuk duduk di kursi.

Seorang pria yang kepalanya ditutup dibawa masuk. Jantung Meta berdetak dengan cepat. Postur tubuh orang itu terlihat seperti Adam.

“Jangan! Tolong jangan sakiti Papa!”

Meski telah menjadikannya jaminan, Meta tidak akan sanggup melihat orang yang sangat dia sayangi, dihabisi di depan mata kepalanya sendiri. Seumur hidup, dia janji akan membenci Edward jika sampai hal itu terjadi.

Edward menoleh, tersenyum miring.

“Harusnya kamu senang. Dengan begitu, kekesalanmu akan berkurang. Bagaimanapun, Adam telah menjadikanmu jaminan, jadi wajar saja jika kamu ingin membalasnya,” lontar Edard santai, Meta menggeleng. masih yakin Adam punya alasan kuat untuk semua ini.

“Bukankah aku jaminannya, lalu kenapa Papa jadi korbanmu juga, hah! Apa menyiksaku tak cukup!” teriak Meta histeris. Gadis itu memukuli dada pria yang masih tenang tersebut.

“Hentikan, kelinci manis. Duduklah dan saksikan pertunjukannya,” bisik Edward mendorong Metaa kembali duduk di kursinya. Penutup kepala dibuka, bukan Adam. Meta menatap Edward, pria itu benar-benar tengah mempermainkannya.

“Adam bukan targetku, lagipula masih terlalu cepat jika pertunjukan utamanya sekarang. Harus ada pertunjukan-pertunjukan kecil, sebelum kita memasuki intinya,” ungkap Edward seperti mengerti makna tatapan Meta.

Meski bukan Adam, tetap saja jantung Meta masih belum bisa berdetak normal. Dia hadapannya, seseorang akan diakhiri hidupnya. Meta menutup mata saat Edward memulai aksinya.

“Ikat tangannya!” perintah pria itu.

Pengawal tersebut mengikat tangan Meta agar gadis itu tidak bisa menutup mata dengan itu. Meta menggeleng tidak percaya, Edward benar-benar ingin menyiksanya.

Di hadapannya, Edward memulai aksinya. Teriakan dan rintihan memekakan telinga membuat Meta menutup matanya kuat. Namun, telinganya berfungsi dngan baik. Dia bisa mendengar suara tembakan, juga pisau yang mengenai dinding. Dia juga bisa mencium bau darah yang semakin menyengat.

“Pa, hiks,” Meta menangis.

“Buka matamu, nona. Ini pertunjukan begitu hebat. Jarang sekali aku menunjukkannya pada orang asing,” lontar Edward. Suara langkah kaki, membuat gadis itu was-was. Edward membuka ikatannya, memaksa Meta untuk membuka matanya.

“Lihat! Indah, bukan!” bisik pria itu.

Meta terduduk lemas, perutnya terasa diguncang sekarang.

“Hueekkk,” Dan gadis itu mengeluarkan semua isi perutnya.

Sungguh, dia tersiksa berada di ruangan itu. Meta ingin sekali pergi, tetapi sangat mustahil mengingat kondisinya untuk berdiri saja tidak mampu.

“Jika tidak ingin berakhir seperti dia, maka jadilah kelinci penurut,” gumam Edward dengan suara rendah dan penuh peringatan.

Meta tidak berdaya, bahkan saat Edward menarik rambutnya, agar dia mendongak, gadis itu hanya mengulas senyum kecut.

“Akhiri saja, jangan menyiksaku begini,” lirih gadis itu.

Meta tidak tahu letak kesalahannya, dan mengapa dia disiksa oleh Edward. Melihat pertunjukan gila yang Edward lakukan, membuatnya ingin mati saja. Sudah tidak ada gunanya lagi hidup dan menjadi tawanan seorang psikopat.

“Harusnya kamu menyadari letak kesalahanmu dulu, baru ini akan berakhir. Sayangnya, kamu merasa tersiksa tanpa sadar kalau ini mungkin hukuman untuk kesalahan yang kamu perbuat,” ucap Edward lagi.

Meta menoleh, memberanikan diri melihat tubuh yang sudah kehilangan nyawanya itu.

“Semua sudah disiapkan tuan. Kotaknya siap dikirim,” jelas pengawal pria bermata hitam pekat itu. Edward mengangguk, hanya mengangkat tangannya, seolah mereka mengerti maksudnya, paara pengawal itu mulai bergerak membersihkan kekacauan yang dibuat tuan mereka.

Kini tersisa mereka berdua di ruangan dingin itu. Dalam waktu singkat, ruangan itu kembali bersih, seolah tidak terjadi apa pun sebelumnya.

“Kesalahan pertama, kamu berani membuka kotak yang harusnya tidak kamu buka. Kesalahan kedua, kamu berani meneriakiku, bahkan mereka saja tidak berani melakukannya. kesalahan ketiga, kamu dengan berani menggoreskan luka di tubuh itu, di mana hanya aku yang boleh melakukannya,” lontar Edward. Mata Meta membulat sempurnya mendengar kesalahan ketiga.

“Tubuh ini milikku, terserah ingin kuapakan,” gumam Meta lemah. Dia kehilangan seluruh tenaganya, dan dia yakin tidak akan bisa tidur nyenyak malam ini.

Meta menyaksikan aksi gila yang menghabisi nyawa seseorang. Namun, dia hanya diam saja tanpa bisa melakukan apa-apa.

Edward mengangkat dagu Meta lagi, menatap dua mata indah yang ingin sekali dia lihat kehilangan harapan.

“Namun mulai detik Adam menjaminkannya padaku, semua yang ada padamu adalah milikku. Jadi, jangan bermimpi bisa melukai semua yang kumiliki. Paham!” bentak pria itu menghempaskan Meta ke lantai.

Sungguh, Meta berharap kegelapan merengut kesadaran saat ini juga. Sakit, seluruh tubuhnya terasa remuk, kakinya tidak mampu berdiri, dan kepalanya mulai terasa berat.

“Jika kamu berani menutup mata, peluru panas itu akan membangunkanmu lagi,” ancam Edward memainkan pistol di tangannya. Meta mencoba untuk tetap sadar. Susah payah, dia mencoba untuk bisa berdiri.

“Lakukan sesukamu, tembak saja kepalaku sekarang,” ucap Meta mengarahkan pistol tersebut ke kepalanya. Edward menatapnya dingin. Meta benar-benar kehilangan harapan?

Ah, ini terlalu mudah, dan Edward sangat tidak suka. Keduanya masih terdiam dengan posisi pistol diarahkan ke kepala Meta. Gadis itu seperti sudah siap untuk menemui ajalnya.

Dor!

Dua tembakan terlepas begitu saja. Namun, Meta sama sekaali tidak merasakan apa pun. Tidak mungkin Edward meleset. Gadis itu membuka matanya, dan menemukan Edward yang menembakkan pistol lain di tangaan kirinya.

Satu kali hentakan, Edward menjaauhkan tangan Meta dari pistol yang dia pegang.

“Tentu tidak semudah itu, nona! Dan kamu sudah membuatku kesal, jadi harus dihukum,” ucap pria itu tidak main-main.

Edward mengangkat tubuh Meta, menghempaskannya dengan kasar ke atas kasur. Tangisan memilukan terdengar. Untuk mengakhiri hidupnya saja begitu sulit untuk Meta lakukan.

Edward melepas ikat pinggangnya dan mulai mencambuk punggung gadis itu. Meta berteriak kesakitan, membenamkan wajahnya di bantal, berharap bisa mengurangi rasa sakitnya. Dia sangat ingin menemui ajalnya saat ini juga. Namun, Edward seolah belum puas menyiksanya.

Sebelum kegelapan merengut kesadarannya, Meta bisa merasakan saat Edward mengecup kedua matanya, memperbaiki posisinya.

“Sudah kubilang jadilah penurut. Cukup nikmati permainan ini, dengan begitu kamu bisa mengakhirinya dengan mudah,” bisiknya.

Tak lama kemudian beberapa orang dokter masuk ke kamar tersebut.

“Besok dia harus udah sembuh. Ada banyak permainan yang harus dia saksikan,” ucapnya penuh peringatan, dokter tersebut mengangguk mengerti.

Dia melukainya, tetapi dia juga mengobatinya. Edward seperti sengaja mempermaikannya. Samar-samar, Meta bisa melihat pria itu melangkah menjauh sampai hilang dari pandangannya.

Meta Marfora Anastasya, seorang pemimpi kini hanya berharap malaikat maut segera menjemputnya, melepaskannya dari siksaan sang psikopat berhati dingin itu.

Bab terkait

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 4. Mimpi Buruk Meta

    Meta dibesarkan dengan baik, memiliki keluarga harmonis yang kapan saja selalu di sisinya. Sangkin sempurnanya hidup yang diberikan, Meta sampai lupa jika pelangi hanya datang sebentar lalu menghilang. Banyak yang mengatakan lebih baik bersusah lalu senang kemudian, daripada berakhir menyakitkan saat terbiasa menjalani hidup yang sempurna. Dia membuka matanya, menemukan cahaya yang terasa asing. “Apa aku sudah mati?” gumamnya, baru disadari masih mengenakan pakaian yang terakhir kali. Ah, tentu tidak akan semudah itu. Edward pasti akan menyembuhkan lukanya lalu memberi luka baru lagi. Begitulah cara Edward menyiksanya. Entah kapan semua akan berakhir atau mungkin tidak akan pernah sama sekali. Gadis itu menyipitkan matanya, menemukan seorang gadis berpakaian SMA yang tengah menikmati keindahan taman di hadapannya. Meta baru menyadari, tengah berada di sekolah lamanya. Perlahan, dia melangkah mendekat, bersamaan dengan gadis itu yang berbalik. “Xadira? Kamu gak apa-apa?” Meta mengh

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-09
  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 5. Xadira Ternyata..

    Sepertinya tidak cukup dengan luka fisik akibat benda-benda tajam dan senjata panas yang Edward miliki. Pria itu juga berhasil membuat otak tidak seberapa Meta lelah berpikir. Bisa-bisanya pria itu malah menyuruhnya menyelesaikan soal-soal. Meta itu tidak pintar soal akademik, lebih mengeluti bidang bidng non akademik seperti model majalah misalnya. Meta mengacak rambutnya. Sungguh, dia begitu lelah berpikir sekarang, mulai menyesal dulu lebih memilih tidur saat pelajaran fisika, dan matematika. Sekarang, dia bahkan tidak mengerti apa yang ditanyakan dalam soal. Gadis itu sudah mencoba belajar otodidak menggunakan jaringan internet, tetap saja tak kunjung menemukan pencerahan. “Nih soal apa teka-teki hidup sih, susah amat,” rutuk Meta mulai menyerah. Dia membaca soal berulang kali, dan hasilnya nihil. Meta menyerah, meletakkan kepalanya di atas meja. Baru juga beristirahat, bel kembali berbunyi, bersamaan dengan notifikaasi yang masuk ke ponsel hitam tersebut. Seluruh hidup Edward

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-09
  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 6. Bulying

    Meta Marfora Anastasya, si anggun dan sempurna. Kerumunan seketika membelah, memberi jalan bagi model kebanggaan sekolah mereka itu. Tatapan kagum tampak jelas, mulai dari atas sampai ke bawah, penampilan Meta benar-benar tidak mengecewakan. Dia hanya mengenakan seragam seperti mereka, dimodif sedikit, ditambah tubuh Meta yang terbentuk sempurna.“Meta, punya waktu buat dinner? Aku ada tiket nontong film yang lagi trending,” tanya seorang pria berwajah blasteran. Meta tersenyum manis, melambungkan harapan tinggi akan diterima oleh gadis itu.“No, aku ada pemotretan dan sangat sibuk, jadi mungkin tak akan memiliki waktu bersama pria yang tidak penting,” sahut Meta tanpa menghilangkan senyumnya. Penolakan lagi. Sudah bukan hal baru Meta yang menolak pria tampan di sekolah mereka.“Apa dia tidak suka pria?” celetuk salah satu siswa yang menyaksikan penolakan tersebut. Perkataan itu terdengar ke telinga Meta. Dia melangkah begitu anggun, mendekati siswa yang mengejeknya?“Apa kamu punya

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-21
  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 7. Mimpi yang Terkubur

    Tangannya penuh lebam, tubuhnya sudah tidak semulus dulu, dan wajahnya penuh bekas luka. Tubuh dan wajah yang dulu begitu dia kagumi, kini hanya sisa kenangan. Mimpi yang hampir dia gapai harus terkubur. Entah bisa dia bangkitkan lagi, atau akan berakhir sia-sia.“Apa mimpi terbesarmu?” tanya Xadira.Meta berhenti sejenak, memperhatikan pantulan wajahnya di cermin. Wajah itu begitu sempurna, keinginan kaum hawa. Namun, terkadang Meta merasa ada yang berbeda saat menatap wajahnya sendiri.Meta menoleh, menatap Xadira yang tengah merapikan seragamnya. Pagi-pagi sekali, Meta meminta gadis itu datang, membantunya bersiap ke sekolah. Xadira terlalu baik dan polos, membuat semua orang meremehkan gadis itu.“Menjadi seorang model internasional, mungkin,” jawab Meta. Pada akhirnya, dia akan melanjutkan semua yang sudah dia mulai. Xadira tersenyum bangga, membantu Meta mengenakan seragamnya.“Kamu cantik, memiliki potensi untuk menjadi model terkenal. Aku percaya kamu akan mendapatkannya. Tid

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-21
  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 8. Serangan

    Meta pasrah, hanya perlu menunggu sampai Edward selesai dan mengakhiri hidupnya. Akan lebih mudah jika Edward salah sasaran dan peluru itu menembus kepalanya. Semua akan berakhir. Dia tidak akan merasa sakit terus menerus, ditambah rasa bersalahanya akan selesai begitu saja.“Sangat tidak menyenangkan melihatmu mengorbankan diri seperti ini. Tunggu, apa kamu tau arti sebuah pengorbanan?” oceh Edward sembari mempersiapkan pistolnya. Meta hanya diam, dengan tangan memegangi apel yang menjadi sasaran peluru Edward di atas kepalanya.Meta tidak takut, sebaliknya dia begitu siap jika hidupnya berakhir detik itu juga.“Kamu pikir aku tidak mengetahuinya? Percayalah, pergorbanan ini akan berakhir sia-sia,” lontar Edward, bersamaan dengan tikus tadi dibawa masuk oleh pengawalnya.Edward tersenyum miring “Kamu pikir bisa menyelamatkannya dengan mengorbankan dirimu sendiri?” terkanya.“Bukan, aku hanya ingin mendapat hukuman. Siapa bilang aku mengorbankan diri sendiri,” sahut Meta akhirnya. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-21
  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 9. Belum Berakhir

    Edward menggila, bukan hanya musuh yang menjadi sasarannya, tetapi juga orang-orang yang tidak berusaha melindungi Meta. Tanpa ampun, dia menghabisi orang di sekelilingnya.“Aku akan membawanya masuk,” tukas pria yang tengah menggendong tubuh Meta, yang tidak lain pria yang diselamatkan oleh Meta secara tidak langsung.Edward ingin mencegahnya. Namun, kekuasaan Regano sama besar dengan pria itu. Dia hanya bisa melampiaskan kemarahannya pada orang lain. Sampai punggung Regano menghilang, pandangan Edward masih mengawasi pria itu.“Mati kalian semua!”Selanjutnya Edward benar-benar tidak memberi ampun. Terutama untuk orang yang sudaah berani melukai tawannnya. Hanya dia yang bisa melakukannya.“Ampun!” mohon orang itu, mulai terbatuk dan mengeluarkan darah. Edward menginjak dada pria yang sudah tidak berdaya itu. Edward tersenyum miring, memohon ampun padanya justru membuat semakin senang bermain-main.“Tangan mana yang udah kamu gunakan menusuk wanitaku?”“Ampuni aku. Sungguh, aku tak

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-25
  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 10. Pembelaan

    Nyawa lima orang berada di tangannya. Meta harus bangun jika ingin orang-orang yang tengah berusaha mengobati lukanya. Sungguh, Meta dibuat bimbang antara harus bertahan atau membiarkan hidupnya berakhir. Dia membuka matanya, kembali ke tempat yang sama saat di bertemu dengan Xadira.Gadis itu memilih berdiam diri, tidak siap jika harus bertemu dengan mimpi buruknya lagi. Suara langkah kaki yang mendekat membuatnya was-was.“Maafkan aku, Ta. Harusnya aku tidak pernah melibatkanmu,” mohon suara itu. Meta masih kukuh mempertahankan posisinya, tidak ingin melihat sosok itu. Dari suaranya dia bisa menebak bahwa itu adalah Xadira.“Tapi aku benar-benar butuh bantuan kamu saat itu, Ta. Edward sakit, dan aku sungguh ingin menyembuhkannya,” lirih Xadira. Masih sama, gadis lemah itu selalu menyusahkan Meta, bahkan hingga saat ini.Meta mengangkat kepalanya, menatap mata Xadira yang berkaca-kaca. Seandainya gadis itu lebih berani, semua ini tidak akan terjadi. Seandainya Xadira bisa lebih jujur

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26
  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 11. Hug

    Belum juga bisa mengetahu keberadaan rumah yang lama, kini suasana baru menyambutnya. Serangan beberapa waktu lalu sepertinya menghaancurkan banyak hal, membuat Edward terpaksa memindahkan mereka ke markas baru. Meta melangkah begitu hati-hati, lukanya masih terasa sangat perih. Rasa ingin tahu, membawanya keluar kamar. Sepi, kesan pertama yang Meta temukan. “Nona Meta, apa yang anda lakukan?” tanya Ren menghampiri gadis itu. Ren terlihat cemas, memeriksa luka Meta yang belum juga mengering. “Non sebaiknya kembali ke kamar, atau Tuan Edward bisa marah,” pintanya, Meta mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Regano dan Edward. Terbesit rasa khawatir, Edward akan melakukan hal buruk pada Regano. “Aku udah dengar semua. Terima kasih sudah menolong sahabatku,” ungkap Ren tiba-tiba, Meta menautkan alisnya. Wanita itu tersenyum begitu tulus. Meta mengangguk kecil, toh akhirnya Regano akan menerima hukuman dari Edward, jadi sama saja. “Regano adalah sahabat sekaligus tangan kanan Tu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-26

Bab terbaru

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 134. New Life

    Dua tahun berlalu begitu saja. Dengan sedikit bantuan dari world agency hukumannya bisa selesai lebih cepat. Dia kini bisa menghirup udara dengan bebas. Tangannya terentang, menyambut dunia barunya.Mobil hitam berhenti, membuat senyumnya semakin lebar.“Selamat datang kembali, Edward,” sapa Regano.Tidak ada embel-embel ‘tuan’ lagi, karena sejak hari itu mereka hanyalah saudara yang akan memulai hidup baru. Edward terkekeh, lantas masuk ke dalam mobil, mendahului sang supir.“Bagaimana keadaannya?”Sebulan yang lalu, dia akhirnya mendengar berita terbaiknya. Meta akhirnya bangun setelah tidur cukup lama. Edward sungguh berpikir tidak memiliki kesempatan untuk bersama wanitanya lagi. Namun, harapan itu sedikit memudar kala mengetahui kalau Meta kehilangan cukup banyak kenangannya.“Keadaannya mulai membaik, meski harus menjalani latihan untuk bisa berjalan lagi,” jelas Regano.Selain memori, Meta juga sempat tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya atau disebut lumpuh total. Sebulan t

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 133. Cinta yang Sempurna

    Dia terlahir dengan julukan monster, tatapan benci bercampur rasa takut yang sering dijumpainya. Bukan hanya orang-orang, bahkan ibunya tak pernah mau menatapnya sebagai seorang putra. Bertahun-tahun, dia hidup dalam kegelapan. Edward Leonardo, namanya. Si pria berhati dingin dan beku. Tidak ada cinta, bahkan tidak ada rasa sedikit pun. Ditolak oleh orang-orang memaksa kepribadian gelapnya muncul. Asnaf adalah role model yang dia miliki, satu-satunya. Hanya Asnaf-yang sama dengannya- yang mau dekat dengan Edward. Asnaf membesarkannya dengan cara yang salah, hingga Edward tumbuh sesuai keinginan pria psikopat tersebut. Waktu berjalan begitu cepat. Edward yang tanpa perasaan, dinobatkan sebagai leader dalam organisasi besar dunia. Mafia yang akan mengambil organ milik orang lain yang tak mampu memenuhi target. Apa saja, termasuk hidup mereka jadi jaminannya. “Kamu hanya perlu menjalani hukuman penjara selama dua tahun, leader,” ucap Mr. Secret A. Tidak ada pilihan. Masalah sudah mera

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 132. Perjuangan Terakhir

    Bagi Dion terlalu mudah mengakhiri rasa sakit hanya dengan membunuh Edward. Bertahun-tahu dia hidup dalam penderitaan setelah kehilangan gadis yang dia sayangi, sementara Edward terus beraksi tanpa takut sedikit pun. Kali ini, dia hanya ingin pria itu merasakan penderitaan yang sama dengannya. Dia ingin Edward merasakan ketakutan yang luar biasa. “Kamu pikir aku akan mudah melakukannya?” Dion terkekeh, menarik Meta agar mengikuti langkahnya. Tidak seorang pun berani melangkah. Meta menangis, menatap Adam yang semakin melemah. Dia sungguh ingin berlari dan memeluk pria tersebut. “Tolong Papa,” gumam Meta sebelum Dion memaksanya masuk ke dalam mobil. Edward menurut, menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Adam ke rumah sakit. Dia dan Regano akan mengejar mobil yang Dion bawa. Di dalam mobil Meta hanya terus menangis, bukan karena dirinya dalam bahaya, melainkan karena takut tidak bisa melihat Adam lagi. “Kamu hebat! Aku akui itu. Kamu bisa membuat leader tergila-gila, bahkan tak

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 131. Te Amo, Meta

    Kakinya terus melangkah, tanpa keinginan melihat ke belakang. Dia semakin jauh ke dalam kegelapan, ke tengah pepohonan yang semakin menjulang tinggi. Rasa takut kerap muncul. Namun, tekad untuk segera pergi dari tempat itu tak kalah besar. Dia terus melangkah lebar. Sebelah tangannya memegang satu-satunya pistol yang jadi alatnya untuk saat ini.Dor!Dia kembali menembak di salah satu pohon, memberi petunjuk. Dia sadar akan ada seseorang yang mencarinya nanti. Petunjuk itu akan membantunya untuk ditemukan lebih mudah.“Sssh, bertahanlah, Nak. Kita akan segera keluar dari tempat ini,” gumamnya mengelus perutnya yang semakin perih.Sesuatu yang buruk bisa terjadi jika dia terlambat keluar dari tempat itu.“Awss,”Pada akhirnya, Meta kehilangan tenaga untuk terus melangkah. Rasa sakit melanda seluruh tubuhnya, bukan hanya perut. Napasnya mulai tercekat, pelipinya dipenuhi keringat. Tubuhnya lemas, seolah tenaganya terserap habis tanpa sisa.“Ed, tolong,” gumamnya lirih. Dia bersandar di

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 130. Rasa yang Tak Seharusnya

    Dari mana semua permasalahan ini bermula? Rasa cinta yang tidak bisa dikendalikan adalah awal semua dimulai. Azura jatuh hati pada pangeran kegelapan. Jika waktu diputar dan Azura tidak pernah menikah dengan Asnaf, mungkin kisah ini gak akan dimulai. Tidak ada Edward atau pewaris gen psikopat dari pria kegelapan tersebut. Satu sisi, jika saja Dion tidak jatuh hati pada gadis kecil itu, pasti tidak akan ada akar pahit, hingga sejauh ini.Rasa yang tak seharusnya hadir, terkadang menjadi sebuah kesalahan, menjadi pemicu akan skenario yang lebih rumit. Akan tetapi, apakah manusia bisa mengatur segalanya? Tentu saja tidak.Sebagai seorang anak, Edward dulunya selalu mengikuti jejak Asnaf, sampai semua semakin memburuk saat Asnaf hampir saja menjadikan Xadira-putrinya sendiri- sebagai korbannya. Edward jelas tidak terima, dan memutuskan untuk mengurung Asnaf selama bertahun-tahun. Pada awalnya, pria itu akan rutin memerintah anak buahnya mengirimkan beberapa ekor kelinci sebagai pemuas has

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 129. Misi Penyelamatan

    Meta berusaha menahan diri untuk meneriaki Dion sekarang juga. Rasa bencinya menumpuk begitu mengetahui kalau Dion yang memaksa Xadira melompat dari atas gedung. Perlahan tangannya menyusup ke sela kemeja yang dikenakannya, meraih sesuatu dari dalam sana. “Kamu tidak ingin minum dulu, manis? Bukankah kamu butuh tenaga untuk menghadapi ini semua?” Dion menyodorkan segelas susu. Awalnya Meta curiga, tetapi juga tidak memiliki pilihan lain. Dia menegok cairan kental berwarna putih itu meski sedikit. “Manis sekali,” tangan Dion terulur, membersihkan sisa susu di bibir Meta. Pria itu tersenyum hingga memunculkan lesung pipinya. Dia memperhatikan detail wajah Meta, sangat indah. Pantas saja Edward yang notabenya tidak memiliki hati, bisa luluh pada gadis itu, bahkan sampai membuat Meta mengandung keturunannya. “Seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku akan jatuh cinta padamu. Sayang sekali, kamu adalah milik dari musuhku sendiri,” lontar pria itu lebih mirip seperti psikopat menge

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 128. Kebenaran

    Satu per satu kebenaran terungkap. Edward yang ternyata tidak mewarisi gen dari Asnaf. Banyak hal yang berubah akibat satu kebenaran yang disembunyikan. Azura jelas tidak terima akan kegagalan itu. Saat itu juga, dia mengajukan agar rumah sakit tersebut ditutup, didukung dengan data yang ada. Akan lebih banyak korban jika rumah sakit itu terus beroperasi. “Mulai sekarang, kamu harus hidup normal. Kalau perlu keluar saja dari world agency,” pinta Azura. “Tidak semudah yang Mama pikirkan,” Azura mengangguk paham. Perlahan, dia ingin Edward menjalani hidup selayaknya pemuda pada umumnya. Mungkin, jika Meta mau kembali, hidup putranya itu akan lebih sempurna. “Soal Meta, Mama sungguh minta maaf udah buat kalian takut memiliki anak. Sekarang, Mama justru ingin segera menimang cucu. Melihat keriput yang semakin banyak, rasanya tak sabar dipanggil nenek,” Azura terkekeh, membayangkan dirinya menimang bayi mungil. Dia bisa menebus kesalahan dengan membantu Meta membesarkan cucunya dengan

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 127. Akar Pahit

    Saat kesempatan itu datang, Meta hanya ingin memperbaiki apa yang rusak di antara dia dan Edward. Mungkin cara Xadira salah, tetapi dia tetap seorang adik yang ingin saudaranya sembuh. Jika aku tidak bisa, maka setidaknya kamu harus membantu Bang Edward untuk sembuh. Tolong, wujudin mimpi aku, Ta. Meta akhirnya membuka mata. Mimpi itu kembali, mimpi yang sama di mana Xadira muncul dan memintanya untuk kembali. Xadira berkali-kali mengigatkannya untuk berhati-hati dengan Dion. “Sudah bangun, manis?” Meta menoleh, Dion tersenyum miring. Meta memegangi keningnya yang terasa pening, baru sadar ada cairan kental berwarna merah di tangannya. Benar juga, dia sempat kejar-kejaran sebelum kecelakaan itu terjadi. Rasa pusing menyerangnya, tetapi itu tidak seburuk rasa khawatir pada anaknya. Meta memegangi perutnya, bersyukur tidak terjadi hal buruk pada anak itu. “Kamu butuh sesuatu?” tanya Dion bersikap sok manis, hingga membuat Meta ingin muntah di hadapan pria itu. Si perusak yang mengha

  • Tawanan Pewaris Psikopat   BAB 126. Secret Son of SM Group

    Perkembangan baru terlihat hari ini, setelah dua bulan berlalu. Kelopak mata sang leader akhirnya menunjukkan pergerakan, sebelum akhirnya terbuka. Langit-langit putih menyambutnya. Pertama kali selam hidupnya, dia terbaring selama itu di rumah sakit.Pintu ruangan yang terbuka, menarik atensi pria itu. Wajah Azura tampak sembab, kantung matanya menghitam bersama kerutan yang menandakan usia wanita itu yang semakin menua. Sudut bibir Azura terangkat, membentuk lengkungan sabit tipis.“Akhirnya kamu bangun juga, Nak,” gumam Azura penuh haru.Dua bulan dipenuhi rasa takut akan kehilangan. Hanya Edward yang kini dia miliki. Tangan Azura terulur, membantu pria itu untuk duduk, lantas menyodorkan air minum untuknya. Meski tampak enggan, Edward tidak menolak semua bantuan wanita tersebut.“Mama baik-baik aja?”Tangis Azura pecah mendengar pertanyaan putranya. Tak menunda lagi, dia memeluk tubuh putranya dengan lembut. Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan hati Azura saat ini. Hanya tangi

DMCA.com Protection Status