Meta memejamkan mata, menggigit bibirnya untuk meredam teriakan. Rasa sakit terus menyerang punggungnya, tiap kali Edward melayangkan cambukan. Pria itu benar-benar murka. Dia gelap mata, menghiraukan penjelasan yang coba Meta lontarkan. Percuma saja, gara-gara gadis ceroboh itu, organisasinya kini dalam masalah besar.Jika sampai pelakunya berhasil kabur, dan membongkar isi kotak rahasia. Berakhir sudah organisasi yang sudah dia rintis sejak lama.“Bukankah aku sudah memperingatkanmu? Kenapa kamu berani memancing kemarahanku, sialan!” teriak Edward kembali mencambuk punggung gadis itu.Meta lemas, tidak lagi memiliki tenaga untuk menjawab perkataan Edward. Gadis itu tidak berhenti berdoa, agar Adam baik-baik saja, begitu juga dengan Regano. Meta yakin, pria itu akan berusaha meluruskan kesalah pahaman yang tengah terjadi.Edward menarik tubuh Meta, dan mendorongnya ke lantai. Gadis itu tersungkur.“Apa? Dengan apa kamu membayar Regano, heh? Bisa-bisanya kamu melibatkan orang kepercay
Nyonya besar Leonardo muncul seperti malaikat untuk Meta. Wanita paruh baya itu masih kukuh memeluk Meta, tidak membiarkan gadis malang itu jatuh ke tangan putranya dan mendapatkan siksaan lagi. “Ma, aku masih menghormatimu sebagai orang yang melahirkanku, tapi bukan berarti kamu berhak untuk ikut campur lebih jauh dalam kehidupanku,” lontar Edward. Meta tahu pria itu tidak akan bisa menyakiti ibunya sendiri, artinya Edward sama sekai tidak memiliki masalah dengan orang tuanya. “Dia bisa mati kedinginan jika kamu membiarkannya seperti tadi,” “Dia sendiri justru ingin mati, Ma. Aku hanya membantu mewujudkan keinginannya, meski aku masih ingin bermain-main dengannya,” lontar Edward. Wanita paruh baya itu menoleh, menatap tepat di netra coklat Meta. Edward benar, tidak ada semangat untuk hidup di mata itu. Meta seolah sudah pasrah dengan hidupnya. “Dia harus tetap hidup, demi menepati janjinya pada seseorang,” gumam wanita itu menatap tepat di mata Meta. Meta membalas tatapannya
Regano percaya Meta dan Adam tidak terlibat atas kasus pembobolan gudang rahasia mereka. Hanya menggunakan logika, Adam akan ikut terjerat jika sampai is gudang dan organisasi besar mereka terbongkar. Pria paruh baya itu tidak mungkin melakukan hal sebodoh itu, apalagi sampai membahayakan nyawa putrinya sendiri.Meski tidak mendapat izin, Regano tetap melakukannya, melacak keberadaan mobil yang dibawa pelakunya. Dia cukup beruntung, setiap id card nyatanya terhubung dengan ponsel si empunya.Regano membuka aplikasi rahasia yang hanya digunakan oleh organisasi mereka, lalu mulai menghubungan dengan id card yang dibawa si pembobol.Gotcha! Dia menemukannya.Edward tidak akan percaya meski dimainkan logikanya, pria itu butuh pembuktian, dan Regano harus selalu berusaha untuk mendapatkan bukti nyata. Bukan pertama kalinya, mereka kecolongan, dan Edward selalu gegabah mengambil keputusan. Hal yang membuat dia akhirnya menerima kehadiran Ren dan Regano. Mereka saling melengkapi baik kelebih
Meta terluka cukup parah. Peluru panas yang menembus kulitnya hampir menyentuh organ bagian dalam, ditambah luka luar di punggung Meta, memperparah keadaan gadis itu. dia bahkan hampir tidak terselamatkan jika Ren terlambat sedikit saja.“Dia harus ke rumah sakit. Kondisinya semakin memburuk, kita bisa kehilangan dia jika begini terus,” jelas Ren pada Edward, berusaha meyakinkan psikopat itu bahwa Meta benar-benar butuh perawatan yang lebih intensif.“Tidak perlu, akan lebih baik jika dia dirawat di rumah saja,” sahut Edward. Pria itu pergi begitu saja. Dia hanya memeriksa kondisi tawanannya tersebut.Kini tersisa Ren dan Regano yang sibuk dengan pikiran masing-masing. Ren menghela napas, kembali mengecek kondisi Meta, dan merawat luka gadis itu lebih hati-hati.“Kami akan pergi,” ucap Regano. Tidak ada gunanya membohongi Ren.“Apa yang terjadi?”“SM mengirimkan pesan rahasia lewat pelakunya. Mereka tidak benar-benar ingin mencuri barang rahasia kita, hanya sebagai jalan agar salah sa
Logo SM terpampang nyata di rumah yang seperti mansion tersebut. Pintu pagar dibuka, tepat saat mobil Edward tiba. Seperti mereka sudah mengetahui akan kedatangan tamu. Hanya tiga mobil yang masuk, selebihnya menunggu intruksi di luar zona kekuasaan SM.Setelah cukup lama, Edward kembali mengunjungi tempat itu. cukup banyak yang berubah. Terakhir kali, rumah itu hanya sisa puing-puing, akibat kekalahan pemimpinnya. Tidak ada rasa takut, meski harus memasuki kandang singa, bahkan tanpa pengawalan sama sekali. Edward sudah terbiasa melakukannya. Beberapa tahun yang lalu, dia bahkan menghadapi semuanya seorang diri, dan tetap keluar sebagai pemenang.Mr Vee, julukan untuk pemimpin SM, sepertinya belum juga belajar dari kekalahan, masih saja melakukan kesalahan saat menyambutnya.“Aku sungguh tidak suka disambut dengan ramah seperti ini. Kamu pasti sudah tau akhirnya akan seperti apa, bukan?” ejek Edward.Mr Vee tertawa lebar. Dia mendekati rombongan yang Edward bawa, seperti biasa, hanya
Masih seperti mimpi, Meta bisa bangun tanpa harus merasakan suasana mencengkam dari kehadiran Edward. Meski sementara, Meta tetap bersyukur. Rasanya dia ingin segera pulih, dan keluar untuk menghiru udara segar. Sayang sekali, Ren tidak mengizinkannya semudah itu.Ah andai saja wanita itu juga ikut, pasti akan lebih menyenangkan, batin Meta.Dia ingin merasakan kebebasan, tanpa rasa takut dan kekangan.Pintu kamar terbuka, menampilkan Ren bersama beberapa petugas medis.“Jangan buat rusuh. Aku harus tetap memberikan laporan sama Tuan Leonardo,” ucap Ren ketus. Perasaan semua baik-baik saja. Namun, Ren malah bersikap seolah Meta sudah melakukan kesalahan yang sangat besar, sampai kehilangan respek dari Ren.“Kapan mereka kembali?” tanya Meta pada akhirnya.“Kenapa ingin tau?”Meta menghela napas. Ternyata ada yang lebih menyebalkan dari Edward. Apa susahnya tinggal jawab, batin gadis itu.“Biar aku tau kapan untuk bersiap. Aku mendengarnya. Edward minta agar aku menyambut edatangannya
Vee benar-benar melupakan semua yang sudah pernah terjadi, mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Pria itu mengacungkan pistolnya, merasa puas karena posisi Edward yang terpojok. Mereka jelas kalah jumlah, begitulah isi pikiran Vee sekarang. “Jadi kamu masih berharap bisa menaklukanku dengan senjata yang bahkan tidak akan bisa membunuhku?” tanya Edward memprovokasi pria di hadapannya. Vee tertawa. “Jika tidak bisa, setidaknya senjata ini bisa melumpuhkanmu, bukan?” Edward mengangguk kecil. Hanya sekedar melumpuhkan. Bahkan jika peluru panas itu menyentuh jantungnya atau bahkan merusak organ bagian dalam, dia tetap akan hidup dan kembali untuk membalasnya. Entah suatu anugrah atau kutukan. Mungkin juga karena dia sudah terbiasa melakukan hal yang sama pada para korbannya. “SM sudah berdiri cukup lama, bahkan lebih dulu sebelum organisasi di bawah kepemimpinanku muncul, tetapi kalian bahkan tidak bisa menyaingi kami, melakukan berbagai cara bahkan kecurangan untuk memena
Edward seperti bukan manusia. Bagaimana tidak, pria itu bahkan masih bisa bertahan meski terkena lima tusukan benda tajam di tubuhnya, ditambah satu peluru panas yang hampir menembus organ bagian dalam. Lebih gila lagi, Edward bahkan sama sekali tidak terlihat kesakitan selama perjalanan, dan baru ketahuan setelah pingsan di pundak Meta. “Apa dia sudah gila? Bagaimana mungkin mengadakan pesta kemenangan bahkan saat sakit,” dumel Meta tidak berhenti mondar-mandir. Pintu kamarnya dibuka begitu saja. Ren masuk terburu-buru. “Bersiaplah, para tamu akan segera tiba!” “Tunggu, apa dia baik-baik aja?” Meta berdehem menyadari ada yang salah dengan pertanyaannya. Sejak kapan dia mulai peduli jika Edward terluka? “Oke, aku akan bersiap,” Meta mengambil pakaian pelayan dari tangan Ren, mengabaikan tatapan penuh tanya dari wanita itu. Meta pura-pura sibuk dengan pakaiannya. “Dia mungkin akan terluka lebih parah, tapi setidaknya dia bisa menghadiri pesta malam ini. Bergegaslah, aku tunggu di
Dua tahun berlalu begitu saja. Dengan sedikit bantuan dari world agency hukumannya bisa selesai lebih cepat. Dia kini bisa menghirup udara dengan bebas. Tangannya terentang, menyambut dunia barunya.Mobil hitam berhenti, membuat senyumnya semakin lebar.“Selamat datang kembali, Edward,” sapa Regano.Tidak ada embel-embel ‘tuan’ lagi, karena sejak hari itu mereka hanyalah saudara yang akan memulai hidup baru. Edward terkekeh, lantas masuk ke dalam mobil, mendahului sang supir.“Bagaimana keadaannya?”Sebulan yang lalu, dia akhirnya mendengar berita terbaiknya. Meta akhirnya bangun setelah tidur cukup lama. Edward sungguh berpikir tidak memiliki kesempatan untuk bersama wanitanya lagi. Namun, harapan itu sedikit memudar kala mengetahui kalau Meta kehilangan cukup banyak kenangannya.“Keadaannya mulai membaik, meski harus menjalani latihan untuk bisa berjalan lagi,” jelas Regano.Selain memori, Meta juga sempat tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya atau disebut lumpuh total. Sebulan t
Dia terlahir dengan julukan monster, tatapan benci bercampur rasa takut yang sering dijumpainya. Bukan hanya orang-orang, bahkan ibunya tak pernah mau menatapnya sebagai seorang putra. Bertahun-tahun, dia hidup dalam kegelapan. Edward Leonardo, namanya. Si pria berhati dingin dan beku. Tidak ada cinta, bahkan tidak ada rasa sedikit pun. Ditolak oleh orang-orang memaksa kepribadian gelapnya muncul. Asnaf adalah role model yang dia miliki, satu-satunya. Hanya Asnaf-yang sama dengannya- yang mau dekat dengan Edward. Asnaf membesarkannya dengan cara yang salah, hingga Edward tumbuh sesuai keinginan pria psikopat tersebut. Waktu berjalan begitu cepat. Edward yang tanpa perasaan, dinobatkan sebagai leader dalam organisasi besar dunia. Mafia yang akan mengambil organ milik orang lain yang tak mampu memenuhi target. Apa saja, termasuk hidup mereka jadi jaminannya. “Kamu hanya perlu menjalani hukuman penjara selama dua tahun, leader,” ucap Mr. Secret A. Tidak ada pilihan. Masalah sudah mera
Bagi Dion terlalu mudah mengakhiri rasa sakit hanya dengan membunuh Edward. Bertahun-tahu dia hidup dalam penderitaan setelah kehilangan gadis yang dia sayangi, sementara Edward terus beraksi tanpa takut sedikit pun. Kali ini, dia hanya ingin pria itu merasakan penderitaan yang sama dengannya. Dia ingin Edward merasakan ketakutan yang luar biasa. “Kamu pikir aku akan mudah melakukannya?” Dion terkekeh, menarik Meta agar mengikuti langkahnya. Tidak seorang pun berani melangkah. Meta menangis, menatap Adam yang semakin melemah. Dia sungguh ingin berlari dan memeluk pria tersebut. “Tolong Papa,” gumam Meta sebelum Dion memaksanya masuk ke dalam mobil. Edward menurut, menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Adam ke rumah sakit. Dia dan Regano akan mengejar mobil yang Dion bawa. Di dalam mobil Meta hanya terus menangis, bukan karena dirinya dalam bahaya, melainkan karena takut tidak bisa melihat Adam lagi. “Kamu hebat! Aku akui itu. Kamu bisa membuat leader tergila-gila, bahkan tak
Kakinya terus melangkah, tanpa keinginan melihat ke belakang. Dia semakin jauh ke dalam kegelapan, ke tengah pepohonan yang semakin menjulang tinggi. Rasa takut kerap muncul. Namun, tekad untuk segera pergi dari tempat itu tak kalah besar. Dia terus melangkah lebar. Sebelah tangannya memegang satu-satunya pistol yang jadi alatnya untuk saat ini.Dor!Dia kembali menembak di salah satu pohon, memberi petunjuk. Dia sadar akan ada seseorang yang mencarinya nanti. Petunjuk itu akan membantunya untuk ditemukan lebih mudah.“Sssh, bertahanlah, Nak. Kita akan segera keluar dari tempat ini,” gumamnya mengelus perutnya yang semakin perih.Sesuatu yang buruk bisa terjadi jika dia terlambat keluar dari tempat itu.“Awss,”Pada akhirnya, Meta kehilangan tenaga untuk terus melangkah. Rasa sakit melanda seluruh tubuhnya, bukan hanya perut. Napasnya mulai tercekat, pelipinya dipenuhi keringat. Tubuhnya lemas, seolah tenaganya terserap habis tanpa sisa.“Ed, tolong,” gumamnya lirih. Dia bersandar di
Dari mana semua permasalahan ini bermula? Rasa cinta yang tidak bisa dikendalikan adalah awal semua dimulai. Azura jatuh hati pada pangeran kegelapan. Jika waktu diputar dan Azura tidak pernah menikah dengan Asnaf, mungkin kisah ini gak akan dimulai. Tidak ada Edward atau pewaris gen psikopat dari pria kegelapan tersebut. Satu sisi, jika saja Dion tidak jatuh hati pada gadis kecil itu, pasti tidak akan ada akar pahit, hingga sejauh ini.Rasa yang tak seharusnya hadir, terkadang menjadi sebuah kesalahan, menjadi pemicu akan skenario yang lebih rumit. Akan tetapi, apakah manusia bisa mengatur segalanya? Tentu saja tidak.Sebagai seorang anak, Edward dulunya selalu mengikuti jejak Asnaf, sampai semua semakin memburuk saat Asnaf hampir saja menjadikan Xadira-putrinya sendiri- sebagai korbannya. Edward jelas tidak terima, dan memutuskan untuk mengurung Asnaf selama bertahun-tahun. Pada awalnya, pria itu akan rutin memerintah anak buahnya mengirimkan beberapa ekor kelinci sebagai pemuas has
Meta berusaha menahan diri untuk meneriaki Dion sekarang juga. Rasa bencinya menumpuk begitu mengetahui kalau Dion yang memaksa Xadira melompat dari atas gedung. Perlahan tangannya menyusup ke sela kemeja yang dikenakannya, meraih sesuatu dari dalam sana. “Kamu tidak ingin minum dulu, manis? Bukankah kamu butuh tenaga untuk menghadapi ini semua?” Dion menyodorkan segelas susu. Awalnya Meta curiga, tetapi juga tidak memiliki pilihan lain. Dia menegok cairan kental berwarna putih itu meski sedikit. “Manis sekali,” tangan Dion terulur, membersihkan sisa susu di bibir Meta. Pria itu tersenyum hingga memunculkan lesung pipinya. Dia memperhatikan detail wajah Meta, sangat indah. Pantas saja Edward yang notabenya tidak memiliki hati, bisa luluh pada gadis itu, bahkan sampai membuat Meta mengandung keturunannya. “Seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku akan jatuh cinta padamu. Sayang sekali, kamu adalah milik dari musuhku sendiri,” lontar pria itu lebih mirip seperti psikopat menge
Satu per satu kebenaran terungkap. Edward yang ternyata tidak mewarisi gen dari Asnaf. Banyak hal yang berubah akibat satu kebenaran yang disembunyikan. Azura jelas tidak terima akan kegagalan itu. Saat itu juga, dia mengajukan agar rumah sakit tersebut ditutup, didukung dengan data yang ada. Akan lebih banyak korban jika rumah sakit itu terus beroperasi. “Mulai sekarang, kamu harus hidup normal. Kalau perlu keluar saja dari world agency,” pinta Azura. “Tidak semudah yang Mama pikirkan,” Azura mengangguk paham. Perlahan, dia ingin Edward menjalani hidup selayaknya pemuda pada umumnya. Mungkin, jika Meta mau kembali, hidup putranya itu akan lebih sempurna. “Soal Meta, Mama sungguh minta maaf udah buat kalian takut memiliki anak. Sekarang, Mama justru ingin segera menimang cucu. Melihat keriput yang semakin banyak, rasanya tak sabar dipanggil nenek,” Azura terkekeh, membayangkan dirinya menimang bayi mungil. Dia bisa menebus kesalahan dengan membantu Meta membesarkan cucunya dengan
Saat kesempatan itu datang, Meta hanya ingin memperbaiki apa yang rusak di antara dia dan Edward. Mungkin cara Xadira salah, tetapi dia tetap seorang adik yang ingin saudaranya sembuh. Jika aku tidak bisa, maka setidaknya kamu harus membantu Bang Edward untuk sembuh. Tolong, wujudin mimpi aku, Ta. Meta akhirnya membuka mata. Mimpi itu kembali, mimpi yang sama di mana Xadira muncul dan memintanya untuk kembali. Xadira berkali-kali mengigatkannya untuk berhati-hati dengan Dion. “Sudah bangun, manis?” Meta menoleh, Dion tersenyum miring. Meta memegangi keningnya yang terasa pening, baru sadar ada cairan kental berwarna merah di tangannya. Benar juga, dia sempat kejar-kejaran sebelum kecelakaan itu terjadi. Rasa pusing menyerangnya, tetapi itu tidak seburuk rasa khawatir pada anaknya. Meta memegangi perutnya, bersyukur tidak terjadi hal buruk pada anak itu. “Kamu butuh sesuatu?” tanya Dion bersikap sok manis, hingga membuat Meta ingin muntah di hadapan pria itu. Si perusak yang mengha
Perkembangan baru terlihat hari ini, setelah dua bulan berlalu. Kelopak mata sang leader akhirnya menunjukkan pergerakan, sebelum akhirnya terbuka. Langit-langit putih menyambutnya. Pertama kali selam hidupnya, dia terbaring selama itu di rumah sakit.Pintu ruangan yang terbuka, menarik atensi pria itu. Wajah Azura tampak sembab, kantung matanya menghitam bersama kerutan yang menandakan usia wanita itu yang semakin menua. Sudut bibir Azura terangkat, membentuk lengkungan sabit tipis.“Akhirnya kamu bangun juga, Nak,” gumam Azura penuh haru.Dua bulan dipenuhi rasa takut akan kehilangan. Hanya Edward yang kini dia miliki. Tangan Azura terulur, membantu pria itu untuk duduk, lantas menyodorkan air minum untuknya. Meski tampak enggan, Edward tidak menolak semua bantuan wanita tersebut.“Mama baik-baik aja?”Tangis Azura pecah mendengar pertanyaan putranya. Tak menunda lagi, dia memeluk tubuh putranya dengan lembut. Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan hati Azura saat ini. Hanya tangi