Pandangan Poppy buram oleh air mata ketika melihat carut samar di pergelangan tangannya. Tampak bekas luka goresan ketika dia mencoba memutus nadi kehidupannya.Tak hanya sekali Poppy berusaha mengakhiri hidupnya. Apalagi, setiap kali mengingat sang ayah yang telah tiada satu bulan sebelum anak buah Saul menculiknya.Namun, nyawa Poppy tetap terselamatkan. Berulang kali Saul menyelamatkan Poppy dari percobaan bunuh diri, kemudian menghukumnya dengan cambuk karena bertindak bodoh, mencoba melarikan diri dari tugasnya.‘Aku akan memberimu hukuman lebih kejam dari ini kalau kau melanggar aturanku lagi.’ Kata-kata Saul tak jauh berbeda dengan ancaman Robin setelah menghukumnya.Poppy terisak sambil menekan pergelangan tangannya.Bekas luka di pergelangannya itu mengingatkan Poppy ketika berencana melarikan diri dari Pulau Solterra, upaya terakhirnya bertahan hidup. Dia sudah menyerah dengan kehidupan yang selama empat tahun ini dijalaninya, nekat melarikan diri dengan satu tawanan lain ke
Di ruang depan pintu elevator lantai tiga, Robin duduk menanti adiknya dengan ekspresi dingin. Jarinya mengetuk-ngetuk sandaran lengan sofa yang empuk dan lembut. Ketika pintu terbuka, dia langsung menatap tajam Rafael yang melangkah keluar dari elevator. Tatapan itu menyiratkan agar Rafael berhenti melanjutkan langkahnya. Namun, Rafael tetap berjalan sambil menunduk dengan kedua tangan bersarang di saku celana. Tatapannya kosong, seperti sedang memikirkan sesuatu di setiap langkah. “Aku sudah mengatakan berulang kali, kau tidak boleh ke sini. Apa kau sengaja menyeret istriku untuk membuatku marah?” Rafael sontak menghentikan gerakan kaki. Dia terkejut setelah melihat Robin dan sontak mengeluarkan tangan dari saku celana. “Istrimu, huh?” cibir Rafael, suaranya lirih dan tak terdengar Robin. Robin benar-benar tak menipu Poppy. Dia memang tidak mengizinkan Rafael menginjakkan kaki di lantai tiga. Oleh karena itu, Robin sangat marah pada Poppy karena melanggar larangannya, serta
Walaupun Rafael tak ada di sekitar, namun selama adik ipar atau keluarga Luciano lain menginap di kediaman, para pelayan memperlakukan Poppy dengan baik. Mereka sangat berhati-hati dalam bersikap, sesuai dengan instruksi Robin.Oleh karena itu, Poppy bisa leluasa pergi ke perpustakaan untuk mencari buku yang ingin dibacanya. Bukan buku sebelumnya yang berisi pengetahuan umum untuk melanjutkan hidup setelah bercerai.“Perlukah saya menyiapkan camilan dan teh hangat untuk menemani Anda membaca buku, Nyonya?” tanya salah satu pelayan yang melihat Poppy memasuki perpustakaan dan langsung menghampirinya.“Tidak perlu. Aku hanya sebentar,” tolak Poppy, mengusir halus pelayan itu.Poppy ingin mencari buku tentang cara mencegah kehamilan. Dia tak ingin menarik perhatian, apalagi membuat Robin sampai mencurigai dirinya lagi.Robin tak menyediakan ponsel pintar yang bisa dia gunakan untuk berselancar di internet, sehingga informasi yang bisa dia dapatkan sangat terbatas, hanya melalui buku. Sel
Meskipun demikian, Poppy hanya mengungkap bahwa dirinya belum yakin sanggup membesarkan anak di usianya yang masih muda. Tak menyebutkan jika dia ingin menghindari kehamilan karena takut dibunuh suaminya setelah melahirkan.“Aku bisa memahamimu. Kudengar kau baru akan menginjak usia 23 tahun tiga bulan lagi, tepatnya 87 hari ke depan.”Poppy mengangkat kedua alisnya, terkejut oleh ucapan adik iparnya. Dia sendiri bahkan lupa kapan akan berulang tahun. Namun, Rafael mengetahui tanggal lahirnya, meskipun bukan tanggal lahir sebenarnya, melainkan tanggal lahir pada identitas barunya.“Bagaimana kau bisa tahu tanggal ulang tahunku?” Rafael terkekeh kecil. Membuat Poppy bingung dengan perubahan suasana hati adik iparnya, yang tadinya tampak cukup serius, sekarang seperti sedang bergurau dengannya.“Kenapa kau tiba-tiba tertawa?” Dengan Rafael, Poppy tak merasakan kegugupan sehingga bisa lancar bicara setelah keterkejutannya mereda.Poppy pikir Rafael sedang mentertawakan keinginannya untu
‘Minumlah pil pencegah kehamilan ini sebelum kau siap bicara dengan Robin. Namun, aku masih menyarankan kau bicara baik-baik dengan kakakku secepatnya untuk mendiskusikan saat yang tepat untuk memiliki anak,’ ujar Rafael setelah makan malam tadi.Poppy tak bertanya cara Rafael mendapatkan pil pencegah kehamilan tersebut dengan cepat. Dia yakin jika orang-orang yang berhubungan dengan dunia hitam akan mudah mendapatkan apa pun yang mereka inginkan.Dia melihat dua botol pil di tangannya. Satu botol tersebut berisi obat pencegah kehamilan darurat yang dapat diminum setelah melakukan hubungan badan, satu botol lainnya adalah pil kontrasepsi harian untuk mencegah kehamilan.Poppy mengambil pil kontrasepsi dan segera meminumnya. Kemudian mencari tempat terbaik untuk menyembunyikan dua botol berharga itu di kamar mandi pribadinya.‘Aku akan menyembunyikan di sini saja. Tuan Robin tidak mungkin merangkak di tempat kotor begini.’ Akhirnya, dia memutuskan untuk menyembunyikan dua botol itu di
Poppy langsung berhenti bergerak. Mencari alasan dengan cepat, kemudian menjawab, “Saya akan ke toilet sebentar.”Terdengar helaan napas panjang Robin yang tampak lelah. “Benar, aku juga belum mandi. Badanku sangat lengket. Siapkan air hangat untuk berendam,” titahnya kemudian.Poppy segera turun dari ranjang. Namun, langkahnya terhenti oleh kebingungan. “Tidak! Lepaskan dulu bajuku, lalu angkat aku ke kamar mandi!”Mulut Poppy sontak menganga. Apa Robin sedang bercanda? Bagaimana caranya mengangkat badan sebesar itu?“Kau tidak mendengarku?!” bentak Robin. Namun, entah mengapa Poppy lebih takut pada Robin yang biasanya. Pria yang saat ini bersama dirinya itu tak seperti Robin yang sering menghantui pikirannya.“Baik, Tuan.”Poppy mendekati suaminya yang duduk lemas, seperti akan terjatuh. Dia meraba pundak Robin karena tak begitu melihat dengan jelas dalam kegelapan, kemeja yang dipakai suaminya pun berwarna hitam.Napas kasar Robin menerpa kening Poppy ketika tangannya berusaha me
Poppy diam-diam merasa takjub oleh sensasi aneh yang baru pertama kali dia rasakan dan memabukkan. Ciuman itu terasa nikmat, tetapi sangat berbeda dari hubungan badan yang biasa mereka lakukan setiap malam, dan terasa menggetarkan hatinya. Bibir Robin ternyata sangat lembut dan tebal. Poppy sesekali menggigit bibir itu, dan tanpa sadar membuat Robin mengerang pelan. “Manis …,” ujar Robin setelah tiba-tiba menjauhkan bibirnya, suaranya berat dan begitu dalam, namun tidak terdengar mengancam. Jantung Poppy mendadak berdebar semakin kencang. Apakah Robin sungguh mengatakan bahwa bibir Poppy terasa manis? Robin yang dingin dan seperti patung yang tak pernah menunjukkan ekspresi selain sinis itu? Tentu saja Poppy sangat terkejut. Pengaruh alkohol ternyata dapat mengubah sikap seseorang dalam sekejap. Namun, keterkejutan itu tak berlangsung lama. “Tuan!” Kali ini, suara nyaring lolos dari bibir Poppy yang sudah terlepas dari ciuman itu, terkejut oleh gerakan mendadak yang dilakukan Robi
Poppy lantas bergegas ke kamar mandi, melihat sekujur tubuhnya dengan tanda kepemilikan suaminya yang sebelumnya sudah ada, namun sekarang telah memudar. Tak ada tanda kepemilikan baru yang Robin tinggalkan. “Mustahil ….” Gaun tidur yang dipakai Poppy semalam pun seharusnya basah, tetapi tak ada tanda-tanda cairan cinta darinya atau milik suaminya membasahi gaun tipis itu. Seluruh pakaian Poppy memiliki motif dan model berbeda. Tak mungkin Robin mengganti gaun tidur yang hanya ada satu itu. Poppy masih penasaran. Dia sampai mengangkat gaun dan mengendus-endus, mencari aroma suaminya yang mungkin tertinggal. Namun, indra penciumannya hanya menangkap aroma pewangi pakaian. “Kenapa aku bisa bermimpi seperti itu? Dan bagaimana bisa mimpi terasa sangat nyata?” Mustahil dirinya mengharapkan kehadiran Robin setelah lama menanti, yang akhirnya tertidur sendiri dan memimpikannya. Dia justru ingin menghindari Robin sebisa mungkin. “Aku sempat membaca buku tentang trauma akibat kekerasa
Firasat Poppy benar. Dia begitu sakit hati saat Robin berniat mengembalikan identitas aslinya.‘Aku seharusnya senang. Tanpa usaha apa pun, aku bisa kembali ke kehidupanku semula. Tapi, rasanya sakit sekali saat tahu kau mungkin akan melepasku,’ batin Poppy, diam ketika Robin melepas tangannya dan melangkah masuk ruang kerjanya, seakan-akan saat ini adalah masa-masa terakhirnya bisa memegang tangan pria itu.“Mari masuk, Nyonya.” Poppy melangkah dengan berat. Namun, ketika masuk ke ruangan kerja suaminya, pikirannya segera teralihkan oleh pemandangan di hadapannya. Ruang kerja yang luas itu tampak menciut dengan banyak pria besar memenuhi ruangan. Poppy tak bisa menahan kekagetan ketika melihat sosok yang tak terduga di antara mereka, orang yang pernah memohon bantuannya agar mau memintakan izin kepada Robin karena mengaku takut padanya. Namun, orang itu sekarang justru duduk di tengah-tengah pria berbadan besar seperti seorang bos tanpa jas snellinya. “Bagaimana kabar Anda, Nyonya
‘Kenapa dia memanggilku dengan nama itu?’ batin Poppy gelisah. Entah mengapa dia justru tak senang ketika Robin memanggilnya dengan nama asli. Sudah lama dia berharap Robin memanggil nama Poppy, namun Robin justru seperti ingin menunjukkan jarak, seakan ingin mengembalikan Poppy ke tempat asalnya dengan identitas Stella Valentine.“Apa … maksudmu?”Ucapan Robin yang menyuruhnya untuk bisa melindungi diri sendiri bisa memiliki banyak makna. Akan tetapi, hanya ada satu hal yang muncul di benak Poppy. Robin mungkin akan meninggalkan dirinya sehingga tak akan bisa melindunginya lagi.“Kembali pada posisi menembak,” titah Robin, enggan membicarakan masalah itu.Poppy akhirnya kembali melanjutkan latihan. Mereka hanya membicarakan tentang teknik menembak yang benar, tanpa membahas perkataan Robin sebelumnya.Meski Poppy terlihat sudah melupakan ucapan Robin, namun dalam kepalanya masih dipenuhi tanda tanya. Dia tak berani bertanya ataupun menyela Robin yang bersungguh-sungguh mengajarinya.
DEG!Robin berhenti berjalan selagi meremas dadanya. Entah mengapa dia tiba-tiba merasakan seseorang memanggilnya. Kemudian, kedua alisnya terangkat ketika terbersit firasat buruk.“Apa yang terjadi dengan perempuan itu?” gumamnya.Dia segera mengayunkan kaki dengan cepat. Hingga akhirnya, dia sampai di lapangan latihan tembak tak sampai lima menit.“Apa yang kau lakukan, Jose?!” bentak Robin ketika dia melihat istrinya sedang mengarahkan senjata pada salah satu tawanan mereka.Suara keras Robin biasanya membuat dada Poppy bergetar takut. Namun, sekarang dia sangat lega mendengar suara itu, hingga ingin melempar senjata dan berlari memeluk suaminya.“Apa maksud Anda, Bos?” Jose tak memahami kemarahan Robin.“Aku menyuruhmu mengajarinya menembak, bukan membunuh orang!”Robin mengumpat dalam hati. Dia seharusnya tak teralihkan pada masalah kecil seperti cincin pernikahan. Karena kelalaiannya, Poppy mungkin akan mengingat traumanya.“Oh, kupikir akan lebih baik jika Nyonya Poppy belajar
Sementara itu, Robin tak tahu kesulitan apa yang sedang dihadapi istrinya. Dia justru sibuk memilih-milih cincin pernikahan yang tampak elegan, namun dapat terlihat semua orang dengan jelas.“Yang ini sepertinya akan cocok di jari manisnya.” Robin tersenyum puas sambil melipat tangan di depan dada dan menyandarkan punggung di kursinya. Dia membayangkan Poppy akan tersenyum lebar sambil memamerkan cincin itu kepada semua orang, lalu mengatakan bahwa dia adalah milik Robin Luciano.“Tuan, saya sudah datang.” Antonio membuka pintu ruangan itu, lalu menghampiri Robin, berdiri di dekat kursinya. “Anda akan membeli cincin itu?” tanyanya kemudian.Robin memicingkan mata, mengamati gerak-gerik mencurigakan tangan kanannya itu. Antonio sedikit memiringkan kepala ketika melihat cincin dengan berlian tanpa warna. Dia terlihat tak menyukai ide Robin membeli cincin itu.“Cincin itu tidak cocok untuk Anda, Tuan.”“Apa kau pikir aku yang akan memakainya?”“Oh, Anda ingin membelikan cincin itu untuk
“Tuan, hentikan …,” isak seorang gadis muda. “Ah, sial! Jangan banyak meronta! Kau sendiri yang merayuku … buka saja kakimu lebih lebar!” Mata Poppy terbelalak ketika melihat pria tampan dan gadis muda sedang bergumul tanpa busana di sofa panjang. Wajahnya sontak merah padam, kemudian Robin menutup matanya. “Jangan berani melihat milik pria lain!” Robin menatap tajam anak buahnya yang akhirnya menyadari kehadirannya. “Keluar dari ruanganku!” bentaknya. Pria itu segera menyeret si gadis keluar sambil membawa pakaian mereka. Robin sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu, tetapi tidak dengan istrinya, dan bukan di ruang kerjanya. Robin mencoba untuk menahan amarahnya. Baru dua hari dia tak datang, kantornya digunakan untuk melakukan tindakan asusila. Dia benar-benar ingin segera merealisasikan tujuannya dan menghabisi semua pria hidung belang itu. “Robin, lepas …,” pinta Poppy, setelah mendengar pintu ditutup. Robin melepaskan tangannya dari mata Poppy. Dia kemudian melempa
Keinginan Dante begitu jelas sampai Poppy yang tidak begitu ahli membaca ekspresi wajah seseorang pun dapat mengetahuinya. Apa pun yang terjadi, Poppy tak sudi melakukan hal keji kepada orang lain.Sayangnya, Poppy tak punya kuasa untuk menolak perintah itu. Robin pun tidak membantah Dante lagi.Mereka bahkan sudah sampai di depan markas besar keluarga Luciano saat ini …“Pegang tanganku,” titah Robin ketika mereka turun dari mobil.Di area parkir luas itu, banyak pria bertato hanya mengenakan kaos tanpa lengan. Mereka segera berbaris, menunduk singkat kepada Robin.“Halo, Bos! Tumben kau datang siang-siang,” sapa pria bertubuh kekar yang menjadi satu-satunya orang berpakaian rapi.“Kakek menyuruh istriku untuk berlatih menembak. Siapkan tempatnya,” perintah Robin, lalu menggandeng Poppy masuk ke pintu ganda besar.“Ingat, kau harus terus berada di sisiku.”Poppy menunduk. Dia semakin erat mencengkeram jaket kulit suaminya.Suasana di markas Lucia
Dante tiba-tiba mengancam dengan kebohongan mereka. Kebohongan apa yang dimaksud Dante? Sebab, telah banyak kebohongan yang mereka lakukan. Apakah tentang pernikahan palsu mereka atau identitas asli Poppy? Poppy dan Robin diam, setidaknya mereka harus mendengar lebih dulu agar tak salah paham dan menjawab berbeda dari maksud Dante, yang justru akan membongkar kebohongan lainnya. “Kau tidak akan bisa berbohong tentang hidupmu, Poppy. Haruskah aku memanggilmu Stella mulai sekarang?” Dante langsung menyelidiki latar belakang Poppy dengan kedua wanita yang mengaku sebagai ibunya. Tak banyak yang bisa ditemukan oleh orang suruhannya karena Robin telah menutup sebagian besar masa lalu Poppy. Akan tetapi, masih ada beberapa orang yang mengenal Carita dan keluarganya yang bisa ditanyai. Dalam semalam, Dante menerima informasi tambahan yang membenarkan bahwa Carita adalah ibu tiri Poppy. Entah bagaimana hubungan mereka, termasuk sosok April yang telah diberikan identitas baru, Dante belum
Robin menatap kakeknya tak percaya. “Lalu kenapa, katamu? Aku suaminya dan berhak menyingkirkan semua orang yang berani mendekatinya! Termasuk kau, Kakek!”Ucapan Dante, tentu saja, membuat Robin semakin meradang. Namun, Dante segera menyangkal, “Aku menginginkan Poppy untuk urusan lain. Bukan seperti yang kau pikirkan.”“Apa kau pikir akan akan memercayaimu?! Apa kau kira aku tidak pernah melihatmu memanggil gadis-gadis muda ke kamarmu?”Poppy menelan ludah susah payah selagi menyembunyikan kengerian. Dia seharusnya tahu jika Dante sama saja dengan para mafia lainnya, selalu berbuat buruk meski kondisinya sekarang cukup membuat Poppy iba padanya. Namun, kata-kata Robin masih terlalu mengejutkan. Poppy hanya pernah mendengar tentang Dante yang gemar menyewa gadis-gadis penjaja malam, tak sepenuhnya percaya. Dia tak menyangka jika hal tersebut adalah kebenaran.‘Bagaimana mungkin orang yang sudah berumur seperti Dante Luciano tega menggauli gadis seusia cucunya, bahkan lebih muda? Apa
Robin Luciano bersenandung tak jelas sambil menatap dirinya di pantulan cermin kamar mandi. Kedua tangannya meremas-remas rambut yang berbusa, lalu menoleh ke kanan-kiri dengan gerakan lambat, seperti sedang mencari-cari kecacatan di wajahnya. “Apa aku memang setampan itu?” Gerakan Robin berhenti, lalu terkekeh lirih dan singkat. Dia bersikap seolah-olah tidak terlalu bahagia walaupun hanya ada dirinya sendiri di dalam kamar mandi itu. ‘Robin … lebih cepat lagi … aku suka melihat wajah tampanmu saat mendapat kepuasan dariku.’ Robin mengingat lagi racauan Poppy semalam. Badannya tiba-tiba berguncang pelan, merinding oleh gelenyar nikmat yang seolah masih bisa dirasakannya. “Kakek … kakek … jangan harap kau bisa merayu istriku. Wajahmu tidak setampan aku.” Robin menyeringai pada diri sendiri di depannya. TOK TOK! “Lihat, lihat … dia sudah tidak sabar melihatku sampai menggangguku yang sedang mandi.” Robin bergeleng-geleng sambil berdecak dengan satu sudut mulut terangkat.