Bukan barang, tapi dibeli dengan harga mahal. Anggap aja mahar ...
Walaupun Rafael tak ada di sekitar, namun selama adik ipar atau keluarga Luciano lain menginap di kediaman, para pelayan memperlakukan Poppy dengan baik. Mereka sangat berhati-hati dalam bersikap, sesuai dengan instruksi Robin.Oleh karena itu, Poppy bisa leluasa pergi ke perpustakaan untuk mencari buku yang ingin dibacanya. Bukan buku sebelumnya yang berisi pengetahuan umum untuk melanjutkan hidup setelah bercerai.“Perlukah saya menyiapkan camilan dan teh hangat untuk menemani Anda membaca buku, Nyonya?” tanya salah satu pelayan yang melihat Poppy memasuki perpustakaan dan langsung menghampirinya.“Tidak perlu. Aku hanya sebentar,” tolak Poppy, mengusir halus pelayan itu.Poppy ingin mencari buku tentang cara mencegah kehamilan. Dia tak ingin menarik perhatian, apalagi membuat Robin sampai mencurigai dirinya lagi.Robin tak menyediakan ponsel pintar yang bisa dia gunakan untuk berselancar di internet, sehingga informasi yang bisa dia dapatkan sangat terbatas, hanya melalui buku. Sel
Meskipun demikian, Poppy hanya mengungkap bahwa dirinya belum yakin sanggup membesarkan anak di usianya yang masih muda. Tak menyebutkan jika dia ingin menghindari kehamilan karena takut dibunuh suaminya setelah melahirkan.“Aku bisa memahamimu. Kudengar kau baru akan menginjak usia 23 tahun tiga bulan lagi, tepatnya 87 hari ke depan.”Poppy mengangkat kedua alisnya, terkejut oleh ucapan adik iparnya. Dia sendiri bahkan lupa kapan akan berulang tahun. Namun, Rafael mengetahui tanggal lahirnya, meskipun bukan tanggal lahir sebenarnya, melainkan tanggal lahir pada identitas barunya.“Bagaimana kau bisa tahu tanggal ulang tahunku?” Rafael terkekeh kecil. Membuat Poppy bingung dengan perubahan suasana hati adik iparnya, yang tadinya tampak cukup serius, sekarang seperti sedang bergurau dengannya.“Kenapa kau tiba-tiba tertawa?” Dengan Rafael, Poppy tak merasakan kegugupan sehingga bisa lancar bicara setelah keterkejutannya mereda.Poppy pikir Rafael sedang mentertawakan keinginannya untu
‘Minumlah pil pencegah kehamilan ini sebelum kau siap bicara dengan Robin. Namun, aku masih menyarankan kau bicara baik-baik dengan kakakku secepatnya untuk mendiskusikan saat yang tepat untuk memiliki anak,’ ujar Rafael setelah makan malam tadi.Poppy tak bertanya cara Rafael mendapatkan pil pencegah kehamilan tersebut dengan cepat. Dia yakin jika orang-orang yang berhubungan dengan dunia hitam akan mudah mendapatkan apa pun yang mereka inginkan.Dia melihat dua botol pil di tangannya. Satu botol tersebut berisi obat pencegah kehamilan darurat yang dapat diminum setelah melakukan hubungan badan, satu botol lainnya adalah pil kontrasepsi harian untuk mencegah kehamilan.Poppy mengambil pil kontrasepsi dan segera meminumnya. Kemudian mencari tempat terbaik untuk menyembunyikan dua botol berharga itu di kamar mandi pribadinya.‘Aku akan menyembunyikan di sini saja. Tuan Robin tidak mungkin merangkak di tempat kotor begini.’ Akhirnya, dia memutuskan untuk menyembunyikan dua botol itu di
Poppy langsung berhenti bergerak. Mencari alasan dengan cepat, kemudian menjawab, “Saya akan ke toilet sebentar.”Terdengar helaan napas panjang Robin yang tampak lelah. “Benar, aku juga belum mandi. Badanku sangat lengket. Siapkan air hangat untuk berendam,” titahnya kemudian.Poppy segera turun dari ranjang. Namun, langkahnya terhenti oleh kebingungan. “Tidak! Lepaskan dulu bajuku, lalu angkat aku ke kamar mandi!”Mulut Poppy sontak menganga. Apa Robin sedang bercanda? Bagaimana caranya mengangkat badan sebesar itu?“Kau tidak mendengarku?!” bentak Robin. Namun, entah mengapa Poppy lebih takut pada Robin yang biasanya. Pria yang saat ini bersama dirinya itu tak seperti Robin yang sering menghantui pikirannya.“Baik, Tuan.”Poppy mendekati suaminya yang duduk lemas, seperti akan terjatuh. Dia meraba pundak Robin karena tak begitu melihat dengan jelas dalam kegelapan, kemeja yang dipakai suaminya pun berwarna hitam.Napas kasar Robin menerpa kening Poppy ketika tangannya berusaha me
Poppy diam-diam merasa takjub oleh sensasi aneh yang baru pertama kali dia rasakan dan memabukkan. Ciuman itu terasa nikmat, tetapi sangat berbeda dari hubungan badan yang biasa mereka lakukan setiap malam, dan terasa menggetarkan hatinya. Bibir Robin ternyata sangat lembut dan tebal. Poppy sesekali menggigit bibir itu, dan tanpa sadar membuat Robin mengerang pelan. “Manis …,” ujar Robin setelah tiba-tiba menjauhkan bibirnya, suaranya berat dan begitu dalam, namun tidak terdengar mengancam. Jantung Poppy mendadak berdebar semakin kencang. Apakah Robin sungguh mengatakan bahwa bibir Poppy terasa manis? Robin yang dingin dan seperti patung yang tak pernah menunjukkan ekspresi selain sinis itu? Tentu saja Poppy sangat terkejut. Pengaruh alkohol ternyata dapat mengubah sikap seseorang dalam sekejap. Namun, keterkejutan itu tak berlangsung lama. “Tuan!” Kali ini, suara nyaring lolos dari bibir Poppy yang sudah terlepas dari ciuman itu, terkejut oleh gerakan mendadak yang dilakukan Robi
Poppy lantas bergegas ke kamar mandi, melihat sekujur tubuhnya dengan tanda kepemilikan suaminya yang sebelumnya sudah ada, namun sekarang telah memudar. Tak ada tanda kepemilikan baru yang Robin tinggalkan. “Mustahil ….” Gaun tidur yang dipakai Poppy semalam pun seharusnya basah, tetapi tak ada tanda-tanda cairan cinta darinya atau milik suaminya membasahi gaun tipis itu. Seluruh pakaian Poppy memiliki motif dan model berbeda. Tak mungkin Robin mengganti gaun tidur yang hanya ada satu itu. Poppy masih penasaran. Dia sampai mengangkat gaun dan mengendus-endus, mencari aroma suaminya yang mungkin tertinggal. Namun, indra penciumannya hanya menangkap aroma pewangi pakaian. “Kenapa aku bisa bermimpi seperti itu? Dan bagaimana bisa mimpi terasa sangat nyata?” Mustahil dirinya mengharapkan kehadiran Robin setelah lama menanti, yang akhirnya tertidur sendiri dan memimpikannya. Dia justru ingin menghindari Robin sebisa mungkin. “Aku sempat membaca buku tentang trauma akibat kekerasa
Pada akhirnya, Poppy dengan enggan menerima tawaran yang diberikan oleh Rafael. Adik iparnya itu terus berusaha membujuknya, berharap Poppy dapat membuat Robin beristirahat dari rutinitas kerjanya untuk sementara waktu. Di samping itu, tak ada ketentuan dalam perjanjian yang melarang Poppy untuk bepergian. Rafael pun menyampaikan bahwa dia telah memberi tahu Antonio tentang rencananya yang akan mengajak Poppy ke kantor. Namun, Poppy masih merasa kurang nyaman jika hanya mengandalkan persetujuan dari Antonio. “Aku tidak yakin ikut denganmu. Bagaimana kalau aku di rumah saja?” Poppy kembali ragu saat Rafael menghidupkan mesin mobil. Dia duduk gelisah, seakan ingin keluar dari mobil. “Kau akan bosan di rumah sendirian.” Rafael malah memasang sabuk pengaman untuk Poppy. Dada Poppy bergemuruh hebat tatkala Rafael mulai menginjak pedal gas. Dia sangat cemas akan membuat Robin marah, sekaligus antusias karena bisa melihat dunia luar. Sudah lama dia tidak melihat keramaian orang-orang no
Poppy menatap pintu besar di hadapannya. Di balik pintu itu, Robin sedang menanti dirinya. Jantung Poppy berdegup kencang oleh perasaan bercampur aduk. Dia takut menghadapi kemarahan Robin, tetapi juga ada debaran lain karena mengingat mimpinya semalam. Poppy ingin membuktikan jika kejadian semalam bukan sekedar mimpi. Namun, dia punya keberanian untuk bertanya. “Kenapa kau hanya berdiri di sana?! Cepat masuk!” Poppy terkejut bukan main. Pintu itu tertutup rapat, tetapi Robin tahu dirinya ada di sana. Setelah melihat ke atas, dia baru sadar ada kamera pengawas yang bisa diakses Robin. Tangan Poppy berkeringat ketika memutar gagang pintu. Dia melangkah kecil memasuki ruangan yang lebih besar dari kantor Rafael itu. Robin sedang memeriksa dokumen di kursi kebesarannya, sambil sesekali menulis sesuatu. Komputer besar menutup sebagian wajahnya, namun Poppy masih bisa melihat tatapan tajam sang suami yang tertuju padanya. “Duduk,” titah Robin, lalu melanjutkan menandatangani dokumen
Firasat Poppy benar. Dia begitu sakit hati saat Robin berniat mengembalikan identitas aslinya.‘Aku seharusnya senang. Tanpa usaha apa pun, aku bisa kembali ke kehidupanku semula. Tapi, rasanya sakit sekali saat tahu kau mungkin akan melepasku,’ batin Poppy, diam ketika Robin melepas tangannya dan melangkah masuk ruang kerjanya, seakan-akan saat ini adalah masa-masa terakhirnya bisa memegang tangan pria itu.“Mari masuk, Nyonya.” Poppy melangkah dengan berat. Namun, ketika masuk ke ruangan kerja suaminya, pikirannya segera teralihkan oleh pemandangan di hadapannya. Ruang kerja yang luas itu tampak menciut dengan banyak pria besar memenuhi ruangan. Poppy tak bisa menahan kekagetan ketika melihat sosok yang tak terduga di antara mereka, orang yang pernah memohon bantuannya agar mau memintakan izin kepada Robin karena mengaku takut padanya. Namun, orang itu sekarang justru duduk di tengah-tengah pria berbadan besar seperti seorang bos tanpa jas snellinya. “Bagaimana kabar Anda, Nyonya
‘Kenapa dia memanggilku dengan nama itu?’ batin Poppy gelisah. Entah mengapa dia justru tak senang ketika Robin memanggilnya dengan nama asli. Sudah lama dia berharap Robin memanggil nama Poppy, namun Robin justru seperti ingin menunjukkan jarak, seakan ingin mengembalikan Poppy ke tempat asalnya dengan identitas Stella Valentine.“Apa … maksudmu?”Ucapan Robin yang menyuruhnya untuk bisa melindungi diri sendiri bisa memiliki banyak makna. Akan tetapi, hanya ada satu hal yang muncul di benak Poppy. Robin mungkin akan meninggalkan dirinya sehingga tak akan bisa melindunginya lagi.“Kembali pada posisi menembak,” titah Robin, enggan membicarakan masalah itu.Poppy akhirnya kembali melanjutkan latihan. Mereka hanya membicarakan tentang teknik menembak yang benar, tanpa membahas perkataan Robin sebelumnya.Meski Poppy terlihat sudah melupakan ucapan Robin, namun dalam kepalanya masih dipenuhi tanda tanya. Dia tak berani bertanya ataupun menyela Robin yang bersungguh-sungguh mengajarinya.
DEG!Robin berhenti berjalan selagi meremas dadanya. Entah mengapa dia tiba-tiba merasakan seseorang memanggilnya. Kemudian, kedua alisnya terangkat ketika terbersit firasat buruk.“Apa yang terjadi dengan perempuan itu?” gumamnya.Dia segera mengayunkan kaki dengan cepat. Hingga akhirnya, dia sampai di lapangan latihan tembak tak sampai lima menit.“Apa yang kau lakukan, Jose?!” bentak Robin ketika dia melihat istrinya sedang mengarahkan senjata pada salah satu tawanan mereka.Suara keras Robin biasanya membuat dada Poppy bergetar takut. Namun, sekarang dia sangat lega mendengar suara itu, hingga ingin melempar senjata dan berlari memeluk suaminya.“Apa maksud Anda, Bos?” Jose tak memahami kemarahan Robin.“Aku menyuruhmu mengajarinya menembak, bukan membunuh orang!”Robin mengumpat dalam hati. Dia seharusnya tak teralihkan pada masalah kecil seperti cincin pernikahan. Karena kelalaiannya, Poppy mungkin akan mengingat traumanya.“Oh, kupikir akan lebih baik jika Nyonya Poppy belajar
Sementara itu, Robin tak tahu kesulitan apa yang sedang dihadapi istrinya. Dia justru sibuk memilih-milih cincin pernikahan yang tampak elegan, namun dapat terlihat semua orang dengan jelas.“Yang ini sepertinya akan cocok di jari manisnya.” Robin tersenyum puas sambil melipat tangan di depan dada dan menyandarkan punggung di kursinya. Dia membayangkan Poppy akan tersenyum lebar sambil memamerkan cincin itu kepada semua orang, lalu mengatakan bahwa dia adalah milik Robin Luciano.“Tuan, saya sudah datang.” Antonio membuka pintu ruangan itu, lalu menghampiri Robin, berdiri di dekat kursinya. “Anda akan membeli cincin itu?” tanyanya kemudian.Robin memicingkan mata, mengamati gerak-gerik mencurigakan tangan kanannya itu. Antonio sedikit memiringkan kepala ketika melihat cincin dengan berlian tanpa warna. Dia terlihat tak menyukai ide Robin membeli cincin itu.“Cincin itu tidak cocok untuk Anda, Tuan.”“Apa kau pikir aku yang akan memakainya?”“Oh, Anda ingin membelikan cincin itu untuk
“Tuan, hentikan …,” isak seorang gadis muda. “Ah, sial! Jangan banyak meronta! Kau sendiri yang merayuku … buka saja kakimu lebih lebar!” Mata Poppy terbelalak ketika melihat pria tampan dan gadis muda sedang bergumul tanpa busana di sofa panjang. Wajahnya sontak merah padam, kemudian Robin menutup matanya. “Jangan berani melihat milik pria lain!” Robin menatap tajam anak buahnya yang akhirnya menyadari kehadirannya. “Keluar dari ruanganku!” bentaknya. Pria itu segera menyeret si gadis keluar sambil membawa pakaian mereka. Robin sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu, tetapi tidak dengan istrinya, dan bukan di ruang kerjanya. Robin mencoba untuk menahan amarahnya. Baru dua hari dia tak datang, kantornya digunakan untuk melakukan tindakan asusila. Dia benar-benar ingin segera merealisasikan tujuannya dan menghabisi semua pria hidung belang itu. “Robin, lepas …,” pinta Poppy, setelah mendengar pintu ditutup. Robin melepaskan tangannya dari mata Poppy. Dia kemudian melempa
Keinginan Dante begitu jelas sampai Poppy yang tidak begitu ahli membaca ekspresi wajah seseorang pun dapat mengetahuinya. Apa pun yang terjadi, Poppy tak sudi melakukan hal keji kepada orang lain.Sayangnya, Poppy tak punya kuasa untuk menolak perintah itu. Robin pun tidak membantah Dante lagi.Mereka bahkan sudah sampai di depan markas besar keluarga Luciano saat ini …“Pegang tanganku,” titah Robin ketika mereka turun dari mobil.Di area parkir luas itu, banyak pria bertato hanya mengenakan kaos tanpa lengan. Mereka segera berbaris, menunduk singkat kepada Robin.“Halo, Bos! Tumben kau datang siang-siang,” sapa pria bertubuh kekar yang menjadi satu-satunya orang berpakaian rapi.“Kakek menyuruh istriku untuk berlatih menembak. Siapkan tempatnya,” perintah Robin, lalu menggandeng Poppy masuk ke pintu ganda besar.“Ingat, kau harus terus berada di sisiku.”Poppy menunduk. Dia semakin erat mencengkeram jaket kulit suaminya.Suasana di markas Lucia
Dante tiba-tiba mengancam dengan kebohongan mereka. Kebohongan apa yang dimaksud Dante? Sebab, telah banyak kebohongan yang mereka lakukan. Apakah tentang pernikahan palsu mereka atau identitas asli Poppy? Poppy dan Robin diam, setidaknya mereka harus mendengar lebih dulu agar tak salah paham dan menjawab berbeda dari maksud Dante, yang justru akan membongkar kebohongan lainnya. “Kau tidak akan bisa berbohong tentang hidupmu, Poppy. Haruskah aku memanggilmu Stella mulai sekarang?” Dante langsung menyelidiki latar belakang Poppy dengan kedua wanita yang mengaku sebagai ibunya. Tak banyak yang bisa ditemukan oleh orang suruhannya karena Robin telah menutup sebagian besar masa lalu Poppy. Akan tetapi, masih ada beberapa orang yang mengenal Carita dan keluarganya yang bisa ditanyai. Dalam semalam, Dante menerima informasi tambahan yang membenarkan bahwa Carita adalah ibu tiri Poppy. Entah bagaimana hubungan mereka, termasuk sosok April yang telah diberikan identitas baru, Dante belum
Robin menatap kakeknya tak percaya. “Lalu kenapa, katamu? Aku suaminya dan berhak menyingkirkan semua orang yang berani mendekatinya! Termasuk kau, Kakek!”Ucapan Dante, tentu saja, membuat Robin semakin meradang. Namun, Dante segera menyangkal, “Aku menginginkan Poppy untuk urusan lain. Bukan seperti yang kau pikirkan.”“Apa kau pikir akan akan memercayaimu?! Apa kau kira aku tidak pernah melihatmu memanggil gadis-gadis muda ke kamarmu?”Poppy menelan ludah susah payah selagi menyembunyikan kengerian. Dia seharusnya tahu jika Dante sama saja dengan para mafia lainnya, selalu berbuat buruk meski kondisinya sekarang cukup membuat Poppy iba padanya. Namun, kata-kata Robin masih terlalu mengejutkan. Poppy hanya pernah mendengar tentang Dante yang gemar menyewa gadis-gadis penjaja malam, tak sepenuhnya percaya. Dia tak menyangka jika hal tersebut adalah kebenaran.‘Bagaimana mungkin orang yang sudah berumur seperti Dante Luciano tega menggauli gadis seusia cucunya, bahkan lebih muda? Apa
Robin Luciano bersenandung tak jelas sambil menatap dirinya di pantulan cermin kamar mandi. Kedua tangannya meremas-remas rambut yang berbusa, lalu menoleh ke kanan-kiri dengan gerakan lambat, seperti sedang mencari-cari kecacatan di wajahnya. “Apa aku memang setampan itu?” Gerakan Robin berhenti, lalu terkekeh lirih dan singkat. Dia bersikap seolah-olah tidak terlalu bahagia walaupun hanya ada dirinya sendiri di dalam kamar mandi itu. ‘Robin … lebih cepat lagi … aku suka melihat wajah tampanmu saat mendapat kepuasan dariku.’ Robin mengingat lagi racauan Poppy semalam. Badannya tiba-tiba berguncang pelan, merinding oleh gelenyar nikmat yang seolah masih bisa dirasakannya. “Kakek … kakek … jangan harap kau bisa merayu istriku. Wajahmu tidak setampan aku.” Robin menyeringai pada diri sendiri di depannya. TOK TOK! “Lihat, lihat … dia sudah tidak sabar melihatku sampai menggangguku yang sedang mandi.” Robin bergeleng-geleng sambil berdecak dengan satu sudut mulut terangkat.