Tok... tok..
“Permisi nona Walton”
Hiriety menghela napas panjang, dengan terpaksa, ia menghentikan aksinya membobol sistem keamanan Marco Valley karena ketukan dipukul 11 malam ini
Dia menghela napas panjang, melirik sekilas ke layar di depannya yang masih menampilkan sistem keamanan rumah Marco Valley. Dia hampir berhasil menerobosnya, tetapi tampaknya seseorang memilih waktu yang sangat buruk untuk mengganggu. Dengan malas, dia menutup laptop hasil curian dari pelayan itu dan berjalan menuju pintu.
Begitu pintu terbuka, seorang pelayan berdiri dengan wajah sopan dan hormat. Di belakangnya, seorang pria berjas putih berdiri dengan membawa tas medis.
“Tuan Valley mengirimkan dokter untuk memeriksa tangan Anda” ucap pelayan muda itu dengan nada datar.
Alis Hiriety terangkat, matanya sekilas berkilat dengan ketertarikan. “Oh? Aku tidak tahu bahwa Marco memiliki sisi peduli yang seperti ini.”
Pelayan itu tetap diam, jelas tidak ingin terlibat dalam permainan kata-kata Hiriety. Sementara itu, dokter tersebut segera melangkah masuk dan mengisyaratkan agar Hiriety duduk.
“Saya akan memasang gips agar tangan Anda tidak semakin parah, Nona Walton.”
Hiriety tersenyum kecil. “Tentu, lakukan saja tugasmu, Dok.”
Selama beberapa menit, ruangan hanya diisi dengan suara dokter yang memeriksa dan membalut tangan Hiriety dengan hati-hati. Hiriety sesekali melirik ke pelayan yang berdiri tegak di sudut ruangan, lalu kembali tersenyum kecil.
“Jadi…” Hiriety akhirnya berkata, “Apakah Marco benar-benar peduli? Atau dia hanya tidak ingin ada mayat yang harus dikubur di rumahnya?”
Dokter tidak menjawab, hanya fokus memasang gips dengan cekatan. Setelah selesai, dia mengemasi peralatannya dan berdiri.
“Tangan Anda harus diistirahatkan. Jangan terlalu banyak bergerak.”
Hiriety menatap hasil kerja dokter itu dengan ekspresi puas. “Baiklah, terima kasih, Dok.”
Begitu dokter pergi bersama pelayan, Hiriety bangkit dari tempat duduknya dan meregangkan tubuhnya sedikit. Lalu, seolah mendapatkan ide yang menyenangkan, dia tersenyum dan berjalan keluar kamar, menuju satu tujuan tertentu.
“Dimana kamar Marco?” Tanyanya pada seorang pelayan
Kamar Marco Valley.
Marco sedang duduk di kursi dekat jendela, satu tangannya memegang gelas bourbon sementara matanya menatap keluar ke halaman luas di belakang rumahnya. Begitu pintu kamarnya diketuk, dia tidak langsung menjawab. Namun, pintu itu terbuka sendiri, dan sosok yang sangat dikenalnya masuk dengan langkah percaya diri.
“Valley” suara Hiriety terdengar santai. “Aku ingin tidur di sini malam ini.”
Marco menoleh perlahan, mengamati Hiriety yang kini berjalan ke arah tempat tidurnya dengan ekspresi puas. Pria itu menyesap bourbonnya sebelum akhirnya berbicara. “Rumah ini punya banyak kamar, Walton. Ambil salah satunya.”
Hiriety mengangkat bahu. “Tapi aku ingin di sini. Lebih aman, bukan?” Dia duduk di tepi tempat tidur, lalu menatap Marco dengan seringai menggoda. “Lagipula, kau sudah cukup peduli untuk mengirim dokter. Bukankah itu berarti kau ingin memastikan aku baik-baik saja?”
Marco hanya mendengus, tidak tertarik melanjutkan argumen konyol ini. Namun, Hiriety tidak menyerah begitu saja.
“Tapi sebelum aku tidur” katanya dengan nada lembut namun berbahaya, “ada satu hal yang harus kau lakukan untukku.”
Marco menurunkan gelasnya ke meja di sebelahnya.
Hiriety tersenyum penuh arti. “Bukakan pakaianku.”
Hening sesaat.
Marco menatapnya lama, mencoba mencari niat sebenarnya di balik permintaan itu. Hiriety tidak menghindari tatapannya, malah semakin mendekat, duduk lebih dekat hingga jarak mereka hanya beberapa inci.
“Apa yang kau rencanakan, Walton?” tanya Marco, suaranya lebih rendah dari sebelumnya.
Hiriety mengangkat tangan yang dibalut gipsnya dengan ekspresi manja. “Tangan ini tidak bisa digunakan dengan baik. Jadi, aku butuh bantuanmu.”
Marco menghela napas panjang, jelas enggan menuruti permainan wanita ini. Namun, entah kenapa, dia tetap berdiri dan berjalan mendekat.
Hiriety tersenyum tipis saat pria itu berdiri di hadapannya. “Oh? Kau benar-benar akan melakukannya?”
Marco menatapnya tajam. “Kau yang memintanya, Walton.”
Pria itu menurunkan pandangannya ke gaun Hiriety, lalu tanpa peringatan, jemarinya mulai bekerja, membuka satu per satu tali dengan gerakan lambat dan penuh kontrol.
Hiriety menatapnya sepanjang waktu, menikmati bagaimana ekspresi Marco tetap dingin dan terkendali, meski ketegangannya terasa begitu nyata. Begitu gaun itu melorot, Marco langsung menarik tangannya kembali, seolah tak ingin memberi Hiriety kesempatan untuk semakin mempermainkannya.
Namun, Hiriety justru menyeringai, matanya berkilat penuh kemenangan.
“Terima kasih, Valley.” Dia mencondongkan tubuhnya sedikit, cukup hingga bibirnya hampir menyentuh telinga pria itu. “Tapi kau tahu? Aku bisa melihatnya sekarang.”
Marco mengerutkan kening. “Melihat apa?”
Hiriety menyentuh dada Marco dengan satu jari, tepat di tengah kemeja hitamnya. “Aku yang sedang mengendalikanmu.”
Marco menatapnya dalam, lalu tersenyum tipis, tetapi senyuman itu sama sekali tidak ramah.
“Jangan terlalu percaya diri, Walton.”
“Kenapa?” Hiriety terkikik, matanya berkilat penuh tantangan. “Kau takut aku benar?”
Marco tidak menjawab. Tapi dalam keheningan itu, ada sesuatu yang lain—sesuatu yang berbahaya, yang lebih dari sekadar permainan mereka selama ini.
Dan Hiriety sangat menikmatinya. Tatapan Marco menggelap, matanya menatap Hirieity lekat. Ada kilatan gairah besar disana
“Ingin melakukannya denganku?” tawar Hiriety, nada suaranya mengundang.
Marco menunduk, tatapannya terpaku pada wajah Hiriety yang begitu dekat. Ia bisa merasakan nafas Hiriety di kulitnya, bisa merasakan sentuhan jemarinya yang lembut di bahunya. Ia bisa merasakan gairah yang mulai membakarnya, gairah yang ia coba tahan selama ini.
"Aku bisa membuatmu lupa pada Selena" Hiriety berbisik, suaranya penuh godaan. "Aku bisa membuatmu kehilangan kendali, Valley. Kau hanya perlu membiarkan aku melakukannya."
Marco terdiam. Ia tahu bahwa ia sedang terjebak dalam permainan wanita ini, tetapi ia tidak bisa menolaknya. Ia telah kehilangan kendali, dan ia tidak tahu kapan ia akan bisa mendapatkannya kembali.
"Come to me, Valley" Hiriety berbisik, suaranya penuh gairah.
Tiba-tiba, Marco bergerak. Gerakannya cepat, keras, dan tak terduga. Ia meraih kedua lengan Hiriety dan mendorongnya ke ranjang, tubuhnya menindih wanita itu tanpa memberi celah untuk melarikan diri. Hiriety tersentak, tetapi alih-alih ketakutan, matanya justru berkilat penuh kesenangan.
"With that fucking shit, Walton!" Marco menggeram, suaranya rendah dan berbahaya.
Hiriety mengerang. Napasnya terengah, nyatanya permainan Marco sungguh luar biasa.Lidah pria itu bergerak disekujur tubuhnya, membelainya, membuatnya lupa akan posisi mereka untuk sesaat"Beware, Walton" Marco berbisik, suaranya berat dan dalam, mengungkapkan dominasi yang ia miliki. "You're in danger right now."Hiriety membuka matanya, tatapannya bertemu dengan tatapan Marco yang gelap dan penuh gairah. Ia melihat keinginan yang membara di mata Marco, keinginan yang sama bergairahnya dengan keinginan di dalam dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa ia sedang berada dalam bahaya, bahaya yang ia sendiri ciptakan. Tetapi ia tidak menyesalinya. Ia menikmati bahaya ini, menikmati permainan ini.“I am the danger, Valley”Ia meraih rambut Marco, menariknya mendekat. Membalas ciuman Marco dengan penuh gairah, lidahnya beradu dengan lidah Marco dalam sebuah tarian yang penuh gairah dan juga penuh bahaya.Lidah Marco kembali menjelajahi lek
Hiriety mengerang, suara yang nyaris putus asa, mengungkapkan kenikmatan yang melampaui batas. Bola matanya terpejam erat, rambutnya berantakan, tubuhnya bergetar tak terkendali. Sensasi yang diberikan Marco jauh lebih intens, jauh lebih memuaskan daripada apapun yang pernah ia alami sebelumnya. Bahkan Erasmus, sang dosen tampan yang selalu memanjakannya, tidak pernah bisa membuatnya merasakan hal seperti ini.Marco, dengan instingnya yang tajam, mengetahui setiap titik sensitif Hiriety dengan sempurna. Ia merangsang Hiriety dengan penuh perhitungan. Ia menikmati reaksi Hiriety, menikmati erangannya yang penuh gairah, menikmati bagaimana tubuh Hiriety bergetar di bawah sentuhannya."Hahh…" Hiriety mendesah panjang, suara yang penuh kenikmatan dan juga kepuasan. Sensasi panas mengalir keluar dari inti tubuhnya, membanjiri seluruh tubuhnya dengan gelombang kenikmatan yang luar biasa. Ia merasa melayang, merasakan dirinya tenggelam dalam lautan kenikmatan yang tak
“Astaga... bisa-bisa lengan kananmu cacat permanen”Hiriety hanya terkekeh saat dokter wanita bernama Alice ini mengomelinya“kau juga, bisa-bisa bermain dengan anak muda polos ini hingga tangannya patah” Alice mengomeli Marco“Dia tak sepolos itu” Sanggah MarcoAlice menghela napas panjang “Kapan kau akan berhenti menjadi maniak, Marco? Apa kau tak puas hanya dengan satu wanita?” Alice bertanya setelah selesai memperbaiki perban di lengan kanan Hiriety“Alice!”“Apa Marco?! Apa kau pikir situasi ini nyaman bagiku? Kau tahu aku menyukaimu tapi kau memintaku merawat wanita yang sudah tidur denganmu?”Hiriety menutup mulutnya, matanya menatap drama di depannya dengan binar kesenangan. Ia telah menduga bahwa Alice menyukai Marco, tetapi Marco sendiri tampak acuh tak acuh terhadap perhatian Alice. Ini lebih menarik daripada yang ia bayangkan.Alice menatap Marco
“Jangan pergi kemanapun, tetap diranjang dan sambut aku dengan kedua kakimu yang sudah terbuka”Nada suaranya datar, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, namun di balik kata-kata tersebut tersirat sebuah dominasi yang kuat. Sebuah perintah yang tak bisa dibantah, yang menunjukkan siapa yang berkuasa di sini. Nada suaranya datar, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, namun di balik kata-kata tersebut tersirat sebuah dominasi yang kuat. Sebuah perintah yang tak bisa dibantah, yang menunjukkan siapa yang berkuasa di sini.Hiriety terkikik pelan lalu mengangguk“Cepatlah kembali, Valley” ujarnya, suara lembut dan menggoda itu diiringi dengan sebuah ciuman jauh yang dilemparkannya ke udara, seolah-olah ciuman itu ditujukan langsung pada Marco yang tengah menjauhSetelah kepergian Marco, Hiriety tidak langsung bergerak. Hiriety menikmati keheningan sesaat, merasakan sisa-sisa sentuhan Marco di kulitnya. Ia tersenyum, senyum yang pen
Berbeda dengan para mafia yang cenderung begerak di dunia gelap, Marco Valley adalah seorang CEO muda dengan aura kepemimpinan yang kuatPria itu tak tertarik dengan perkelahian ataupun aksi ilegal dalam bentuk apapunKekuasaannya bukan didapat dari senjata api atau ancaman kekerasan, melainkan dari strategi bisnis yang cermat dan visi yang tajam. Ia memimpin perusahaan teknologi terkemuka, ValleyTech, dengan tangan besi yang terbalut sutra. Keputusan-keputusannya tegas, namun selalu didasari oleh perhitungan yang matang dan analisis yang mendalam.Marco bukanlah tipe orang yang gemar pamer kekayaan. Kemewahan yang ia miliki tersembunyi di balik kesederhanaan penampilannya. Jas mahalnya selalu rapi, namun tak pernah mencolok.Arloji mewah di pergelangan tangannya hanya terlihat sekilas, namun cukup untuk menunjukkan statusnya. Ia lebih suka menghabiskan waktu di kantornya, bergelut dengan angka-angka dan strategi bisnis, daripada menghadiri pesta-pesta me
Marco melonggarkan dasinya, dia sudah cukup menahan emosi berhadapan dengan seorang pelayan yang tak tahu diri.Bukan hanya sekali dua kali ada pelayan yang melemparkan diri padanya. Ini sudah hampir yang ke sepuluh kalinya dan alhasil Marco harus mengganti pelayannya dengan yang baruSetelah memberikan perintah pemecatan dan mencari orang baru pada Ducan, kepala pelayannya. Marco berjalan menuju kamarnyaKetika ia membuka pintu kamar, pandangannya langsung tertuju pada Hiriety yang sudah ada di atas ranjang"Bagaimana rapatnya, Valley?" tanya Hiriety, suaranya manis dan menggoda.Marco terdiam sejenak, memandangi Hiriety. Ia merasa terkejut, tapi juga… tertarik. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia juga tidak ingin menghindarinya.Marco hampir lupa dengan keberadaan wanita itu di rumahnya. Hiriety sungguh berada di atas ranjangnya hanya dengan pakaian dalam yang transparan“Aku mendapatkan ini dari
Hiriety Berdine Walton.Banyak wanita yang ingin menjadi dirinya, dan banyak pria yang memujanya.Dengan rambut cokelat gelap panjang yang lembut, mata abu-abu yang tajam seperti elang, serta bibir merah yang sering melengkung dalam senyum penuh kepercayaan diri, Hiriety bukan hanya sekadar cantik—dia adalah pusat perhatian di mana pun ia berada.Tapi dia bukan sekadar sosialita yang hidup di bawah bayang-bayang nama besar Walton. Hiriety adalah wanita yang tahu apa yang ia mau, dan ia tidak ragu untuk mendapatkannya. Termasuk ketika seseorang mencoba menyentuh dunianya tanpa izin.Seperti pria itu.Marco Valley.Pria yang dikenal dingin, tidak kenal takut, dan penuh kebencian pada keluarganya.Namun bagi Hiriety, Marco bukan ancaman—dia adalah tantangan yang menarik.“Dia benar-benar berani, ya?” Hiriety berbisik dengan nada geli sambil menyesap sampanye dari gelas kristal yang ia pegang. Ia berdiri di sudut ruangan, mengamati pria berjas hitam yang baru saja tiba di pesta malam itu.
Hiriety menapakan kakinya di halaman luas, rerumputan yang tertata rapi terinjak oleh hak tingginya yang elegan. Udara malam terasa dingin, namun bukan itu yang membuat bibirnya melengkung dalam seringai kecil—melainkan fakta bahwa Marco Valley benar-benar membawanya ke sini.Sebuah mansion berdiri megah di depannya, arsitekturnya khas gaya klasik dengan pilar-pilar tinggi dan jendela besar yang diterangi cahaya lampu dari dalam. Ini bukan tempat yang asing bagi Hiriety.“Jadi, kau benar-benar membawaku ke sarang singamu sendiri?” katanya santai, melirik Marco yang berdiri di sisinya.Pria itu tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menatap Hiriety sejenak sebelum mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada anak buahnya agar pergi. Beberapa pria yang sejak tadi mengawal mereka segera mundur, meninggalkan keduanya di depan mansion besar itu.Marco kemudian berjalan lebih dulu, membukakan pintu besar di hadapan mereka. “Masuk.”Hiriety menyisir rambutnya dengan jari sebelum melangkah a
Marco melonggarkan dasinya, dia sudah cukup menahan emosi berhadapan dengan seorang pelayan yang tak tahu diri.Bukan hanya sekali dua kali ada pelayan yang melemparkan diri padanya. Ini sudah hampir yang ke sepuluh kalinya dan alhasil Marco harus mengganti pelayannya dengan yang baruSetelah memberikan perintah pemecatan dan mencari orang baru pada Ducan, kepala pelayannya. Marco berjalan menuju kamarnyaKetika ia membuka pintu kamar, pandangannya langsung tertuju pada Hiriety yang sudah ada di atas ranjang"Bagaimana rapatnya, Valley?" tanya Hiriety, suaranya manis dan menggoda.Marco terdiam sejenak, memandangi Hiriety. Ia merasa terkejut, tapi juga… tertarik. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia juga tidak ingin menghindarinya.Marco hampir lupa dengan keberadaan wanita itu di rumahnya. Hiriety sungguh berada di atas ranjangnya hanya dengan pakaian dalam yang transparan“Aku mendapatkan ini dari
Berbeda dengan para mafia yang cenderung begerak di dunia gelap, Marco Valley adalah seorang CEO muda dengan aura kepemimpinan yang kuatPria itu tak tertarik dengan perkelahian ataupun aksi ilegal dalam bentuk apapunKekuasaannya bukan didapat dari senjata api atau ancaman kekerasan, melainkan dari strategi bisnis yang cermat dan visi yang tajam. Ia memimpin perusahaan teknologi terkemuka, ValleyTech, dengan tangan besi yang terbalut sutra. Keputusan-keputusannya tegas, namun selalu didasari oleh perhitungan yang matang dan analisis yang mendalam.Marco bukanlah tipe orang yang gemar pamer kekayaan. Kemewahan yang ia miliki tersembunyi di balik kesederhanaan penampilannya. Jas mahalnya selalu rapi, namun tak pernah mencolok.Arloji mewah di pergelangan tangannya hanya terlihat sekilas, namun cukup untuk menunjukkan statusnya. Ia lebih suka menghabiskan waktu di kantornya, bergelut dengan angka-angka dan strategi bisnis, daripada menghadiri pesta-pesta me
“Jangan pergi kemanapun, tetap diranjang dan sambut aku dengan kedua kakimu yang sudah terbuka”Nada suaranya datar, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, namun di balik kata-kata tersebut tersirat sebuah dominasi yang kuat. Sebuah perintah yang tak bisa dibantah, yang menunjukkan siapa yang berkuasa di sini. Nada suaranya datar, tanpa sedikit pun menunjukkan emosi, namun di balik kata-kata tersebut tersirat sebuah dominasi yang kuat. Sebuah perintah yang tak bisa dibantah, yang menunjukkan siapa yang berkuasa di sini.Hiriety terkikik pelan lalu mengangguk“Cepatlah kembali, Valley” ujarnya, suara lembut dan menggoda itu diiringi dengan sebuah ciuman jauh yang dilemparkannya ke udara, seolah-olah ciuman itu ditujukan langsung pada Marco yang tengah menjauhSetelah kepergian Marco, Hiriety tidak langsung bergerak. Hiriety menikmati keheningan sesaat, merasakan sisa-sisa sentuhan Marco di kulitnya. Ia tersenyum, senyum yang pen
“Astaga... bisa-bisa lengan kananmu cacat permanen”Hiriety hanya terkekeh saat dokter wanita bernama Alice ini mengomelinya“kau juga, bisa-bisa bermain dengan anak muda polos ini hingga tangannya patah” Alice mengomeli Marco“Dia tak sepolos itu” Sanggah MarcoAlice menghela napas panjang “Kapan kau akan berhenti menjadi maniak, Marco? Apa kau tak puas hanya dengan satu wanita?” Alice bertanya setelah selesai memperbaiki perban di lengan kanan Hiriety“Alice!”“Apa Marco?! Apa kau pikir situasi ini nyaman bagiku? Kau tahu aku menyukaimu tapi kau memintaku merawat wanita yang sudah tidur denganmu?”Hiriety menutup mulutnya, matanya menatap drama di depannya dengan binar kesenangan. Ia telah menduga bahwa Alice menyukai Marco, tetapi Marco sendiri tampak acuh tak acuh terhadap perhatian Alice. Ini lebih menarik daripada yang ia bayangkan.Alice menatap Marco
Hiriety mengerang, suara yang nyaris putus asa, mengungkapkan kenikmatan yang melampaui batas. Bola matanya terpejam erat, rambutnya berantakan, tubuhnya bergetar tak terkendali. Sensasi yang diberikan Marco jauh lebih intens, jauh lebih memuaskan daripada apapun yang pernah ia alami sebelumnya. Bahkan Erasmus, sang dosen tampan yang selalu memanjakannya, tidak pernah bisa membuatnya merasakan hal seperti ini.Marco, dengan instingnya yang tajam, mengetahui setiap titik sensitif Hiriety dengan sempurna. Ia merangsang Hiriety dengan penuh perhitungan. Ia menikmati reaksi Hiriety, menikmati erangannya yang penuh gairah, menikmati bagaimana tubuh Hiriety bergetar di bawah sentuhannya."Hahh…" Hiriety mendesah panjang, suara yang penuh kenikmatan dan juga kepuasan. Sensasi panas mengalir keluar dari inti tubuhnya, membanjiri seluruh tubuhnya dengan gelombang kenikmatan yang luar biasa. Ia merasa melayang, merasakan dirinya tenggelam dalam lautan kenikmatan yang tak
Hiriety mengerang. Napasnya terengah, nyatanya permainan Marco sungguh luar biasa.Lidah pria itu bergerak disekujur tubuhnya, membelainya, membuatnya lupa akan posisi mereka untuk sesaat"Beware, Walton" Marco berbisik, suaranya berat dan dalam, mengungkapkan dominasi yang ia miliki. "You're in danger right now."Hiriety membuka matanya, tatapannya bertemu dengan tatapan Marco yang gelap dan penuh gairah. Ia melihat keinginan yang membara di mata Marco, keinginan yang sama bergairahnya dengan keinginan di dalam dirinya sendiri. Ia menyadari bahwa ia sedang berada dalam bahaya, bahaya yang ia sendiri ciptakan. Tetapi ia tidak menyesalinya. Ia menikmati bahaya ini, menikmati permainan ini.“I am the danger, Valley”Ia meraih rambut Marco, menariknya mendekat. Membalas ciuman Marco dengan penuh gairah, lidahnya beradu dengan lidah Marco dalam sebuah tarian yang penuh gairah dan juga penuh bahaya.Lidah Marco kembali menjelajahi lek
Tok... tok..“Permisi nona Walton”Hiriety menghela napas panjang, dengan terpaksa, ia menghentikan aksinya membobol sistem keamanan Marco Valley karena ketukan dipukul 11 malam iniDia menghela napas panjang, melirik sekilas ke layar di depannya yang masih menampilkan sistem keamanan rumah Marco Valley. Dia hampir berhasil menerobosnya, tetapi tampaknya seseorang memilih waktu yang sangat buruk untuk mengganggu. Dengan malas, dia menutup laptop hasil curian dari pelayan itu dan berjalan menuju pintu.Begitu pintu terbuka, seorang pelayan berdiri dengan wajah sopan dan hormat. Di belakangnya, seorang pria berjas putih berdiri dengan membawa tas medis.“Tuan Valley mengirimkan dokter untuk memeriksa tangan Anda” ucap pelayan muda itu dengan nada datar.Alis Hiriety terangkat, matanya sekilas berkilat dengan ketertarikan. “Oh? Aku tidak tahu bahwa Marco memiliki sisi peduli yang seperti ini.”Pelayan itu tetap diam, jelas tidak ingin terlibat dalam permainan kata-kata Hiriety. Sementara
Cahaya matahari siang menyusup melalui jendela besar ruang makan, memantulkan sinarnya pada meja panjang yang telah ditata dengan elegan. Piring-piring porselen, perak yang mengilap, serta berbagai hidangan menggoda tersaji rapi di hadapan mereka.Marco Valley duduk di ujung meja, mengenakan kemeja hitam yang lengannya digulung hingga siku, memperlihatkan otot-otot lengannya yang kencang. Rahangnya tegas, garis wajahnya tajam, dan matanya yang gelap menatap makanannya dengan fokus yang intens—seolah dia mencoba mengabaikan fakta bahwa Hiriety sedang duduk di hadapannya.Hiriety sendiri, dengan tangan yang masih patah tetap tidak kehilangan pesonanya, duduk dengan anggun. Dia menyilangkan kakinya, menikmati setiap suapan makanan yang ia ambil dengan tangan kirinya, sesekali melirik ke arah Marco dengan mata abu-abunya yang penuh minat.Tanpa malu-malu, dia meletakkan garpunya, menyandarkan dagunya di atas punggung tangannya, lalu menatap Marco terang-terangan."Aku harus mengakuinya, V
Hiriety melangkah santai di dalam rumah besar itu, seolah-olah dia adalah pemiliknya, bukan seseorang yang baru saja diculik.Rumah Marco Valley ternyata lebih megah daripada yang dia bayangkan—langit-langit tinggi dengan lampu gantung kristal, lorong panjang dengan lukisan-lukisan mahal, dan aroma kayu mahoni yang khas memenuhi udara. Bukan aroma kematian atau penyiksaan seperti yang mungkin dibayangkan kebanyakan orang tentang tempat persembunyian seorang pria seperti Marco ValleyHiriety tersenyum kecil. "Cukup nyaman. Sudah kutebak dia itu gila kebersihan" gumamnya sambil menyentuh pilar di sepanjang lorong.Sejauh ini, Hiriety tak menemukan setitik debupun dirumah besar ini dan melihat respon Marco, sepertinya benar jika pria itu OCD. Namun dia nampak tak masalah jika ada orang lain.“Mungkin kau hanya lemah pada sentuhan..” Hiriety kembali bergumamBeberapa pelayan yang lewat tampak terkejut melihatnya berkeliaran tanpa pengawalan, namun mereka tidak berani mengatakan apa pun. S