“Pak Bos?” Gabby melambai-lambaikan tangan saat menyadari Raizel tengah melamun. Seketika Raizel pun mengerjapkan mata. Dia menepis berbagai lamunan kotor dalam benaknya. “Uh! So-sory!” ucap Raizel spontan. Gabby mengangguk dengan raut kebingungan. “Jadi, ada yang bisa saya bantu, Bos?” Raizel mengangguk cepat lalu mempersilakan Gabby untuk duduk di sebelahnya. “Kamu tolong balutkan perban ini ke lengan saya!” Seketika ucapan Raizel mendadak lembut. Tak seperti biasanya yang selalu meluap-luap. “Baik, biar saya bantu!” seru Gabby lalu mengambil beberapa alat-alat di kotak P3K yang bisa dia gunakan untuk mengobati luka. “Kenapa nggak panggil dokter aja, Bos?” tanya Gabby seraya mengoleskan alkohol ke luka Raizel. Raizel menggeleng dengan raut meringis. “Nggak usah. Ini cuma luka kecil.” “CUMA?” pekik Gabby hingga membuat Raizel terperanjat. “Ma-maaf! Maksud aku, cuma?” Gabby memelankan suaranya dan membuat Raizel kembali tenang. “Biarkan saja, emang kenapa? Kamu khawatir?”
Jemari lentik Gabby menyentuh dada bidang Raizel yang tampak terbuka. Saat itu Raizel memang sedang tak mengenakan pakaian agar lebih mudah mengobati luka. Namun siapa sangka kondisinya yang seperti itu dapat membangkitkan hasrat terpendam dalam diri Gabby. Terlebih lagi gadis itu merasakan ada sesuatu yang mengeras di balik celana Raizel yang bergesekan dengan bokongnya. Rupanya tak hanya Gabby yang merasakan gelenyar ganjil dalam tubuhnya. Pria tampan dengan otot yang begitu mempesona itu tak dapat menahan gairah saat menghidu aroma mawar turki yang menguar dari tubuh Gabby. Kini pandangannya tertuju pada bongkahan indah yang ada di dada, lalu ke bibir ranum Gabby yang tampak merekah. Raizel tak dapat menahan lagi. Dalam hitungan detik naluri kejantanannya menuntun pria itu untuk mendaratkan bibirnya. Dia memagut bibir mungil Gabby dengan lembut. Tentu saja Gabby terperangah dengan apa yang terjadi. Hatinya berdesir lembut saat cambang tipis Raizel bergesekan dengan wajahnya. “Mmh
Gabby cukup terperangah melihat Lascrea yang menatap nanar kepada dirinya. Namun gadis itu lebih memilih bungkam dan melanjutkan perjalanannya untuk menuju ke kamar. Tentu saja sikap Gabby membuat Lascrea menaruh curiga. Dia pun mencoba untuk bertanya langsung kepada Raizel sekalian ada hal penting yang ingin dia bicarakan. “Permisi, Bos!”Lascrea mengetuk pelan pintu cokelat bermotif kayu disertai pegangan berwarna emas tersebut. Baru saja Raizel memejamkan mata untuk menjernihkan pikiran, dia harus menghadapi Lascrea karena sudah tau pasti ada hal penting yang akan dikatakan jika wanita itu sudah berani menghampiri ke kamarnya. “Ya! Masuk!” seru Raizel dari dalam kamar. Lascrea pun memasuki kamar Raizel seraya mengulum senyum. Sesungguhnya melangkah ke dalam ruangan besar nan megah itu selalu menjadi momen kesukaannya. Dia selalu membayangkan jika suatu saat akan menemani Raizel di pagi dan malamnya sepanjang hari. Meskipun hal itu tak kunjung terlaksana, tapi Lascrea cukup bah
Raizel memanggil Richardo untuk mengajaknya berdiskusi mengenai ini. Sepertinya pria paruh baya itu setuju akan pendapat Raizel bahwa pria misterius yang membuntuti mereka akhir-akhir ini adalah salah satu anggota intel. Richardo pun berpikir di ruangan Raizel sambil menghisap cerutunya seperti biasa. Sementara Raizel berbisik kepada tim IT-nya untuk segera menjebol data BIN dan mencari tahu siapa aja yang terdaftar sebagai anggota.“Keamanan negara tidak semudah itu untuk diretas, Bos!” seru salah satu tim IT dengan wajah meringis. Dia menggaruk pelipisnya, merasa bingung bagaimana menjalankan tugas kali ini. “Tenang aja! Kan ada dia.” Raizel mengedikkan dagunya ke arah Richardo. “Jangan lupakan satu privilege kita yang akan memudahkan untuk akses ke sana.”Richardo menyunggingkan senyum setelah mengepulkan asapnya ke udara. “Jika kita tak berhasil meretasnya, pakai cara manual saja. Paman pasti punya banyak link di sana,” lanjut Raizel. “Oke! Satu minggu kedepan kita akan disib
Gabby menaruh nampan secara kasar sehingga para pelayan yang tengah berkutat di dapur saling menyikut dan berbisik satu sama lain. Mereka tak berani bertanya karena tahu sifat Gabby seperti apa. Kepada Bos besar saja dia berani, apalagi dengan para pelayan yang bekerja di sana? Gadis itu menoleh sekilas ke arah orang-orang yang berbisik tentang dirinya. Kemudian melenggang pergi sambil menghela napas gusar. “Huh! Dasar cowok brengsek! Seenaknya aja bilang nggak becus buat muasin. Emangnya aku apaan?” gerutu Gabby sambil berjalan ke arah taman. Setelah melihat bangku kosong di bawah pohon, gadis itu memilih untuk duduk dan bersantai di sana. “Awas aja! Pokoknya aku nggak akan biarin cowok brengsek itu semena-mena lagi!”Baru saja Gabby bersandar di kursi taman seraya memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara familiar yang mengejutkannya.“Siapa yang brengsek?”Sontak Gabby membuka mata lebar-lebar lalu menoleh ke sumber suara. “Hah? Pak Bos?” pekik Gabby. Rupanya Raizel sedang bera
Berkat bantuan team IT beserta Richardo, akhirnya Raizel berhasil menemukan identitas pria bertopi yang menyerangnya tempo lalu. Raizel terduduk di kursi putar, ruangan pribadinya, sambil membuka lembar demi lembar beberapa foto dan keterangan identitas dari para anggota resmi BIN. Dia melihat semua informasi yang didapatkan bersama Lascrea yang berdiri di sebelahnya. Sementara Gabby turut hadir karena kebetulan tengah membersihkan debu di ruangan itu. “Tepat seperti dugaan kita! Ternyata Bajingan tengik itu adalah anggota BIN,” desis Raizel sambil mengusap dagunya. “Syukurlah. Kita tak perlu repot mencuri data lagi karena sudah menemukannya,” tambah Lascrea. Gabby sesekali melirik melalui sudut matanya, mencoba untuk menguping pembicaraan mereka. “Tugas kita sekarang yaitu bagaimana caranya menjebak dia!” seru Raizel dengan tatapan menerawang. “Mau Bos apain?” tanya Lascrea dengan sebelah alis yang terangkat. Raizel menyunggingkan senyum lalu menoleh ke arah Lascrea. “Tentu s
Hari berganti malam. Raizel tidur lebih awal akibat kelelahan mencari informasi tentang keberadaan George. Dia memiliki kebiasaan aneh sejak kecil, yakni selalu tidur tanpa busana. Hanya ada selimut yang menutupi tubuh polosnya. Biasanya dia tak pernah lupa mengunci pintu. Namun malam itu saking lelahnya, Raizel langsung tertidur tanpa memperhatikan sekelilingnya. Gabby yang tengah membersihkan dapur tiba-tiba ditegur oleh seorang pelayan yang turut berada di sana. “Eh, kamu udah taro air di kamar Pak Bos, belum?”Gabby membelalakkan matanya seraya menepuk kening. “Oh, iya! Aku lupa!”Pelayan itu mencubit pelan lengan Gabby. “Ih, kamu gimana, sih! Nanti Pak Bos keburu tidur, loh!”Gabby meringis lalu bergegas menyiapkan air minum untuk Raizel. “Oke, deh. Aku siapin dulu, ya!”Pelayan itu mengangguk antusias. “Iya, sana! Aku duluan, ya! Pekerjaanku udah selesai.”“Oke! Makasih udah ngingetin.”Sambil menggerutu, Gabby pun menyiapkan air di gelas khusus milik Raizel. “Nyusahin bang
“Jangan pergi,” ucap Raizel sekali lagi. Kini dia berbicara dengan mata terbuka. Sebelah tangan kekarnya mendekap tubuh Gabby hingga gadis itu tak bisa berkutik.Dada bidang yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus itu terasa lembap di permukaan tangan Gabby. Mungkin akibat keringat dingin saat Raizel bermimpi buruk. Alih-alih merasa tak nyaman, Gabby malah dimanjakan oleh aroma bergamot yang menguar dari tubuh Raizel. Perpaduan parfum mewah bercampur keringat itu rupanya dapat menciptakan keharuman yang sensual. Terlebih lagi, Gabby masih penasaran dengan sesuatu yang mengeras di balik selimut. Begitu terasa saat bergesekan dengan perutnya. Sesuatu yang terasa ganjil itu mampu membuat bulu kuduk Gabby meringkak. Dengan perasaan gusar, Gabby pun memberanikan diri untuk bersuara. “Pak Bos?” bisiknya lirih. Namun tak ada jawaban yang terlontar dari mulut Raizel. Yang ada hanya getaran kecil pada bahu yang membuat dada Raizel terlihat naik turun disertai suara terisak. Gabby mengerutkan k