Gabby menaruh nampan secara kasar sehingga para pelayan yang tengah berkutat di dapur saling menyikut dan berbisik satu sama lain. Mereka tak berani bertanya karena tahu sifat Gabby seperti apa. Kepada Bos besar saja dia berani, apalagi dengan para pelayan yang bekerja di sana? Gadis itu menoleh sekilas ke arah orang-orang yang berbisik tentang dirinya. Kemudian melenggang pergi sambil menghela napas gusar. “Huh! Dasar cowok brengsek! Seenaknya aja bilang nggak becus buat muasin. Emangnya aku apaan?” gerutu Gabby sambil berjalan ke arah taman. Setelah melihat bangku kosong di bawah pohon, gadis itu memilih untuk duduk dan bersantai di sana. “Awas aja! Pokoknya aku nggak akan biarin cowok brengsek itu semena-mena lagi!”Baru saja Gabby bersandar di kursi taman seraya memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara familiar yang mengejutkannya.“Siapa yang brengsek?”Sontak Gabby membuka mata lebar-lebar lalu menoleh ke sumber suara. “Hah? Pak Bos?” pekik Gabby. Rupanya Raizel sedang bera
Berkat bantuan team IT beserta Richardo, akhirnya Raizel berhasil menemukan identitas pria bertopi yang menyerangnya tempo lalu. Raizel terduduk di kursi putar, ruangan pribadinya, sambil membuka lembar demi lembar beberapa foto dan keterangan identitas dari para anggota resmi BIN. Dia melihat semua informasi yang didapatkan bersama Lascrea yang berdiri di sebelahnya. Sementara Gabby turut hadir karena kebetulan tengah membersihkan debu di ruangan itu. “Tepat seperti dugaan kita! Ternyata Bajingan tengik itu adalah anggota BIN,” desis Raizel sambil mengusap dagunya. “Syukurlah. Kita tak perlu repot mencuri data lagi karena sudah menemukannya,” tambah Lascrea. Gabby sesekali melirik melalui sudut matanya, mencoba untuk menguping pembicaraan mereka. “Tugas kita sekarang yaitu bagaimana caranya menjebak dia!” seru Raizel dengan tatapan menerawang. “Mau Bos apain?” tanya Lascrea dengan sebelah alis yang terangkat. Raizel menyunggingkan senyum lalu menoleh ke arah Lascrea. “Tentu s
Hari berganti malam. Raizel tidur lebih awal akibat kelelahan mencari informasi tentang keberadaan George. Dia memiliki kebiasaan aneh sejak kecil, yakni selalu tidur tanpa busana. Hanya ada selimut yang menutupi tubuh polosnya. Biasanya dia tak pernah lupa mengunci pintu. Namun malam itu saking lelahnya, Raizel langsung tertidur tanpa memperhatikan sekelilingnya. Gabby yang tengah membersihkan dapur tiba-tiba ditegur oleh seorang pelayan yang turut berada di sana. “Eh, kamu udah taro air di kamar Pak Bos, belum?”Gabby membelalakkan matanya seraya menepuk kening. “Oh, iya! Aku lupa!”Pelayan itu mencubit pelan lengan Gabby. “Ih, kamu gimana, sih! Nanti Pak Bos keburu tidur, loh!”Gabby meringis lalu bergegas menyiapkan air minum untuk Raizel. “Oke, deh. Aku siapin dulu, ya!”Pelayan itu mengangguk antusias. “Iya, sana! Aku duluan, ya! Pekerjaanku udah selesai.”“Oke! Makasih udah ngingetin.”Sambil menggerutu, Gabby pun menyiapkan air di gelas khusus milik Raizel. “Nyusahin bang
“Jangan pergi,” ucap Raizel sekali lagi. Kini dia berbicara dengan mata terbuka. Sebelah tangan kekarnya mendekap tubuh Gabby hingga gadis itu tak bisa berkutik.Dada bidang yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus itu terasa lembap di permukaan tangan Gabby. Mungkin akibat keringat dingin saat Raizel bermimpi buruk. Alih-alih merasa tak nyaman, Gabby malah dimanjakan oleh aroma bergamot yang menguar dari tubuh Raizel. Perpaduan parfum mewah bercampur keringat itu rupanya dapat menciptakan keharuman yang sensual. Terlebih lagi, Gabby masih penasaran dengan sesuatu yang mengeras di balik selimut. Begitu terasa saat bergesekan dengan perutnya. Sesuatu yang terasa ganjil itu mampu membuat bulu kuduk Gabby meringkak. Dengan perasaan gusar, Gabby pun memberanikan diri untuk bersuara. “Pak Bos?” bisiknya lirih. Namun tak ada jawaban yang terlontar dari mulut Raizel. Yang ada hanya getaran kecil pada bahu yang membuat dada Raizel terlihat naik turun disertai suara terisak. Gabby mengerutkan k
Gabby terpaku beberapa saat. Ingatannya tertuju pada aktivitas panas yang mereka lakukan tempo lalu. Gairah Gabby tak dapat terbendung lagi. Saat ini dia menginginkan lebih dari itu. Ciuman pertama yang dia rasakan tiba-tiba muncul dalam benaknya, menimbulkan gelenyar ganjil pada bagian bawah perutnya. “Pak Bos!” bisik Gabby dengan mata terpicing. Dia berucap sembarang karena tak tahu harus berkata apa. Bibir ranumnya kini tampak merekah indah , bersiap untuk menyambut pagutan lembut seperti saat itu. Napas Gabby mulai tak teratur Sepertinya dia ingin mengakhiri gairah panas yang sejak kemarin berperang melawan akal sehatnya. Raizel menyadari apa yang tengah dirasakan oleh Gabby saat ini. Sebelah tangannya meraih dagu lancip Gabby agar gadis itu semakin mendongak. Selang beberap detik, Raizel berhasil melumat seonggok daging merah muda yang dipoles oleh lipstik berwarna nude tersebut. Perlahan, Gabby mulai tenggelam dalam perasaan aneh yang membuatnya seperti melayang. Dia mulai
Secercah sinar mentari menyeruak masuk melalui sela-sela gorden kamar. Perlahan Gabby membuka matanya seraya melenguh saat dia meregangkan otot-otot tubuhnya. Kemudian menguap sambil mengucek sebelah matanya yang tampak sayu. Gadis itu terdiam sejenak saat menyadari ada sesuatu yang berbeda dengan langit-langit kamarnya. “Perasaan di kamarku nggak ada lampu gantung.”Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar hingga akhirnya tatapan itu berhenti pada sosok pria yang masih tertidur di sebelahnya. “Pak Bos?” bisiknya dalam hati. Kedua matanya terbelalak melihat sosok Raizel tanpa busana. Secepat kilat Gabby mengalihkan pandangannya ke tubuhnya sendiri, dan... “Shit!”Dia sama-sama tak berbusana saat ini. Hanya berselimutkan bed cover yang membuatnya merasa hangat. “Apa yang sudah aku laku—“Belum sempat bertanya pada diri sendiri, ingatan Gabby saat melakukan adegan panas dengan Raizel semalam, sudah cukup menjawabnya. Awalnya dia kira hanya mimpi. Namun kondisi yang terlihat s
"Selamat pagi, Bos!” sapa Lascrea dengan senyuman hangatnya.Sementara Raizel masih menunjukkan raut panik tatkala Lascrea melangkah, mendekatinya. Dia memang sudah terbiasa membebaskan Lascrea untuk keluar masuk kamarnya tanpa menunggu persetujuan. Itulah mengapa Raizel begitu ketar-ketir saat Lascrea mengetuk pintu. Melihat tubuh Raizel yang masih berbalut selimut, Lascrea sedikit tergemap.“Loh, Pak Bos baru bangun?” Dia sangat tahu kebiasaan Raizel yang selalu tak berbusana saat tertidur. “Emm, iya. Aku kecapekan. Tolong kasih waktu 30 menit untuk aku bersiap-siap, ya!” seru Raizel sambil menggosok-gosok tengkuknya. Lascrea pun menggangguk. Merasa ada yang aneh, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan hingga Raizel harus berdeham untuk mengalihkannya. “Kamu boleh tunggu di luar ya, Rea!” ucap Raizel. “Oh, oke, Bos!” Lascrea tak kuasa untuk membantah ucapan Raizel, walau sebenarnya dia ingin berada lebih lama di sana. Apalagi penampilan Raizel begitu memanjakan mata.
“Ayo ikut aku!” Raizel menggandeng tangan Gabby usai dirinya mandi dan berpakaian rapi. Pria itu memang sengaja mengurung Gabby di kamarnya agar bisa keluar kamar bersama. “Kita mau ke mana Pak Bos? Tapi aku belum mandi.”“Udah ikut aja! Gampang nanti bisa mandi di sauna!”Gabby membelalakkan matanya seolah-olah tak percaya. “Sauna? Pak Bos mau bawa aku ke luar? Apa di rumah ini juga ada sauna?”Raizel mengulas senyum yang mampu menggetarkan hati kecil Gabby. “Di rumah ini nggak ada sauna,” jawab Raizel dengan lembutnya. “Terus? Beneran ke luar?”Raizel mengangguk pelan, masih dengan senyuman manisnya.“Iya, bawel! Udah buruan!” Raizel segera menyeret Gabby ke luar kamar untuk membawanya pergi. “Ini nggak mimpi, kan?” batin Gabby. “Kenapa sejak tadi malam sikap dia aneh. Apa mimpi buruknya udah berhasil bikin otak dia konslet? Terlebih lagi, senyum apa itu? Aku nggak pernah lihat dia senyum sehangat itu, kecuali senyum kematian yang bikin dia keliatan mirip zombie.”Langkah Gabby