Hari berganti malam. Raizel tidur lebih awal akibat kelelahan mencari informasi tentang keberadaan George. Dia memiliki kebiasaan aneh sejak kecil, yakni selalu tidur tanpa busana. Hanya ada selimut yang menutupi tubuh polosnya. Biasanya dia tak pernah lupa mengunci pintu. Namun malam itu saking lelahnya, Raizel langsung tertidur tanpa memperhatikan sekelilingnya. Gabby yang tengah membersihkan dapur tiba-tiba ditegur oleh seorang pelayan yang turut berada di sana. “Eh, kamu udah taro air di kamar Pak Bos, belum?”Gabby membelalakkan matanya seraya menepuk kening. “Oh, iya! Aku lupa!”Pelayan itu mencubit pelan lengan Gabby. “Ih, kamu gimana, sih! Nanti Pak Bos keburu tidur, loh!”Gabby meringis lalu bergegas menyiapkan air minum untuk Raizel. “Oke, deh. Aku siapin dulu, ya!”Pelayan itu mengangguk antusias. “Iya, sana! Aku duluan, ya! Pekerjaanku udah selesai.”“Oke! Makasih udah ngingetin.”Sambil menggerutu, Gabby pun menyiapkan air di gelas khusus milik Raizel. “Nyusahin bang
“Jangan pergi,” ucap Raizel sekali lagi. Kini dia berbicara dengan mata terbuka. Sebelah tangan kekarnya mendekap tubuh Gabby hingga gadis itu tak bisa berkutik.Dada bidang yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus itu terasa lembap di permukaan tangan Gabby. Mungkin akibat keringat dingin saat Raizel bermimpi buruk. Alih-alih merasa tak nyaman, Gabby malah dimanjakan oleh aroma bergamot yang menguar dari tubuh Raizel. Perpaduan parfum mewah bercampur keringat itu rupanya dapat menciptakan keharuman yang sensual. Terlebih lagi, Gabby masih penasaran dengan sesuatu yang mengeras di balik selimut. Begitu terasa saat bergesekan dengan perutnya. Sesuatu yang terasa ganjil itu mampu membuat bulu kuduk Gabby meringkak. Dengan perasaan gusar, Gabby pun memberanikan diri untuk bersuara. “Pak Bos?” bisiknya lirih. Namun tak ada jawaban yang terlontar dari mulut Raizel. Yang ada hanya getaran kecil pada bahu yang membuat dada Raizel terlihat naik turun disertai suara terisak. Gabby mengerutkan k
Gabby terpaku beberapa saat. Ingatannya tertuju pada aktivitas panas yang mereka lakukan tempo lalu. Gairah Gabby tak dapat terbendung lagi. Saat ini dia menginginkan lebih dari itu. Ciuman pertama yang dia rasakan tiba-tiba muncul dalam benaknya, menimbulkan gelenyar ganjil pada bagian bawah perutnya. “Pak Bos!” bisik Gabby dengan mata terpicing. Dia berucap sembarang karena tak tahu harus berkata apa. Bibir ranumnya kini tampak merekah indah , bersiap untuk menyambut pagutan lembut seperti saat itu. Napas Gabby mulai tak teratur Sepertinya dia ingin mengakhiri gairah panas yang sejak kemarin berperang melawan akal sehatnya. Raizel menyadari apa yang tengah dirasakan oleh Gabby saat ini. Sebelah tangannya meraih dagu lancip Gabby agar gadis itu semakin mendongak. Selang beberap detik, Raizel berhasil melumat seonggok daging merah muda yang dipoles oleh lipstik berwarna nude tersebut. Perlahan, Gabby mulai tenggelam dalam perasaan aneh yang membuatnya seperti melayang. Dia mulai
Secercah sinar mentari menyeruak masuk melalui sela-sela gorden kamar. Perlahan Gabby membuka matanya seraya melenguh saat dia meregangkan otot-otot tubuhnya. Kemudian menguap sambil mengucek sebelah matanya yang tampak sayu. Gadis itu terdiam sejenak saat menyadari ada sesuatu yang berbeda dengan langit-langit kamarnya. “Perasaan di kamarku nggak ada lampu gantung.”Dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kamar hingga akhirnya tatapan itu berhenti pada sosok pria yang masih tertidur di sebelahnya. “Pak Bos?” bisiknya dalam hati. Kedua matanya terbelalak melihat sosok Raizel tanpa busana. Secepat kilat Gabby mengalihkan pandangannya ke tubuhnya sendiri, dan... “Shit!”Dia sama-sama tak berbusana saat ini. Hanya berselimutkan bed cover yang membuatnya merasa hangat. “Apa yang sudah aku laku—“Belum sempat bertanya pada diri sendiri, ingatan Gabby saat melakukan adegan panas dengan Raizel semalam, sudah cukup menjawabnya. Awalnya dia kira hanya mimpi. Namun kondisi yang terlihat s
"Selamat pagi, Bos!” sapa Lascrea dengan senyuman hangatnya.Sementara Raizel masih menunjukkan raut panik tatkala Lascrea melangkah, mendekatinya. Dia memang sudah terbiasa membebaskan Lascrea untuk keluar masuk kamarnya tanpa menunggu persetujuan. Itulah mengapa Raizel begitu ketar-ketir saat Lascrea mengetuk pintu. Melihat tubuh Raizel yang masih berbalut selimut, Lascrea sedikit tergemap.“Loh, Pak Bos baru bangun?” Dia sangat tahu kebiasaan Raizel yang selalu tak berbusana saat tertidur. “Emm, iya. Aku kecapekan. Tolong kasih waktu 30 menit untuk aku bersiap-siap, ya!” seru Raizel sambil menggosok-gosok tengkuknya. Lascrea pun menggangguk. Merasa ada yang aneh, dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan hingga Raizel harus berdeham untuk mengalihkannya. “Kamu boleh tunggu di luar ya, Rea!” ucap Raizel. “Oh, oke, Bos!” Lascrea tak kuasa untuk membantah ucapan Raizel, walau sebenarnya dia ingin berada lebih lama di sana. Apalagi penampilan Raizel begitu memanjakan mata.
“Ayo ikut aku!” Raizel menggandeng tangan Gabby usai dirinya mandi dan berpakaian rapi. Pria itu memang sengaja mengurung Gabby di kamarnya agar bisa keluar kamar bersama. “Kita mau ke mana Pak Bos? Tapi aku belum mandi.”“Udah ikut aja! Gampang nanti bisa mandi di sauna!”Gabby membelalakkan matanya seolah-olah tak percaya. “Sauna? Pak Bos mau bawa aku ke luar? Apa di rumah ini juga ada sauna?”Raizel mengulas senyum yang mampu menggetarkan hati kecil Gabby. “Di rumah ini nggak ada sauna,” jawab Raizel dengan lembutnya. “Terus? Beneran ke luar?”Raizel mengangguk pelan, masih dengan senyuman manisnya.“Iya, bawel! Udah buruan!” Raizel segera menyeret Gabby ke luar kamar untuk membawanya pergi. “Ini nggak mimpi, kan?” batin Gabby. “Kenapa sejak tadi malam sikap dia aneh. Apa mimpi buruknya udah berhasil bikin otak dia konslet? Terlebih lagi, senyum apa itu? Aku nggak pernah lihat dia senyum sehangat itu, kecuali senyum kematian yang bikin dia keliatan mirip zombie.”Langkah Gabby
Setelah menikmati relaksasi di sauna, Gabby memakai baju baru yang sudah Raizel belikan beberapa menit lalu saat sedang menunggu dirinya. Gabby bahkan diajak ke salon untuk didandani sebelum berkeliling di mall. Tak dapat dipungkiri bahwa gadis itu memiliki kecantikan alami di balik wajah lugunya. Citra pelayan yang akhir-akhir ini melekat dalam diri Gabby kini sirna, berganti dengan aura kecantikan yang membuat gadis itu terlihat berkelas dan elegan. Kurang lebih hampir serupa saat dia pertama kali menjadi penari di El Camorra. Bedanya, kini dia didandani bukan sebagai gadis nakal. Raizel terpana saat melihat Gabby yang menghampirinya dengan warna rambut yang berbeda. Gadis berkulit putih itu terlihat cocok dengan rambut ash grey- nya yang ditata menjadi bergelombang. Bahkan ada sedikit poni tipis ala-ala gadis korea yang membuatnya terlihat imut.Sejujurnya, sosok Gabby saat ini adalah salah satu tipe gadis idaman Raizel. Dia terlalu lelah berhadapan dengan gadis nakal yang selalu
Wanita itu terlihat cantik dan sangat berkelas dengan kaos lengan panjang turtle neck berwarna hitam dan rok motif kotak-kotak yang dihias ikat pinggang merek ternama. Sepertinya dia sangat mengenal Raizel. Namun tatapan sinisnya membuat Gabby benar-benar tak nyaman.“Kamu pacarnya Raizel, ya? Salam kenal aku Diana, mantannya Raizel,” ucapnya sambil mengulurkan tangan.Gabby hanya tersenyum meringis, tak tahu harus bagaimana menghadapi situasi yang membingungkan tersebut.Untung saja Raizel peka dan buru-buru menepis tangan Diana sambil berkata, “Di, pacarku nggak nyaman kamu ajak kenalan.”“What?”Bukannya membuat Gabby tenang, ucapan Raizel malah membuat pikiran Gabby tambah runyam.“Bisa-bisanya dia bilang kita pacaran. Wah, kayaknya otaknya emang bener-bener konslet gara-gara mimpi buruk.”Diana manggut-manggut, merasa paham dengan apa yang dia lihat. “Oh, jadi beneran pacar kamu? Selera kamu emang selalu bagus ya, dari dulu.”Diana mencoba tersenyum dan memperhatikan Gabby sekal
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat Gabby dan George mencari cara untuk mengawasi gerak-gerik Raizel secara intens, tiba-tiba saja Gabby mendapatkan tawaran sebagai asisten pribadinya dengan menggantikan sosok Lascrea. Bagaimana mungkin Gabby menolak jika hal tersebut dapat menguntungkannya? Dia akan jadi lebih mudah mengumpulkan bukti tentang bisnis kotor Raizel secara spesifik. Dengan menjadi asisten pribadinya, Gabby dapat mengikuti Raizel dengan mudah, kapan pun dan di mana pun. Di tengah lamunan yang diiringi perasaan antusias, tiba-tiba Gabby dikejutkan oleh pertanyaan Raizel yang tengah menanti jawabannya. "Jadi gmana, Gabby? Apa kamu mau jadi asisten pribadiku?"Sontak Gabby terperangah dan mengenyahkan lamunannya. Dia pun mengerjapkan mata seraya bertanya dengan raut kikuk. "Eh? Emang Lascrea ke mana?"Raizel menghela napas gusar. Sejujurnya dia enggan membahas wanita itu serta masalah yang tengah mereka alami. "Emm, Paniang ceritanya. Intinya Lascrea udah nggak tinggal di
Sepulangnya dari taman, Raizel menemukan sepucuk surat yang tergeletak di atas kasur. Dia menautkan kedua alisnya saat meraih selembar kertas itu, lalu terduduk di tepi kasur untuk membacanya dengan hikmat. Dear, Raizel Eleizer. Terima kasih sudah memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga selama sepuluh tahun ini. Aku sangat bahagia pernah menemanimu walau hanya sebatas asisten. Tapi sekarang aku mau minta maaf kalau aku nggak bisa lanjut kerja dan tinggal sama kamu lagi. Jaga diri baik-baik, Rai. Aku akan berusaha buang perasaan terlarang ini buat kamu. Semoga kita bisa dipertemukan kembali sebagai partner yang lebih baik. Thanks, Lascrea Raizel meremas surat itu usai membacanya, lalu melempar kertas yang sudah berubah menjadi gumpalan ke sembarang arah. "Argh!" Pemuda itu mengerang dalam kamarnya seraya mengacak rambut sendiri. Dia tak pernah berekspektasi bahwa keadaannya akan brakhir seperti ini. "Kalau udah kayak gini, siapa yang akan hanndle pekerjaanku ke depann
Raizel termenung di sebuah taman sambil membenamkan wajah di kedua telapak tangan. Kali ini ada yang berbeda darinya. Pria itu benar-benar sendiri tanpa ditemani ajudan maupun Lascrea. Dia cukup syok setelah mendengar kenyataan bahwa asisten sekaligus orang terdekatnya, ternyata memendam rasa. Terlebih lagi, pagi itu mereka terbangun tanpa busana setelah Raizel mabuk parah sebelumnya. "Aish! Apa yang udah gue lakuin malam itu? Kenapa gue nggak inget sedikit pun?" Raizel tampak frustrasi hingga mengacak-ngacak rambutnya sendiri. "Gue nggak mungkin segampang itu tidur sama dia kalau nggak ada sesuatu yang aneh." Raizel terus bermonolog hingga akhirnya raut yang tampak gusar itu seketika berubah setelah melihat kehadiran seseorang yang membuatnya terperangah. "Ga-Gaby?" Raizel tak berkedip sedetik pun. Bahkan kedua matanya terbelalak, disertai mulut yang terbuka lebar. "Ka-kamu Gabby, 'kan?" Raizel berdiri lalu mengucek matanya, seolah-olah tak percaya dengan apa yang dia lihat. Se
Setelah memarkirkan mobilnya di halaman depan, George turun dengan menenteng beberapa kantung belanjaan dan memasuki villa yang kini ditempati oleh Gabby. Sorot matanya tampak berbinar disertai senyum merekah yang menghias wajah tampannya. Pria itu berlari kecil, memasuki villa sambil berseru, "Gabby ...!" Sementara sosok yang dipanggil tengah bersantai di depan televisi seraya memakan sepotong kue. Wanita itu menoleh ke arah seruan yang terdengar dari arah belakangnya. Sampai akhirnya dia melihat sosok George yang menenteng beberapa kantung belanjaan. "George?" lirih Gabby, tak kalah semringah. "Lihat, aku bawa apa!" George menaik-turunkan kedua alisnya sambil menunjukkan apa yang ada di tangannya. Sementara Gabby terlihat bingung hingga kedua alisnya bertaut. "Apa?" tanya Gabby. George pun terkekeh lalu melangkah, mendekati Gabby. "Aku beliin beberapa baju buat kamu. Nggak mungkin kan, kamu tiap hari pake baju papaku," jawab George seraya meletakkan kantung belanjaannya
Raizel terbangun di kasurnya dengan tubuh polos yang sudah terbalut oleh selimut. Awalnya dia belum tersadar dan hanya bisa menguap seraya meregangkan otot-ototnya yang terasa sedikit pegal. Sampai akhirnya dia menoleh ke arah samping dengan mata terpicing. Samar-samar, terlihat sosok wanita yang tengah terlelap di sebelahnya. Raizel pun terpaku selama beberapa detik hingga akhirnya terperangah dengan apa yang dia lihat. "Lascrea?" pekik Raizel seraya terbelalak. Kenyataan yang begitu menghantam benaknya adalah saat menyadari bahwa Lascrea dan dirinya sama-sama tak berpakaian dan hanya dibalut oleh selimut. "Apa yang terjadi?" Berbagai macam pertanyaan terus bergelayut dalam benak. Raizel benar-benar tak ingat dengan apa yang sudah terjadi tadi malam. Pengaruh alkohol yang kuat telah membuatnya lupa diri bahkan menguasai alam bawah sadarnya. Raizel pun mendengus kasar seraya menjambak rambutnya sendiri. Pria itu khawatir jika dia benar-benar melalukan hal yang sama sekali tak d
Lascrea berhasil melumat bibir Raizel hingga pria itu mengerutkan keningnya di tengah rasa pengar. Aroma alkohol yang menguar dari mulutnya tak menghentikan Lascrea untuk terus menjelajahi mulut pria itu, bahkan kini tangannya mulai beraksi untuk menanggalkan kemeja Raizel. Raizel yang mengira bahwa gadis di pangkuannya adalah Gabby pun hanya bisa pasrah dan membalas lumatan pada bibirnya. Kedua tangannya melingkar di pinggang Lascrea, sesekali mengelus punggung wanita itu yang masih dibalut oleh blazer hitam andalannya. Sementara Lascrea semakin gencar dengan aksinya. Ciuman yang semula intens di sekitar bibir, kini pindah ke leher jenjang Raizel. Sontak pria itu mulai melenguh indah, merasakan sensasi yang luar biasa di tengah rasa pengar. Jemari indah Lascrea kini melepas ikat pinggang Raizel dan berusaha untuk menanggalkan celananya. Dia tak ingin melewatkan kesempatan indah yang mungkin tak akan datang dua kali dalam hidupnya. Entah apa jadinya jika Raizel tahu bahwa wanita y
Raizel hampir putus asa karena Gabby tak kunjung ditemukan. kehampaan bergelung dengan perasaan gundah karena tak ada lagi senyuman manis yang selalu menyejukkan hati. Hari-harinya menjadi berantakan karena fokusnya menjadi terpecah-belah. 'Sebenarnya pergi ke mana dia?'Raizel meneguk sebotol wine sambil terduduk di bangku kerjanya. Tersirat sebuah sesal karena sempat mengizinkan Gabby turut serta dalam menjalankan misi.'Andai dia nggak baper sama George, mungkin semuanya nggak akan kayak gini.' Tiba-tiba Raizel menggeleng kuat, menepis lamunannya. 'Nggak! Andai sejak awal aku nggak izinin dia buat jadi umpan, mungkin mereka nggak akan berhubungan sejauh itu." Raizel menggeram sambil meletakkan gelas wine dengan kasar hingga dia tak sadar akan kehadiran Lascrea yang tiba-tiba masuk ke ruangannya. "Boss?"tanya Lascrea pelan. Raut wajahnya terlihat meringis saat memperhatikan kondisi bosnya saat ini. Sementara Raizel melirik ke arah Lascrea dengan mata terpicing. Mungkin pengaruh
Gabby menceritakan kronologis saat mengenal Raizel tanpa ada yang terlewat sedikit pun. Dia bahkan bercerita tentang pertemuannya dengan Elven hingga menemukan villa ini untuk bersembunyi. George menyimak seraya terduduk di sebelah Gabby. Dia mulai memahami situasi yang dialami oleh gadis itu. "Kalau begitu, kau bisa bersembunyi di sini untuk sementara waktu, Angella!" Ucapan George membuat kedua alis Gabby terangkat. Pria itu lupa kalau nama Gabby bukanlah Angella. Atau mungkin jauh di dalam lubuk hati George, dia masih menganggap sosok Gabby adalah Angella yang pernah dia cintai. Melihat raut wajah Gabby, seketika George tersadar bahwa dia salah ucap. "Ah, maaf! Maksudku.... " Perkataan George terhenti karena dia lupa siapa nama asli Angella."Gabby! Panggil saja aku Gabby!" Untung saja Gabby langsung memotong ucapan George dan memperkenalkan diri sehingga kecanggungan yang tercipta segera terempas. "Maaf, aku belum terbiasa memanggilmu dengan nama lain," ucap George seraya
George memasuki pekarangan villa dengan mengendarai mobil SUV hitam miliknya. Setelah turun dari mobil, George melangkah menuju pot tempat dia biasa menyembunyikan kunci. Namun, baru saja pria itu menghentikan langkah, alangkah terkejutnya dia saat mendapati potnya jatuh dan terpecah belah. George bahkan tak dapat menemukan kunci villanya di sana. "Sial! Siapa yang udah ke sini?" George segera menghambur ke dalam untuk memastikan bahwa ada seseorang yang telah menerobos masuk ke villanya. Pemuda itu mengedarkan pandang ke seluruh ruangan hingga terdistraksi oleh suara televisi di ruang tengah. Dia bahkan melihat pantulan cahaya yang terpancar dari televisi. George melangkah secara perlahan untuk mendekati sumber suara. Setelah dia menghentikan langkah, kedua matanya membulat secara otomatis. Ternyata benar dugaannya. Ada seseorang yang menyelinap masuk ke dalam villa. Seorang wanita yang tengah bersantai di depan televisi dengan secangkir teh hangat dan memakai handuk kimono milik