Gabby terperangah saat pria bertopi itu mendongak hingga wajahnya terlihat jelas. Rupanya dia adalah George yang berhasil memotong jalan setelah mengikuti Raizel dari rumah Arnold hingga menghadangnya di persimpangan. “Ah! Aku tahu dia siapa!” pekik Gabby. Raizel mengangkat sebelah alisnya lalu menoleh kepada Gabby. “Siapa?”“Aku nggak tahu namanya, tapi dia cowok yang tadi masuk ke El Camorra. Dia papasan sama aku di pintu masuk,” jawab Gabby. Seketika Raizel mengingat momen saat dirinya dibuntuti oleh seseorang beberapa hari yang lalu.“Kayaknya lo juga orang yang buntutin gue dan Paman beberapa hari lalu,” ucap Raizel dengan mata terpicing. “Sebenernya lo siapa? Siapa yang ngirim lo?” lanjut Raizel. George tertawa pedar lalu berkata, “Raizel Eliezer! Sayang sekali kau tak bisa mengenalku. Padahal aku mengetahui segala tentangmu dan Richardo.” Tiba-tiba George mengeluarkan pistolnya yang sedari tadi tersembunyi di saku celana.“Sial!” desis Raizel lalu menarik Gabby untuk berl
Dalam sekejap mata, sorot cahaya itu menyorot wajah mereka sehingga kedua sejoli itu memicingkan mata akibat merasa silau. “Ketemu!” seru Pria berjas hitam setelah menyibak semak-semak. Dia menyorot wajah Raizel dan Gabby menggunakan lampu senter. Di sisi lain, Lascrea berhasil menemukan mobil Raizel yang menabrak pohon. Dia pun melangkah pelan, mendekati mobil untuk memastikan keberadaan bosnya di sana. Alih-alih menemukan sosok Raizel, wanita itu malah terkejut saat melihat sosok pria yang tengah menjungking sambil menggeledah dalam mobil. Kepalanya menerobos masuk, sementara bagian bokongnya ada di luar. Lascrea pun mendekat secara perlahan seraya mengeluarkan pistolnya. “Jangan bergerak, atau lo nggak akan bisa buang air lagi selamanya!” ancam Lascrea setengah berbisik. Dia menempelkan ujung pistol ke bokong pria itu. “Sial!” umpatnya dalam hati. Rupanya pria itu adalah George. Pantas dia tak mengejar Raizel dan Gabby ke dalam hutan. ternyata dia tengah sibuk menggeledah mobi
“Pak Bos?” Gabby melambai-lambaikan tangan saat menyadari Raizel tengah melamun. Seketika Raizel pun mengerjapkan mata. Dia menepis berbagai lamunan kotor dalam benaknya. “Uh! So-sory!” ucap Raizel spontan. Gabby mengangguk dengan raut kebingungan. “Jadi, ada yang bisa saya bantu, Bos?” Raizel mengangguk cepat lalu mempersilakan Gabby untuk duduk di sebelahnya. “Kamu tolong balutkan perban ini ke lengan saya!” Seketika ucapan Raizel mendadak lembut. Tak seperti biasanya yang selalu meluap-luap. “Baik, biar saya bantu!” seru Gabby lalu mengambil beberapa alat-alat di kotak P3K yang bisa dia gunakan untuk mengobati luka. “Kenapa nggak panggil dokter aja, Bos?” tanya Gabby seraya mengoleskan alkohol ke luka Raizel. Raizel menggeleng dengan raut meringis. “Nggak usah. Ini cuma luka kecil.” “CUMA?” pekik Gabby hingga membuat Raizel terperanjat. “Ma-maaf! Maksud aku, cuma?” Gabby memelankan suaranya dan membuat Raizel kembali tenang. “Biarkan saja, emang kenapa? Kamu khawatir?”
Jemari lentik Gabby menyentuh dada bidang Raizel yang tampak terbuka. Saat itu Raizel memang sedang tak mengenakan pakaian agar lebih mudah mengobati luka. Namun siapa sangka kondisinya yang seperti itu dapat membangkitkan hasrat terpendam dalam diri Gabby. Terlebih lagi gadis itu merasakan ada sesuatu yang mengeras di balik celana Raizel yang bergesekan dengan bokongnya. Rupanya tak hanya Gabby yang merasakan gelenyar ganjil dalam tubuhnya. Pria tampan dengan otot yang begitu mempesona itu tak dapat menahan gairah saat menghidu aroma mawar turki yang menguar dari tubuh Gabby. Kini pandangannya tertuju pada bongkahan indah yang ada di dada, lalu ke bibir ranum Gabby yang tampak merekah. Raizel tak dapat menahan lagi. Dalam hitungan detik naluri kejantanannya menuntun pria itu untuk mendaratkan bibirnya. Dia memagut bibir mungil Gabby dengan lembut. Tentu saja Gabby terperangah dengan apa yang terjadi. Hatinya berdesir lembut saat cambang tipis Raizel bergesekan dengan wajahnya. “Mmh
Gabby cukup terperangah melihat Lascrea yang menatap nanar kepada dirinya. Namun gadis itu lebih memilih bungkam dan melanjutkan perjalanannya untuk menuju ke kamar. Tentu saja sikap Gabby membuat Lascrea menaruh curiga. Dia pun mencoba untuk bertanya langsung kepada Raizel sekalian ada hal penting yang ingin dia bicarakan. “Permisi, Bos!”Lascrea mengetuk pelan pintu cokelat bermotif kayu disertai pegangan berwarna emas tersebut. Baru saja Raizel memejamkan mata untuk menjernihkan pikiran, dia harus menghadapi Lascrea karena sudah tau pasti ada hal penting yang akan dikatakan jika wanita itu sudah berani menghampiri ke kamarnya. “Ya! Masuk!” seru Raizel dari dalam kamar. Lascrea pun memasuki kamar Raizel seraya mengulum senyum. Sesungguhnya melangkah ke dalam ruangan besar nan megah itu selalu menjadi momen kesukaannya. Dia selalu membayangkan jika suatu saat akan menemani Raizel di pagi dan malamnya sepanjang hari. Meskipun hal itu tak kunjung terlaksana, tapi Lascrea cukup bah
Raizel memanggil Richardo untuk mengajaknya berdiskusi mengenai ini. Sepertinya pria paruh baya itu setuju akan pendapat Raizel bahwa pria misterius yang membuntuti mereka akhir-akhir ini adalah salah satu anggota intel. Richardo pun berpikir di ruangan Raizel sambil menghisap cerutunya seperti biasa. Sementara Raizel berbisik kepada tim IT-nya untuk segera menjebol data BIN dan mencari tahu siapa aja yang terdaftar sebagai anggota.“Keamanan negara tidak semudah itu untuk diretas, Bos!” seru salah satu tim IT dengan wajah meringis. Dia menggaruk pelipisnya, merasa bingung bagaimana menjalankan tugas kali ini. “Tenang aja! Kan ada dia.” Raizel mengedikkan dagunya ke arah Richardo. “Jangan lupakan satu privilege kita yang akan memudahkan untuk akses ke sana.”Richardo menyunggingkan senyum setelah mengepulkan asapnya ke udara. “Jika kita tak berhasil meretasnya, pakai cara manual saja. Paman pasti punya banyak link di sana,” lanjut Raizel. “Oke! Satu minggu kedepan kita akan disib
Gabby menaruh nampan secara kasar sehingga para pelayan yang tengah berkutat di dapur saling menyikut dan berbisik satu sama lain. Mereka tak berani bertanya karena tahu sifat Gabby seperti apa. Kepada Bos besar saja dia berani, apalagi dengan para pelayan yang bekerja di sana? Gadis itu menoleh sekilas ke arah orang-orang yang berbisik tentang dirinya. Kemudian melenggang pergi sambil menghela napas gusar. “Huh! Dasar cowok brengsek! Seenaknya aja bilang nggak becus buat muasin. Emangnya aku apaan?” gerutu Gabby sambil berjalan ke arah taman. Setelah melihat bangku kosong di bawah pohon, gadis itu memilih untuk duduk dan bersantai di sana. “Awas aja! Pokoknya aku nggak akan biarin cowok brengsek itu semena-mena lagi!”Baru saja Gabby bersandar di kursi taman seraya memejamkan mata, tiba-tiba terdengar suara familiar yang mengejutkannya.“Siapa yang brengsek?”Sontak Gabby membuka mata lebar-lebar lalu menoleh ke sumber suara. “Hah? Pak Bos?” pekik Gabby. Rupanya Raizel sedang bera
Berkat bantuan team IT beserta Richardo, akhirnya Raizel berhasil menemukan identitas pria bertopi yang menyerangnya tempo lalu. Raizel terduduk di kursi putar, ruangan pribadinya, sambil membuka lembar demi lembar beberapa foto dan keterangan identitas dari para anggota resmi BIN. Dia melihat semua informasi yang didapatkan bersama Lascrea yang berdiri di sebelahnya. Sementara Gabby turut hadir karena kebetulan tengah membersihkan debu di ruangan itu. “Tepat seperti dugaan kita! Ternyata Bajingan tengik itu adalah anggota BIN,” desis Raizel sambil mengusap dagunya. “Syukurlah. Kita tak perlu repot mencuri data lagi karena sudah menemukannya,” tambah Lascrea. Gabby sesekali melirik melalui sudut matanya, mencoba untuk menguping pembicaraan mereka. “Tugas kita sekarang yaitu bagaimana caranya menjebak dia!” seru Raizel dengan tatapan menerawang. “Mau Bos apain?” tanya Lascrea dengan sebelah alis yang terangkat. Raizel menyunggingkan senyum lalu menoleh ke arah Lascrea. “Tentu s