Di lorong yang gelap seorang gadis cantik berlari dengan nafas yang tersengal-sengal. Keringat mulai bercucuran di seluruh tubuhnya, membasahi kulit putih yang tertutup dres berwarna merah muda yang ia kenakan. Clarissa Larasati melarikan diri dari kejaran Ayah kandungnya sendiri. Beliau ingin menjual anaknya, kepada seorang mucikari untuk menebus hutang judinya.
"Anak durhaka. Mau lari kemana kamu!" Terdengar teriakan seorang lelaki dari luar sana.
"Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?" kata Clarissa yang mulai menengok kesana kemari mencari tempat bersembunyi.
Clarissa tidak menemukan tempat yang aman untuknya bersembunyi di lorong tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk terus berlari dan terus berlari, tetapi sialnya kali itu Clarissa malah menemukan jalan buntu. Clarissa mulai panik, matanya mulai meneteskan air mata, saat ia melihat seorang pria yang mulai mendekatinya.
"Mau lari kemana lagi kamu, hah!" seru Hartono dengan matanya yang memerah.
"Ayah, aku anakmu Ayah. Jangan jual aku" rintih Clarissa dengan raut wajah sendu.
"Kalau kamu gak mau ku jual. Sini kasih uang tiga puluh juta sekarang juga!" bentak hartono sambil menodongkan tangannya.
"Aku bakalan cari uangnya Ayah, tapi gak bisa sekarang. Aku janji secepatnya aku kasih uang itu ke Ayah" celetuk clarissa.
"Ahh janji-janji terus kamu. Lebih bagus aku jual kamu!" seru Hartono sambil menarik paksa lengan clarissa.
Clarissa meronta ronta, tetapi tenaga dirinya tidak sebanding dengan ayahnya. Clarissa berhasil ditarik sang ayah sampai di ujung lorong.Tampak di sana terparkir mobil berwarna hitam dengan dua orang berperawakan besar. Mereka mengenakan baju serba hitam, dengan sorot matanya yang sangat tajam. Siapapun yang melihatnya pasti akan merasa ketakutan.
Tangisan Clarissa semakin menjadi-jadi saat tangan kekar kedua pria itu menyeret Clarissa dengan kasar ke dalam mobilnya. "Ayah, tolong aku Ayah!" pekik Clarissa sembari memukul mukul kaca mobil yang sudah tertutup. Hatinya sangat sakit, jiwanya begitu terpukul saat sepasang matanya melihat sang ayah tertawa bahagia memegang segepok uang dengan nominal tiga puluh juta.
"Serendah itukah harga diriku?" rintih Clarissa yang mulai meringkuk mendekap kedua lututnya. Ia merasa sudah tidak ada harapan lagi untuknya, mau ia memberontak sekeras apa pun ia tetap tidak akan bisa lepas lagi. Kedua lelaki itu pun langsung masuk ke dalam mobil tanpa ekspresi, ia mulai menancap pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sementara Clarissa masih menangis sesenggukan di kursi penumpang.
"Tidak perlu menangis, itu hanya akan membuang energimu saja," ujar salah satu dari pria bertubuh kekar yang duduk di kemudi depan. Clarissa tidak memperdulikannya ia masih tetap menangis sembari meringkuk mendekap lututnya.
Apakah ini akhir dari kehidupan ku.
Tidak lama kemudian, mobil tersebut pun berhenti di sebuah tempat prostitusi yang lumayan mewah. Clarissa mencoba mengintip dari balik kaca mobil, matanya melihat banyak sekali wanita yang simpang siur menggunakan baju kurang bahan.
Gleek..
Clarissa menelan saliva nya dengan kasar. Apa ini? Tempat apa ini? Apa aku akan disuruh mengenakan pakaian seperti itu juga nantinya? Batin clarissa mulai berkecamuk dengan hal hal aneh.
Bangunan yang terlihat seperti Rumah itu sangat berbeda dari Rumah yang ada pada umumnya. Bangunan itu terlihat lebih mencolok dengan lampu kelap kelip yang bertebaran dimana-mana, banyak sekali wanita yang berpakaian terbuka sedang menemani para pria yang terlihat dari kalangan orang kaya.
Sepertinya mereka seorang pelacur, tega sekali ayah menjualku ke tempat seperti ini.
Kedua pria berbadan kekar itu pun mulai menarik Clarissa secara paksa, Clarissa selalu mencoba melawan, tetapi tetap saja perlawanannya sia-sia. Clarissa dibawa menghadap seorang wanita yang berdandan sangat menor, warna lipstiknya merah terang, rambut bergelombang sebahu dan mereka semua memanggilnya dengan sebutan Mami. Tubuh clarissa menggigil seketika saat berhadapan dengan wanita itu, bulu kuduknya pun ikut merinding.
"Mami, ini anaknya Hartono yang ia janjikan," kata salah satu pria yang menyeret Clarissa di sebelah kanan.
Wanita berperawakan tinggi dengan tubuh langsing itu bernama Margaretha, ia adalah seorang mucikari yang sangat terkenal. Walaupun ia sudah tidak muda lagi, tetapi ia masih cantik dan handal dalam hal prostitusi. Semua pelanggan yang datang akan di pastikan puas, karena ia selalu melatih dan memastikan anak-anaknya tetap cantik dan tidak lecet sedikit pun.
Wanita itu menatap Clarissa dengan tajam, ia memperhatikannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia mulai mencermati setiap inci dari wajah hingga tubuh clarissa.
"Lumayan cantik. Siapa namamu?" tanya Margaretha. Clarissa hanya diam mematung, bibirnya terkunci sama sekali tidak mengeluarkan suara, tubuhnya bergetar ia sangat ketakutan kali itu.
"Jawab aku. Siapa namamu?" ujar Margaretha lagi.
"Cla...cla...cla...risa," sahut Clarissa dengan bibir yang bergetar.
"Tanggalkan pakaianmu semua di sini sekarang. Aku harus memastikan tidak ada yang lecet dari tubuh mu, agar pelanggan ku puas" perintahnya.
"Di...di...di...sini?" jawab Clarisa tidak percaya.
"Jadi mau dimana lagi! Aku tidak punya banyak waktu untuk meladeni mu, cepat lah!" Margaretha mulai mengibaskan kipas di tangannya, sementara Clarissa masih diam mematung dan menggigit bibir bawahnya. Yang benar saja ia disuruh menanggalkan semua pakaiannya di hadapan dua pria yang menyeretnya tadi juga, apa bagi mereka hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan? Clarissa rasanya ingin menangis dan kabur dari sana, matanya mulai memerah, dan perlahan air matanya menetes dari ujung matanya.
Margaretha pun mulai merasa jengkel saat melihat Clarissa yang tidak menurutinya dan malah menangis. Itu benar benar sangat memuakkan untuknya. Margaretha mulai mendekati Clarissa, ia mendongakkan kepala Clarissa yang sedari tadi masih menunduk.
"Aku menyuruhmu untuk menanggalkan pakaianmu, bukan menangis!" bentak Margaretha sembari mencengkram dagu Clarissa dengan kasar.
"Tapi bu,aku tid..."
"Panggil aku Mami!" katanya menegaskan.
"Iya mami, aku tidak terbiasa menanggalkan pakaianku di hadapan orang lain. Aku malu!" tutur Clarissa yang mulai menundukkan kepalanya lagi.
"Hahaha kamu tidak usah sok suci, aku yakin tidak ada lagi wanita yang masih perawan di dunia ini.Jadi gak usah munafik!" hardik Margaretha dengan tampang yang sangat menakutkan. Clarissa semakin menangis sesenggukan karena mendapat perlakuan yang sangat kasar tadi.
"Lama-lama sakit kepalaku melihatnya,seret dia ke kamar" perintah Margaretha kepada dua pria yang berdiri tepat di belakang Clarissa.
" Baik Mami." Dengan segera kedua orang berbadan kekar itu pun menarik paksa Clarissa. Ia masih menangis dan terus meronta. Clarissa terus-terusan memohon untuk dibebaskan, tetapi ocehannya tidak ada satupun yang didengar oleh Margaretha.
"Lepaskan aku Mami, aku janji akan membayar uang yang sudah diterima ayahku. Tolong lepasin aku," rintih Clarissa tiada henti, tetapi itu tetap saja tidak berguna.
Belum lagi Clarissa sampai di kamarnya, tiba-tiba saja ada seseorang yang mendobrak pintu ruangan Margaretha dengan kasar. Sampai sampai membuat semua orang yang ada di dalamnya terlonjak kaget.
"Sialan! Kamu menipuku Margaretha!" hardik seorang pria tampan mengenakan setelan jas berwarna hitam. Dan salah satu pengawalnya melempar seorang wanita di hadapan Margaretha.
"Ampuni aku tuan, aku tidak bermaksud menipumu," rintih Margaretha yang bersujud di kaki lelaki tersebut.
"Tutup mulut busukmu! Aku sudah membayar mahal kepada mu, tetapi mengapa yang ku dapat barang rongsokan seperti ini!" bentak pria itu dengan kasar, "kalau kamu tidak secepatnya memberikan wanita yang masih perawan,aku akan memenggal kepalamu!" imbuh pria itu dengan tegas.
Suasana menjadi hening seketika, musik yang menyala dengan keras pun langsung dimatikan. Orang orang di sana tampak ketakutan, sepertinya kedatangan pria tampan itu benar-benar sangat berpengaruh. Suasana yang awalnya riuh langsung berubah menjadi sangat mencekam.
Glekk…. Clarissa menelan salivanya dengan kasar. Bagaimana mungkin seorang Kevin Putra Almero Wijaya ada ditempat seperti ini? Siapa yang tidak mengenal Kevin, seorang CEO dari perusahaan nomor satu di Indonesia. Ia sangat disegani dan dihormati, karena kecerdasan dan ketegasannya. Ia bisa berbuat apapun, karena ia memiliki kekuasaan dan juga uang. Jika hanya untuk membunuh satu orang saja baginya bagaikan membunuh semut. Pandangan Kevin tiba-tiba beralih menatap Clarissa, Ia melihat gadis kecil yang bercucuran air mata sedang diseret oleh dua pengawal Margaretha. Clarissa tampak sangat menyedihkan, sampai-sampai menarik perhatian Kevin yang sedang tersulut emosi. Kevin melangkahkan kakinya mendekati Clarissa, sementara Clarissa yang merasa terintimi
Langkah Clarissa terhenti saat sepasang matanya melihat pemandangan yang sangat indah. Terlihat seorang pria berbadan tegap, sedang berdiri di balik hordeng jendela. Kulit putihnya bersinar terang terkena pantulan cahaya matahari, bibir tipisnya mengatup merekah, sorot matanya yang tenang, tetapi menghanyutkan, benar benar seperti lelaki impian Clarissa. Kevin memasukkan tangannya kedalam saku celana, ia berjalan mendekati Clarissa. Semakin ia mendekat semakin terasa dengan jelas aura ketampanannya."Kamu menatapku sampai ngiler gitu, bersihin tu ilermu" cibir Kevin sembari melempar sapu tangan tepat di wajah Clarissa.Dengan segera Clarissa langsung memeriksa bibirnya dan benar saja ada air liur disana. Clarissa merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa aku terlihat sangat memalukan di hadap
Clarissa melenggang masuk ke kamar mandi dengan gembira, ia sangat bahagia karena sekarang ia mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kini tidak ada lagi pukulan dari sang Ayah, tidak ada lagi bekerja,tetapi tidak menerima gaji karena dipalak sang Ayah. Clarissa sangat bersyukur karena Kevin telah membeli dirinya. Kamar mandi yang sangat jauh berbeda dengan di rumahnya membuat ia bingung. Bagaimana caranya ia bisa mandi, sedangkan tidak ada bak mandi dan juga gayung di sana. Clarissa mendongakkan kepalanya, ia melihat ada pancuran diatas sana. Tiba tiba ia teringat saat menonton film drakor kesukaannya, mereka mandi dengan cara memutar kran yang nanti akan keluar air dari pancuran tersebut. Clarissa langsung mencari cari kran air, setelah menemukannya ia langsung memutar kran air tersebut. Clarissa bersorak kegirangan saat melihat air yang mulai turun bagaikan hujan,
Sepanjang perjalanan pulang suasana di mobil terasa hening sama seperti biasanya, hanya saja yang berbeda kali ini adalah posisi duduk Kevin yang sejajar dengan Clarissa. Padahal biasanya ia memilih untuk duduk di depan, tetapi entah mengapa hari itu ia duduk di belakang menemani Clarissa. Sementara Clarissa sendiri yang merasa canggung dengan Kevin pun memilih untuk duduk menjauh. Tidak lama kemudian suara perut Clarissa kembali terdengar. Kruk...Kruk...Kruk… Mengapa ia berbunyi di saat yang tidak tepat sih! Clarissa merutuki dirinya sendiri yang terlihat sangat memalukan di depan dua pria tampan. Langsung saja Kevin mengalihkan pandangannya menatap Clarissa, Sementara Clarissa sendiri hanya cengengesan. "Maaf, aku lupa memberimu makan