Langkah Clarissa terhenti saat sepasang matanya melihat pemandangan yang sangat indah. Terlihat seorang pria berbadan tegap, sedang berdiri di balik hordeng jendela. Kulit putihnya bersinar terang terkena pantulan cahaya matahari, bibir tipisnya mengatup merekah, sorot matanya yang tenang, tetapi menghanyutkan, benar benar seperti lelaki impian Clarissa. Kevin memasukkan tangannya kedalam saku celana, ia berjalan mendekati Clarissa. Semakin ia mendekat semakin terasa dengan jelas aura ketampanannya.
"Kamu menatapku sampai ngiler gitu, bersihin tu ilermu" cibir Kevin sembari melempar sapu tangan tepat di wajah Clarissa.
Dengan segera Clarissa langsung memeriksa bibirnya dan benar saja ada air liur disana. Clarissa merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa aku terlihat sangat memalukan di hadapan pria impianku. Eh bukan, dia adalah malaikat pencabut nyawa. Sadarlah Clarisa, jangan mudah tergoda dengan ketampanannya. Itu pasti sihir untuk menipu korbannya. Clarissa menepuk-nepuk kedua pipinya, berusaha menyadarkan dirinya yang hanyut dalam ketampanan pria yang ada di hadapannya.
Kevin duduk di kursi sambil menyilangkan kaki kanannya yang bertumpu pada kaki kiri, ia menyandarkan punggung gagahnya di sandaran kursi tersebut. Di tangan kanannya ia menggenggam sebuah amplop berwarna cokelat dan juga sebuah pena.
"Duduklah!" perintah Kevin. Clarissa pun langsung berjalan mendekati Kevin, baru saja ia akan menapaki bokongnya ke kursi yang ada di hadapan Kevin, tiba tiba saja Kevin berteriak cukup keras hingga membuat Clarissa tersentak kaget. "Stop! Aku memang menyuruhmu untuk duduk, tetapi bukan disitu. Disana!" Kevin menunjuk ke arah kursi plastik yang ada di pojokan.
Keterlaluan! Bahkan sebelum hari kematianku, aku diperlakukan seperti ini. Ah, benar benar menyebalkan. Untung saja ganteng kalau tidak sudah ku cakar-cakar wajahmu.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Clarissa duduk di kursi yang Kevin tunjukkan tadi. Ia memasang wajah masam sembari menundukkan kepalanya, rambutnya terurai ke depan, tubuhnya kotor dan sangat bau, ia terlihat seperti gelandangan yang sangat menyedihkan. "Tanda Tanganilah, isi amplop itu!" Kevin melempar amplop berwarna cokelat dan juga pena yang ada di tangannya.
Apa? Memangnya siapa dia, seenaknya saja memerintahku. Oh iya, dia adalah bos!
Clarissa pun meraih amplop tersebut, jantungnya berdetak tidak karuan saat ia mencoba membuka amplop itu. Pikirannya berkecamuk, karena ia menyangka itu adalah surat kontrak kematiannya. Ia berpikir Kevin akan memberikannya permintaan terakhir sebelum hari kematiannya. Clarissa terperanjat saat mulai mencermati setiap tulisan yang ada di selembaran kertas itu, ternyata ia salah sangka, Kevin tidak menginginkan nyawanya, tetapi yang ia inginkan adalah menikahi Clarissa untuk mendapatkan harta warisan keluarganya. Disitu tertulis dengan jelas, Kevin bisa mendapatkan warisan itu kalau ia menikahi wanita yang masih perawan.
Persyaratan konyol macam apa ini? Apakah wanita serendah itu di mata mereka, sampai sampai hanya dinilai dari keperawanannya saja. Sungguh keterlaluan!
"Jangan lama-lama membacanya, cepat tanda tangani!" perintah Kevin.
"Aku tidak mau!" seru Clarissa meletakkan kembali surat perjanjian tersebut.
"Tidak masalah. Kalau kau tidak mau menandatanganinya, kau bisa membayar dendanya sebanyak dua miliar atau kau harus mendekam di penjara seumur hidupmu!" seru Kevin menyeringai.
Mata Clarissa membulat saat mendengar kata dua miliar, bagaimana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu, bahkan seribu rupiah pun aku tidak memilikinya saat ini, tapi lumayan juga sih bisa punya suami ganteng. Kapan lagi coba mendapat keberuntungan seperti ini, hihihi. Sebenarnya hati Clarissa berbunga bunga saat dimintai untuk menjadi istri seorang pria yang memiliki wajah seperti idol korea, walaupun hanya istri di atas kertas itu tidak menjadi masalah untuknya, tetapi di balik rasa bahagia itu. Clarissa tetap saja tidak suka melihat orang yang memandang wanita hanya dari keperawanannya saja. Karena baginya wanita itu lebih berharga hanya dari sekedar keperawanan, bahkan derajat wanita jauh lebih tinggi dibanding lelaki.
"Cepat tandatangani, kamu mau mendekam di penjara seumur hidup mu!" bentak Kevin membuyarkan lamunan di kepala Clarissa. Dengan segera Clarissa menyambar amplop cokelat yang telah ia lempar tadi, lalu ia langsung menandatanganinya. "Bagus, sekarang kamu baca bagian paling belakang isi kertas itu!" perintah Kevin. Clarissa pun mencari-cari lembaran perjanjian yang dimaksud oleh Kevin, matanya terbelalak saat ia menemukan tulisan yang mengatakan, Clarissa harus menuruti semua keinginan Kevin, termasuk memenuhi kebutuhan batinnya.
"Ini namanya penipuan!" protes Clarissa tidak terima.
"Kamu pilih mana? Menghabiskan sisa hidupmu di penjara atau di sisiku?" tanya Kevin menyeringai. Clarissa pun terdiam saat mendengar kata penjara, ia memilih menutup mulutnya rapat-rapat dan menganggukkan kepalanya dengan pelan. Tidak masalah juga sih, kalau melakukan hal itu dengan pria ganteng, hihihi, tapi aku harus terlihat jual mahal. Jangan sampai harga diriku jatuh dan terlihat seperti wanita murahan.
"Oh ya, masuk ke rumahku tidak perlu repot-repot buka sandal segala. Sandal jepit mu itu merusak pemandangan di depan rumahku!" cibir Kevin. Ternyata sejak tadi Kevin berdiri di depan jendela, hanya untuk memperhatikan perdebatan antara Clarissa dan Jordan. Seketika Jordan terkekeh saat mendengar pernyataan tuannya.
"Ngapain kamu ketawa-ketawa, hah! Gak ada yang lucu, dan aku peringatkan kepadamu jordan, jangan sembarangan menyentuh calon istriku!" seru kevin menegaskan. Bibir jordan terkunci seketika, ia hanya menundukan kepala dan tidak berani berucap apa-apa.
"Antarkan dia ke kamarnya Jordan. Lalu kamu gadis udik, bersihkan tubuhmu yang bau busuk itu dan bersiap-siaplah, nanti malam kita akan berkunjung ke kediaman keluarga Almero Wijaya" perintah Kevin.
Clarissa mengendus tubuhnya, ternyata benar apa yang dikatakan oleh Kevin. Clarissa mencium aroma sampah yang sangat menyengat, ia baru sadar saat tadi dirinya melarikan diri dari kejaran ayahnya, ia sempat terjatuh ke dalam bak sampah.
"Mari Nona, saya antar," ujar Jordan mempersilahkan.
Clarissa pun langsung mengikuti Jordan yang sudah berjalan mendahuluinya, Langkah Jordan yang sangat cepat membuat Clarissa harus berlarian kecil untuk mengimbanginya. "Kau terlalu cepat jalannya, Aku lelah," tutur Clarissa yang berusaha menjajari Jordan, tetapi Jordan tidak menggubris perkataan Clarissa. Ia terlihat sangat kesal dengan Clarissa, karena gara gara Clarissa yang susah diatur membuatnya harus terkena omelan oleh tuannya. Langkah Jordan terhenti di depan sebuah pintu kamar yang tidak terkunci,ia pun langsung menarik handle pintu tersebut.
"Ini kamarmu Nona," ujar Jordan yang langsung berbalik pergi dari sana.
"Eh, tunggu. Kamar mandinya dimana ya?" tanya Clarissa sembari menyilangkan kaki, dari gerak-geriknya ia terlihat sedang menahan sesak ingin buang air kecil.
"Di belakang tuh sana, di empang!" Jordan mendengus dengan kesal, dan langsung menuruni anak tangga.
"Hei, aku serius lah!" pekik Clarissa.
"Bodoh banget sih, ya di dalam kamar lah. Gitu aja pake nanya segala!" seru Jordan meninggikan intonasi bicaranya.
"Kenapa sih dia? Nyebelin banget!" gerutu Clarissa kesal. Tanpa basa basi ia langsung masuk ke dalam kamar tersebut, ia tidak sempat lagi untuk mengagumi kamar barunya. Ia langsung mencari-cari kamar mandi untuk membuang hajatnya yang sudah tidak tertahan lagi.
"Ah lega," ujar Clarissa yang keluar dari pintu kamar mandi sembari mengelus perut. Sepasang mata Clarissa menatap ranjang yang sangat luas di hadapannya, dengan mata yang berbinar ia langsung berlari dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang tersebut, lalu ia berguling guling seperti anak kecil.
"Wah, empuknya. Dirumah mana ada seperti ini, setiap hari hanya bisa tidur beralaskan tikar purun saja" celetuk Clarissa. "Sepertinya aku benar benar bisa merasakan surga dunia sekarang. Terimakasih Ayah telah menjualku, hahaha" Tawa clarissa pecah begitu saja, saat menyadari kini ia mendapatkan kehidupan yang jauh lebih layak.
Tiba tiba Clarissa tersadar bahwa Kevin memerintahkannya untuk segera bersiap-siap, karena nanti malam mereka akan pergi menemui keluarga Almero Wijaya, tetapi ia baru sadar bahwa ia tidak mempunyai sehelai baju pun untuk ganti. Sontak saja sepasang mata Clarissa melirik ke arah lemari pakaian yang ada disana. Dengan segera Clarissa merangkak turun dari ranjang, Clarissa berjalan ke arah lemari tersebut dan langsung saja ia membukanya. Mata Clarissa berbinar saat melihat baju-baju yang telah tersusun rapi disana,bahkan semuanya masih baru. Sepertinya baju itu memang sudah dipersiapkan untuknya. Clarissa langsung mengambil sepotong dress dari dalam lemari, ia mencoba mencocokkan ke tubuhnya, lalu ia bernyanyi lagu ahmad dhani yang berjudul 'madu tiga' dengan mengganti liriknya.
Hai, senangnya dalam hati...
Kalau punya suami kaya...
Walaupun tidak cinta, tetapi aku bahagia...
Hahahaha...
Suasana hati Clarissa hari ini sangat bagus, ia berpikir bahwa ini anugerah dari Allah, tetapi kenyataannya ia terlalu naif. Ia tidak menyadari bahwa sekarang nyawanya sedang dalam bahaya.
Clarissa melenggang masuk ke kamar mandi dengan gembira, ia sangat bahagia karena sekarang ia mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kini tidak ada lagi pukulan dari sang Ayah, tidak ada lagi bekerja,tetapi tidak menerima gaji karena dipalak sang Ayah. Clarissa sangat bersyukur karena Kevin telah membeli dirinya. Kamar mandi yang sangat jauh berbeda dengan di rumahnya membuat ia bingung. Bagaimana caranya ia bisa mandi, sedangkan tidak ada bak mandi dan juga gayung di sana. Clarissa mendongakkan kepalanya, ia melihat ada pancuran diatas sana. Tiba tiba ia teringat saat menonton film drakor kesukaannya, mereka mandi dengan cara memutar kran yang nanti akan keluar air dari pancuran tersebut. Clarissa langsung mencari cari kran air, setelah menemukannya ia langsung memutar kran air tersebut. Clarissa bersorak kegirangan saat melihat air yang mulai turun bagaikan hujan,
Sepanjang perjalanan pulang suasana di mobil terasa hening sama seperti biasanya, hanya saja yang berbeda kali ini adalah posisi duduk Kevin yang sejajar dengan Clarissa. Padahal biasanya ia memilih untuk duduk di depan, tetapi entah mengapa hari itu ia duduk di belakang menemani Clarissa. Sementara Clarissa sendiri yang merasa canggung dengan Kevin pun memilih untuk duduk menjauh. Tidak lama kemudian suara perut Clarissa kembali terdengar. Kruk...Kruk...Kruk… Mengapa ia berbunyi di saat yang tidak tepat sih! Clarissa merutuki dirinya sendiri yang terlihat sangat memalukan di depan dua pria tampan. Langsung saja Kevin mengalihkan pandangannya menatap Clarissa, Sementara Clarissa sendiri hanya cengengesan. "Maaf, aku lupa memberimu makan
Di lorong yang gelap seorang gadis cantik berlari dengan nafas yang tersengal-sengal. Keringat mulai bercucuran di seluruh tubuhnya, membasahi kulit putih yang tertutup dres berwarna merah muda yang ia kenakan. Clarissa Larasati melarikan diri dari kejaran Ayah kandungnya sendiri. Beliau ingin menjual anaknya, kepada seorang mucikari untuk menebus hutang judinya. "Anak durhaka. Mau lari kemana kamu!" Terdengar teriakan seorang lelaki dari luar sana. "Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?" kata Clarissa yang mulai menengok kesana kemari mencari tempat bersembunyi. Clarissa tidak menemukan tempat yang aman untuknya bersembunyi di lorong tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk terus berlari dan terus berlari, tetapi sialnya kali itu Clarissa malah menemukan jalan buntu. Clar
Glekk…. Clarissa menelan salivanya dengan kasar. Bagaimana mungkin seorang Kevin Putra Almero Wijaya ada ditempat seperti ini? Siapa yang tidak mengenal Kevin, seorang CEO dari perusahaan nomor satu di Indonesia. Ia sangat disegani dan dihormati, karena kecerdasan dan ketegasannya. Ia bisa berbuat apapun, karena ia memiliki kekuasaan dan juga uang. Jika hanya untuk membunuh satu orang saja baginya bagaikan membunuh semut. Pandangan Kevin tiba-tiba beralih menatap Clarissa, Ia melihat gadis kecil yang bercucuran air mata sedang diseret oleh dua pengawal Margaretha. Clarissa tampak sangat menyedihkan, sampai-sampai menarik perhatian Kevin yang sedang tersulut emosi. Kevin melangkahkan kakinya mendekati Clarissa, sementara Clarissa yang merasa terintimi
Sepanjang perjalanan pulang suasana di mobil terasa hening sama seperti biasanya, hanya saja yang berbeda kali ini adalah posisi duduk Kevin yang sejajar dengan Clarissa. Padahal biasanya ia memilih untuk duduk di depan, tetapi entah mengapa hari itu ia duduk di belakang menemani Clarissa. Sementara Clarissa sendiri yang merasa canggung dengan Kevin pun memilih untuk duduk menjauh. Tidak lama kemudian suara perut Clarissa kembali terdengar. Kruk...Kruk...Kruk… Mengapa ia berbunyi di saat yang tidak tepat sih! Clarissa merutuki dirinya sendiri yang terlihat sangat memalukan di depan dua pria tampan. Langsung saja Kevin mengalihkan pandangannya menatap Clarissa, Sementara Clarissa sendiri hanya cengengesan. "Maaf, aku lupa memberimu makan
Clarissa melenggang masuk ke kamar mandi dengan gembira, ia sangat bahagia karena sekarang ia mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kini tidak ada lagi pukulan dari sang Ayah, tidak ada lagi bekerja,tetapi tidak menerima gaji karena dipalak sang Ayah. Clarissa sangat bersyukur karena Kevin telah membeli dirinya. Kamar mandi yang sangat jauh berbeda dengan di rumahnya membuat ia bingung. Bagaimana caranya ia bisa mandi, sedangkan tidak ada bak mandi dan juga gayung di sana. Clarissa mendongakkan kepalanya, ia melihat ada pancuran diatas sana. Tiba tiba ia teringat saat menonton film drakor kesukaannya, mereka mandi dengan cara memutar kran yang nanti akan keluar air dari pancuran tersebut. Clarissa langsung mencari cari kran air, setelah menemukannya ia langsung memutar kran air tersebut. Clarissa bersorak kegirangan saat melihat air yang mulai turun bagaikan hujan,
Langkah Clarissa terhenti saat sepasang matanya melihat pemandangan yang sangat indah. Terlihat seorang pria berbadan tegap, sedang berdiri di balik hordeng jendela. Kulit putihnya bersinar terang terkena pantulan cahaya matahari, bibir tipisnya mengatup merekah, sorot matanya yang tenang, tetapi menghanyutkan, benar benar seperti lelaki impian Clarissa. Kevin memasukkan tangannya kedalam saku celana, ia berjalan mendekati Clarissa. Semakin ia mendekat semakin terasa dengan jelas aura ketampanannya."Kamu menatapku sampai ngiler gitu, bersihin tu ilermu" cibir Kevin sembari melempar sapu tangan tepat di wajah Clarissa.Dengan segera Clarissa langsung memeriksa bibirnya dan benar saja ada air liur disana. Clarissa merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa aku terlihat sangat memalukan di hadap
Glekk…. Clarissa menelan salivanya dengan kasar. Bagaimana mungkin seorang Kevin Putra Almero Wijaya ada ditempat seperti ini? Siapa yang tidak mengenal Kevin, seorang CEO dari perusahaan nomor satu di Indonesia. Ia sangat disegani dan dihormati, karena kecerdasan dan ketegasannya. Ia bisa berbuat apapun, karena ia memiliki kekuasaan dan juga uang. Jika hanya untuk membunuh satu orang saja baginya bagaikan membunuh semut. Pandangan Kevin tiba-tiba beralih menatap Clarissa, Ia melihat gadis kecil yang bercucuran air mata sedang diseret oleh dua pengawal Margaretha. Clarissa tampak sangat menyedihkan, sampai-sampai menarik perhatian Kevin yang sedang tersulut emosi. Kevin melangkahkan kakinya mendekati Clarissa, sementara Clarissa yang merasa terintimi
Di lorong yang gelap seorang gadis cantik berlari dengan nafas yang tersengal-sengal. Keringat mulai bercucuran di seluruh tubuhnya, membasahi kulit putih yang tertutup dres berwarna merah muda yang ia kenakan. Clarissa Larasati melarikan diri dari kejaran Ayah kandungnya sendiri. Beliau ingin menjual anaknya, kepada seorang mucikari untuk menebus hutang judinya. "Anak durhaka. Mau lari kemana kamu!" Terdengar teriakan seorang lelaki dari luar sana. "Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?" kata Clarissa yang mulai menengok kesana kemari mencari tempat bersembunyi. Clarissa tidak menemukan tempat yang aman untuknya bersembunyi di lorong tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk terus berlari dan terus berlari, tetapi sialnya kali itu Clarissa malah menemukan jalan buntu. Clar