Glekk….
Clarissa menelan salivanya dengan kasar. Bagaimana mungkin seorang Kevin Putra Almero Wijaya ada ditempat seperti ini? Siapa yang tidak mengenal Kevin, seorang CEO dari perusahaan nomor satu di Indonesia. Ia sangat disegani dan dihormati, karena kecerdasan dan ketegasannya. Ia bisa berbuat apapun, karena ia memiliki kekuasaan dan juga uang. Jika hanya untuk membunuh satu orang saja baginya bagaikan membunuh semut.
Pandangan Kevin tiba-tiba beralih menatap Clarissa, Ia melihat gadis kecil yang bercucuran air mata sedang diseret oleh dua pengawal Margaretha. Clarissa tampak sangat menyedihkan, sampai-sampai menarik perhatian Kevin yang sedang tersulut emosi. Kevin melangkahkan kakinya mendekati Clarissa, sementara Clarissa yang merasa terintimidasi pun memilih untuk menunduk. Kevin mencengkram dagu Clarissa dan mendongakkan kepalanya.
"Siapa gadis ini!" seru Kevin menatap Margaretha dengan sorot mata tajam.
"Dia orang baru tuan, baru datang hari ini. Ia dijual oleh Ayahnya sebagai penebus hutang," tutur Margaretha yang masih bersujud di lantai.
Kevin kembali menatap Clarissa "Apakah kamu masih perawan?" tanya Kevin secara gamblang. Clarissa yang merasa ketakutan memilih untuk berbohong.
Untuk apa seorang CEO ternama mencari gadis yang masih perawan? Mungkinkah untuk dijadikan tumbal perusahaannya? Tidak, aku belum mau mati!
"Tidak tuan, keperawananku sudah direnggut oleh pacarku," kilah Clarissa dengan takut takut.
Kevin tampak berfikir sejenak sembari menatap wajah Clarissa. Ia mencermati setiap inci tubuh dan wajah Clarissa. Gadis kampung! dia pasti berbohong. Em, lumayan cantik sih. "Aku mau gadis ini!" seru Kevin tenang, tapi tajam.
Clarissa terperanjat mendengar perkataan Kevin, bukankah tadi katanya ia sedang mencari gadis yang masih perawan? Lalu mengapa ia masih menginginkanku? Apakah dia tahu bahwa aku berbohong?
Clarissa panik setengah mati, ia berteriak teriak histeris saat tangannya diambil alih oleh pengawal Kevin. Clarissa pun diseret keluar dan di bawa ke arah mobilnya, ia terus terusan meronta, tetapi usahanya sia-sia. Ia tidak akan bisa terlepas dari cengkraman pengawal kevin yang sudah bersertifikat master.
"Lepaskan aku tuan, aku benar-benar sudah tidak perawan. Bila tuan tidak percaya, tuan bisa langsung memeriksaku" rengek Clarissa yang terus terusan menangis.
"Aku akan memeriksamu, tetapi nanti tidak sekarang," sahut Kevin menyeringai
Clarissa semakin ketakutan mendengar ucapan Kevin yang sangat menyeramkan, senyuman jahat terukir jelas di bibirnya. Clarissa terus-terusan berteriak histeris sampai-sampai menggigit tangan pengawal Kevin, tetapi bagi pengawal itu gigitan Clarissa tidak terasa sakit sama sekali. Margaretha memandang dari kejauhan, ia melihat kepergian Clarissa dengan senyuman bahagia. Kini ia tidak perlu repot mengurus gadis yang susah diatur dan sok suci baginya.
"Lumayan, aku untung banyak. Hanya membelinya dengan harga tiga puluh juta dan melunasi hutang judi Hartono, aku mendapatkan satu miliar, hahaha" Terdengar gelak tawa Margaretha yang sangat menyeramkan.
Clarissa sudah dibawa jauh oleh mobil Kevin. Kini dirinya tidak dapat berbuat apa-apa lagi, ia hanya bisa pasrah dengan takdirnya yang harus mati sebagai tumbal untuk kekayaan orang lain. Clarissa duduk di kursi belakang, ia menggigit bibir bawahnya, sesekali matanya terpejam dan mulutnya komat kamit. Ya allah, ampunilah segala dosa-dosaku semasa aku hidup. Jika memang ini takdirku, aku terima ya allah, tapi tolong ya Allah masukkan aku ke surgamu. Aku takut di neraka, aku belum bertobat, dosaku masih banyak.
Kevin yang duduk di depan sesekali melirik tingkah konyol Clarissa, apa yang sedang dilakukan gadis kampung itu? Sebenarnya apa yang ada di dalam pikirannya?
"Tuan, apakah kita perlu ke Rumah Sakit, untuk memeriksa Nona itu?" tanya pengawal Kevin yang membuyarkan lamunannya.
"Eh...Em, tidak perlu! Langsung saja pulang ke rumah" perintah Kevin.
"Baik tuan." Lelaki itu menancap pedal gasnya dengan segera menuju rumah sesuai yang diperintahkan oleh tuannya. Pengawal Kevin bukanlah orang biasa, ia seorang pengawal yang memiliki sertifikat ahli dalam semua hal, bahkan ia juga bergelar profesor. Namanya Jordan, ia memiliki wajah yang tampan, tubuhnya juga atletis, warna kulitnya eksotis, ditambah hidungnya yang mancung membuat ia terlihat sempurna.
Sesampai nya di rumah, Kevin keluar dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumahnya. Sementara Jordan harus berdebat terlebih dahulu dan menarik paksa Clarissa untuk turun dari mobil. Clarissa yang terus-terusan memberontak, membuat Jordan harus menggendongnya seperti memikul sekarung beras.
"Lepaskan aku! Lepaskan!" pekik Clarissa yang terus-terusan memukul punggung Jordan. "Aku tidak mau mati, jangan jadikan aku sebagai tumbal hanya untuk kekayaan kalian," rintih Clarissa yang mulai melemah.
"Apa maksudmu Nona? Siapa yang akan menjadikanmu tumbal?" tanya Jordan sedikit heran.
"Bukankah kalian akan membunuhku? Kalau bukan untuk dijadikan tumbal, lalu untuk apalagi seorang CEO ternama mencari gadis yang masih perawan," tutur Clarissa dengan raut wajah sendu.
Jordan tidak tahan lagi saat mendengar pernyataan Clarissa. Ia langsung menurunkan Clarissa dari gendongannya dan ia tertawa cekikian. Jordan orang yang sangat dingin dan tidak pernah mau mengeluarkan suaranya, tetapi bisa dibuat terkekeh oleh sifat bodoh Clarissa. Ternyata masih ada orang yang memiliki pikiran kolot seperti ini, pantas saja tuan muda menginginkan gadis ini. Ternyata dia adalah gadis yang bodoh.
Clarissa menatap Jordan dengan tatapan heran, untuk apa ia menertawaiku? Apakah aku mengatakan hal yang salah?
"Cepatlah masuk ke dalam Nona, sebelum tuan muda marah. Kau tidak akan dibunuh, percayalah padaku," ujar Jordan yang masih terkekeh. Persendian Clarissa terasa lemas, rasanya ia tidak mampu lagi untuk berjalan. Bagaimana bisa ia dapat mempercayai omongan lelaki yang telah menariknya secara paksa kedalam lubang buaya.
"Nona, apa kau ingin kugendong lagi? Kakimu lumpuh ya? Atau mau sekalian aku patahkan kakimu itu," ujar Jordan sembari melempar senyuman kecut di bibirnya.
Clarissa menatap Jordan dengan tajam "Jika aku mati, aku akan menjadi hantu dan menggentayangi mu. Sampai kau hidup, tetapi lebih menginginkan mati!" seru Clarissa mengancam.
"Hahaha, untuk melangkahkan kakimu masuk kerumah ini saja kau tidak mampu, dan kau masih percaya diri ingin menggentayangiku?" celetuk Jordan sembari tertawa kecil.
"Aku berani! Aku berani!" seru Clarissa meyakinkan diri. Sebelum ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah itu, terlebih dahulu Clarissa membuka sandal yang ia kenakan didepan pintu dan meninggalkannya begitu saja disana. Jordan hanya terkekeh melihat tingkah laku Clarissa, ia tidak mau memberitahunya. Jordan membiarkannya begitu saja, agar tuannya bisa melihat sendiri betapa konyol gadis pilihannya.
Clarissa memandang takjub menatap sekeliling rumah tersebut. Rumah dengan interior yang mewah sangat berbeda dengan rumahnya yang kumuh. Ini sih lebih tepat dikatakan istana bukan rumah. Tiba-tiba Clarissa tersadar, lalu ia menggelengkan kepala nya, ini bukan saatnya takjub dengan kemegahan rumah ini, aku harus memikirkan cara bagaimana untuk membujuk tuan muda itu agar mau melepasku. aku masih ingin hidup dan menikmati masa mudaku,bahkan aku juga belum menikah dengan pria idamanku. Aku ingin terbang ke korea melihat idola idolaku terlebih dahulu, mana tau mereka tertarik mempersuntingku. Ya, pokoknya aku belum mau mati.
Langkah Clarissa terhenti saat sepasang matanya melihat pemandangan yang sangat indah. Terlihat seorang pria berbadan tegap, sedang berdiri di balik hordeng jendela. Kulit putihnya bersinar terang terkena pantulan cahaya matahari, bibir tipisnya mengatup merekah, sorot matanya yang tenang, tetapi menghanyutkan, benar benar seperti lelaki impian Clarissa. Kevin memasukkan tangannya kedalam saku celana, ia berjalan mendekati Clarissa. Semakin ia mendekat semakin terasa dengan jelas aura ketampanannya."Kamu menatapku sampai ngiler gitu, bersihin tu ilermu" cibir Kevin sembari melempar sapu tangan tepat di wajah Clarissa.Dengan segera Clarissa langsung memeriksa bibirnya dan benar saja ada air liur disana. Clarissa merutuki dirinya sendiri, bagaimana bisa aku terlihat sangat memalukan di hadap
Clarissa melenggang masuk ke kamar mandi dengan gembira, ia sangat bahagia karena sekarang ia mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya. Kini tidak ada lagi pukulan dari sang Ayah, tidak ada lagi bekerja,tetapi tidak menerima gaji karena dipalak sang Ayah. Clarissa sangat bersyukur karena Kevin telah membeli dirinya. Kamar mandi yang sangat jauh berbeda dengan di rumahnya membuat ia bingung. Bagaimana caranya ia bisa mandi, sedangkan tidak ada bak mandi dan juga gayung di sana. Clarissa mendongakkan kepalanya, ia melihat ada pancuran diatas sana. Tiba tiba ia teringat saat menonton film drakor kesukaannya, mereka mandi dengan cara memutar kran yang nanti akan keluar air dari pancuran tersebut. Clarissa langsung mencari cari kran air, setelah menemukannya ia langsung memutar kran air tersebut. Clarissa bersorak kegirangan saat melihat air yang mulai turun bagaikan hujan,
Sepanjang perjalanan pulang suasana di mobil terasa hening sama seperti biasanya, hanya saja yang berbeda kali ini adalah posisi duduk Kevin yang sejajar dengan Clarissa. Padahal biasanya ia memilih untuk duduk di depan, tetapi entah mengapa hari itu ia duduk di belakang menemani Clarissa. Sementara Clarissa sendiri yang merasa canggung dengan Kevin pun memilih untuk duduk menjauh. Tidak lama kemudian suara perut Clarissa kembali terdengar. Kruk...Kruk...Kruk… Mengapa ia berbunyi di saat yang tidak tepat sih! Clarissa merutuki dirinya sendiri yang terlihat sangat memalukan di depan dua pria tampan. Langsung saja Kevin mengalihkan pandangannya menatap Clarissa, Sementara Clarissa sendiri hanya cengengesan. "Maaf, aku lupa memberimu makan
Di lorong yang gelap seorang gadis cantik berlari dengan nafas yang tersengal-sengal. Keringat mulai bercucuran di seluruh tubuhnya, membasahi kulit putih yang tertutup dres berwarna merah muda yang ia kenakan. Clarissa Larasati melarikan diri dari kejaran Ayah kandungnya sendiri. Beliau ingin menjual anaknya, kepada seorang mucikari untuk menebus hutang judinya. "Anak durhaka. Mau lari kemana kamu!" Terdengar teriakan seorang lelaki dari luar sana. "Bagaimana ini? Aku harus bagaimana?" kata Clarissa yang mulai menengok kesana kemari mencari tempat bersembunyi. Clarissa tidak menemukan tempat yang aman untuknya bersembunyi di lorong tersebut, akhirnya ia memutuskan untuk terus berlari dan terus berlari, tetapi sialnya kali itu Clarissa malah menemukan jalan buntu. Clar