Kawasan utama Desa Fandaria. "Kami akan mengantar Anda berdua untuk menemui Tetua Cherryn di rumahnya," ujar pria tua yang sebelumnya menodongkan tombak ke arah mereka. Verlyn dan Kayn mengangguk lalu mengikuti pria tua itu di belakangnya sambil terus berpegangan tangan karena Verlyn masih merasa sedikit takut dengan tatapan orang-orang yang ikut berjalan di sekitar mereka. "Kau masih takut, Verlyn?" tanya Kayn pelan. Verlyn menggeleng cepat dan menengadah ke arah Kayn. "Ti–tidak, Kayn! Aku hanya masih bingung dengan sikap mereka yang tiba-tiba berubah drastis kepada kita, sekarang ini ..." "Begitu, ya? Jika kau merasa tidak nyaman, katakan saja kepadaku, oke?" Verlyn tersenyum dan mengangguk lalu kembali menatap ke arah tanah dengan perasaan yang campur aduk. 'Mereka tiba-tiba berubah seperti ini setelah melihat kalung liontinku ... Sebenarnya, ada apa?' Tiga puluh menit lalu. Jalan Masuk Desa Fandaria. "Apa kau benar-benar yakin itu nama nenekmu, Verlyn?" tanya Ka
Varzaniam, tempat tinggal Tetua Desa Fandaria dari turun temurun.Pria tua itu berhenti di depan sebuah rumah kayu yang ukurannya lebih besar dari rumah kayu yang lain di sekitarnya.'Sepertinya pemilik rumah kayu ini sangat memperhatikan kebersihan dan kerapihan area depan rumahnya, ya?'Verlyn takjub melihat halaman depan rumah kayu itu yang bersih dan di tumbuhi beberapa bunga yang indah dengan berbagai macam warna.Pria tua itu menoleh dan menjelaskan secara singkat tempat rumah kayu ini kepada Verlyn dan Kayn."Ah, jadi ini adalah tempat tinggal Tetua Desa Fandaria yang berarti tempat ini adalah rumah, nenekku?"Pria tua itu mengangguk. "Anda benar, Nona Verlyn. Mari ikuti saya untuk menemui beliau, dan.." Dia menoleh ke arah Kayn dan terdiam.Kayn mendengus pelan. "Kayn,,,""Maaf, saya lupa. Dan juga Tuan Kayn, mari ikuti saya.."Pria tua itu menaiki tangga yang mengarah ke pintu rumah tersebut. Verlyn dan Kayn mengikutinya kembali dari belakang.Setelah sampai di atas, pria tua
Verlyn dilema dengan apa yang harus dia lakukan sekarang agar Cherryn tidak menghukum Wallace karena kejadian itu.Kayn mengerti perasaan Verlyn lalu mengeratkan genggaman tangan Verlyn untuk sesaat, membuatnya menoleh dan saling kontak mata dengan Kayn yang memberikan kode untuk memintanya tetep tenang dan jangan ketakutan.Verlyn mengangguk pelan dan tersenyum kecil lalu kembali menoleh ke arah Cherryn yang masih memperhatikan Wallace dengan tatapan tajam."N–nenek,,, biar saya dan Kayn yang menjelaskan apa yang terjadi saat itu.." Verlyn menarik napas dalam-salam sebelum menceritakannya."Saat itu, aku dan Kayn.."Cherryn mendengarkan cerita dari Verlyn dan Kayn dengan seksama dan mereka mengatakannya dengan jujur. Karena hal itu, Cherryn ingin semakin menghukum Wallace namun segera di tahan oleh Verlyn sebelum dia melakukannya."Jangan hukum dia, nenek. Aku mohon, beliau bersikap seperti itu demi keamanan desa. Dan dia tidak mengenaliku karena aku memakai penutup kepala saat itu.
"Seperti di dalam cerita dongeng, anak-anak!"Verlyn tersenyum dengan mata yang melebar setelah mendengar cerita lengkap dari Cherryn. Kayn juga setuju dengan perkataan Verlyn tadi.Meskipun tidak masuk akal dan sulit untuk di percaya dengan logika, tapi bukti cerita dari Cherryn ada di depan matanya sekarang, yaitu keturunan generasi ke-10 Cleovoranta, Cherryn Nesvaranda.'Aku kira hal seperti ini hanya ada di film dan cerita dongeng saja. Aku tidak menyangka bia melihat buktinya langsung di depan, mataku..' batin KaynVerlyn menepuk tangannya sekali dengan perasaan senang. "Pantas saja nenek terlihat muda! Aku kira karena pengaruh gaya hidup dan lingkungan nenek di sini, ternyata karena keturunan, ya!" ujar Verlyn kagum.Cherryn tersenyun malu dan mengangguk. "Kau juga adalah salah satu keturunan nenek moyang kita, Verlyn!""Ibumu juga termasuk ke dalam keturunan tersebut," lanjut Cherryn.Mata Verlyn membelalak terkejut dan semakin penasaran dengan cerita dari Cherryn itu. Dia meno
Kamar tamu Verlyn di Varzaniam."Aah,, Kayn sialan! Aku jadi tidak bisa tidur karena terus memikirkan jawabannya yang tadi itu kepada nenek!"Verlyn bergonta-ganti posisi untuk mencari gaya tidur yang nyaman agar dirinya bisa cepat-cepat tertidur dan beristirahat dengan nyaman.Pada akhirnya, Verlyn menelentangkan kembali tubuhnya karena semakin merasa tidak nyaman. Dia menatapi langit-langit kamarnya yang berwarna coklat tua lalu menghela napas panjang dan bangun dari rebahannya.Verlyn menyalakan ponselnya dan sudah tahu persis bahwa di dalam pedesaan terpencil seperti ini tidak akan ada sinyal yang terhubung dengan ponselnya sama sekali."Sebaiknya aku menikmati udara segar lebih dulu lalu kembali ke kamar.."Verlyn beranjak dari kasur lipatnya dan keluar dari kamar yang hanya terhalang oleh tirai berwarna hijau tua yang bahannya tidak terlalu tipis tapi juga tidak terlalu tebal.Verlyn melirik ke arah tirai kamar yang berada di sebelah kamarnya, kamar tamu itu adalah tempat Kayn b
Verlyn dan Kayn pulang dengan kondisi lelah dan pakaian yang sedikit kotor akibat terkena lumpur setelah anak-anak yang menghampirinya sore itu mengajak mereka untuk bermain bersama.Kayn hendak menolak namun keinginan anak-anak itu langsung di setujui olehnya dan mau tidak mau Kayn harus ikut bermain bersama dengan mereka."Haah, lelah–sekali,,," Verlyn duduk di salah satu kursi di ruang tamu dan langsung menyandarkan punggungnya di sana sambil memejamkan mata dan napasnya masih sedikit tersengal-sengal."Aku tidak menyangka bahwa menemani anak-anak bermain itu bisa melelahkan seperti–ini.."Kayn melakukan hal yang sama dan mengatur napasnya perlahan dengan tenang. "Bukannya ini karena kau menerima ajakkan anak-anak itu untuk bermain?" balas Kayn.Verlyn langsung membuka kelopak matanya dan melirik ke arah Kayn. "Hei, kau pikir aku tidak melihat yang paling bersemangat bermain lumpur tadi itu adalah kau?!" Verlyn melipat tangannya dam kembali memejamkan matanya. "Padahal kau tadi ter
Hari ke-2 di Desa Fandaria."Kita hanya harus bertemu dengan para warga dan membantu menyelesaikan permasalahan mereka, bukan?"Kayn mengangguk sambil menatap ke arah matahari yang baru saja ingin terbit dari ufuk timur.Verlyn menguap lebar lalu melakukan peregangan tangan agar rasa kantuknya bisa menghilang sedikit demi sedikit di pagi hari itu."Kenapa kita harus bangun sepagi ini, sih? Hoam.." Verlyn lagi-lagi menguap lalu bertinggung di sebelah Kayn dan menompang dagunya. "Aku masih sangat, mengantuk..""Apa kau sepikun itu sampai tidak ingat apa yang di katakan nenek, semalam?" tanya Verlyn dengan sedikit ejekkan.Verlyn memutar bola matanya. "Aku ingat! Hanya saja, kita bisa mulai membantu para warga saat hari menjelang siang, kan?" kesah Verlyn sambil memajukan bibirnya.Kayn hanya bisa menghela napas dan menggeleng pelan mendengar keluh kesah Verlyn yang masih bertinggung di sebelahnya sambil memejamkan matanya.*Kemarin malam*Verlyn dan Kayn masih berusaha menelaah perkataa
Verlyn dan Kayn menyelesaikan permasalahan pertama warna di sana dengan sangat baik dan cepat bahkan sebelum tengah hari. Akibatnya mereka sedikit kewalahan karena tidak beristirahat sama sekali. "Aku tidak percaya akan selesai secepat ini! Terima kasih, kalian berdua!" ucap wanita tua itu dengan perasaan senang sambil memeluk baju berwarna biru muda dengan motif bintang berwarna merah yang di buat oleh Verlyn tadi. "Sama-sama, bu!" balas Verlyn dan Kayn kompak. "Oh ya, aku lupa memperkenalkan diriku." Wanita tua itu sedikit membungkukkan badannya swbentar di hadapan Verlyn dan Kayn. "Panggil saja aku Marna, kau adalah cucunya Tetua Cherryn, bukan?" Verlyn mengangguk sambil tersenyum dan ikut membungkukkan badannya. "Salam kenal, ibu Marna. Anda benar, saya Verlyn ..." Verlyn menoleh ke arah Kayn yang ikut memperkenalkan diri di hadapan Marna. "Saya Kayn, rekan Verlyn. Salam kenal, ibu Marna," ucap Kayn. Marna tampak menutup mulutnya dan terkekeh sebentar. "Maaf, aku kira k
Setelah memasuki area tengah hutan dengan pohon yang besar dan rindang di malam hari, mereka memutuskan untuk beristirahat terlebih dulu dan membangun 2 tenda besar yang di bawa oleh Wallace di kereta kudanya.Cherryn sudah tertidur lebih dulu di dalam tenda dan Wallace tidur di dalam kereta kuda. Verlyn masih terjaga di luar tenda sambil memandangi langit malam dan menyandarkan tubuhnya di salah satu pohon besar.Verlyn menutup kedua matanya dan menghela napas panjang lalu merasa ada seseorang yang sudah duduk di sebelahnya setelah dia membuka matanya dan menoleh."Kau belum tidur, Kayn?"Kayn menggeleng pelan lalu menoleh ke arah Verlyn. "Kau sendiri belum tidur, Verlyn," balasnya.Verlyn tersenyum tipis lalu kembali menengadah menatap langit malam. "Aku tidak bisa tidur karena memikirkan ...""Masalah di kota?" lanjut Kayn cepat.Verlyn kembali menoleh ke arah Kayn lalu tersenyum. "Kau sudah sangat mengenal diriku, ya?"Kayn ikut tersenyum. "Entah lah. Jika di katakan kalau aku sud
Ace yang sedang menengadah ke langit biru yang sudah sedikit tercampur dengan warna jingga lalu menghela napas panjang."Ayah sama sekali belum menyentuh makanannya dan tidak keluar dari ruang kerjanya sama sekali ..." Ace menggenggam erat besi balkon dengan perasaan kesal. "Jika terus seperti ini ...""Ace ,,," lirih Selvania pelan.Ace membalikkan badannya dan menghadap ke arah Selvania yang tampak sedang gelisah dan khawatir sambil menaruh kedua tangannya di atas dada."Ace, ayah sama sekali belum keluar dari ruang kerjanya dari pagi, dan sekarang hari sudah menjelang sore, bagaimana ini?" tanya Selvania khawatir.Selvania menundukkan kepalanya. "Beliau juga tidak memakan sarapannya, terlebih setelah mendengar kabar lain bahwa Verlyn tidak ada di dalam vila ..." lanjut Selvania lesu.Ace melangkah mendekat ke arah Selvania lalu memeluknya sambil membelai rambutnya yang berwarna kuning sedikit panjang itu."Tenang lah, Nia ,,," ucap Ace lembut.Selvania memejamkan matanya dan mengan
Jersey City, Kediaman Kaze."Ace, apa kita tidak bisa melakukan apapun lagi untuk menghentikkan ibu?" tanya Selvania khawatir.Ace yang sedang duduk di sofa sambil menatap layar ponselnya hanya menghela napas panjang dan menggeleng pelan."Aku tidak tahu lagi, Nia. Aku pikir Ibu akan terus tinggal di rumah ini saat Verlyn tinggal di vila untuk sementara waktu, tapi nyatanya, Ibu yang ingin tinggal terpisah dengan kita dan tiba-tiba ... ukh ,,,"Ace memegangi kepalanya yang terasa semakin pusing daripada hari kemarin. Selvania segera menghampiri Ace dan memberikan teh kepada yang ada di meja kepadanya.Ace menerima teh itu dan meneguknya perlahan lalu memejamkan matanya sambil mengatur napas."Sebaiknya kau istirahat dulu, Ace. Jika kondisimu seperti ini, kita tidak akan bisa membantu ayah di persidangan, nanti," pinta Selvania khawatir."Aku tidak akan bisa istirahat jika sudah memikirkan masalah ayah dan ibu, Nia. Sudah dari semalam aku tidak bisa tidur dengan lelap," balas Ace denga
Hari ke-14 di Desa Fandaria."Sudah siap, Verlyn, Kayn?" tanya Cherryn.Verlyn dan Kayn mengangguk sambil menggendong tas gunung masing-masing dan membawa kantong plastik sedang yang berisi bekal untuk perjalanan mereka ke kota nanti.Mereka melangkah keluar dari rumah secara bergantian dan menuruni tangga perlahan. Para warga sudah berkumpul di depan rumah Cherryn untuk memberikan ucapan terima kasih dan doa untuk Verlyn dan Kayn sebelum pergi dari desa Fandaria.Salah satu anak menarik pelan jaket Verlyn, membuatnya menoleh ke bawah dan melihat Kila yang berada di sana bersama dengan Risa yang terlihat sudah sehat walaupun wajahnya masih terlihat sedikit pucat."Eh, Kila!" Verlyn menoleh ke arah Risa dengan senyuman yang sama. "Ada Risa juga, rupanya. Apa Risa sudah merasa lebih baik, sekarang?" tanya Verlyn.Risa mengangguk pelan sambil tersenyum tipis. "Ini berkat usaha Kak Verlyn dan Kak Kayn, aku sangat berterima kasih!" jawab Risa pelan.Verlyn mengangguk lalu membelai rambut p
"Jadi, kau merasa kalung liontinmu itu menghilang setelah terjatuh ke sungai?" tanya Cherryn setelah Verlyn selesai bercerita.Verlyn mengangguk sambil menurunkan pandangannya. "Aku berpikir begitu karena aku dan yang lain tidak bisa menemukan kalung liontin itu sama sekali di rerumputan di tepi sungai, nek."Verlyn memainkan jari jemarinya. "Aku minta maaf, akibat keteledoranku sendiri kalung liontin uang berharga itu, menghilang ..." lanjut Verlyn dengan perasaan bersalah.Cherryn menyeruput tehnya perlahan dan menghela napas pelan. "Dugaanmu memang benar, Verlyn. Tapi, kalung liontin itu tidak menghilang dan jatuh ke dasar sungai," balas Cherryn.Verlyn dan Kayn kompak terkejut mendengar hal itu dan mendongak bersama ke arah Cherryn yang dengan santainya menaruh cangkir tehnya di atas meja lalu mengambil ikan Silver Fish yang tergeletak di atas meja di depannya.Cherryn membuka sedikit mulut ikan Silver Fish dan memperlihatkannya kepada Verlyn dan Kaun. "Apa kalian melihat ada bend
"Nenek belum tidur, kan?!" tanya Verlyn sambil mengatur napasnya setelah sampai di depan rumah Cherryn."Aku tidak tahu pasti, Nenek biasanya sudah tidur di kamarnya saat kita pulang ..." Kayn melirik ke arah ikan berwarna perak berkilau yang terlihat tenang tanpa air di genggaman kedua tangan Verlyn lalu kembali menatap Verlyn yang menunggu jawaban selanjutnya.Kayn menghela napas pelan. "Sebaiknya kita masuk dulu dan segera beritahukan hal ini kepada nenek," ajak Kayn.Verlyn mengangguk setuju lalu segera menaiki tanggal lebih dulu, di ikuti oleh Kayn di belakangnya. Setelah masuk ke rumah, Verlyn dan Kayn di kagetkan oleh Cherryn yang baru saja keluar dari kamar."Nenek!" kompak Verlyn dan Kayn.Cherryn menoleh dan sedikit terkejut melihat Verlyn dan Kayn yang tampak berantakan dan lusuh di dekat pintu.Cherryn melirik ke arah ikan yang sedang di bawa oleh Verlyn dan menyipitkan kedua matanya lalu berjalan ke arah Verlyn dan Kayn untuk melihat ikan itu lebih dekat lagi."Kalian ,,,
Kayn dan anak-anak lain di sana ikut membantu mencari kalung liontin merah milk Verlyn yang menghilang karena tidak sengaja terjatuh tadi di area tepi sungai."Apa kalung itu terjatuh saat aku membantumu menghindari bola karet tadi, Verlyn?" tanya Kayn."Mungkin saja? Saat pagi tadi, aku memakai kalung itu dengan terburu-buru. Jadi, aku tidak tahu apakah jeratannya kuat atau malah longgar," jawab Verlyn dengan nada lesu.Kayn menghela napas pelan lalu melanjutkan kembali pencarian kalung liontin merah itu. Perlahan, langit yang awalnya berwarna biru kini berubah menjadi jingga muda tapi mereka semua sama kali belum mendapatkan hasil."Kenapa kita tidak menemukannya setelah mencari berjam-jam, ya?" tanya Lina, teman bermain Kila.Kila menyeka keringat yang ada di dahinya lalu menggeleng pelan sambil mengatur napasnya. "Entah, Lina. Seharusnya salah satu dari kita sudah berhasil menemukannya jika terjatuh di area rerumputan di tepi sungai, tapi ini tidak."Verlyn merasa semakin tidak be
Hari ke-13 di Desa Fandaria."Ikan yang memakan berlian? Jangan konyol, Kila ..."Verlyn mengikat rambut panjangnya sambil menatap ke arah layar ponselnya. Di desa Fandaria tidak ada cermin sama sekali, sehingga Verlyn hanya bia mengandalkan kamera ponsel miliknya untuk di jadikan sebagai pengganti cermin."Jika ada ikan seperti itu, pasti hanya ada di cerita dongeng," gumam Verlyn sambil mengenakan kembali kalung liontin merah ke lehernya dengan hati-hati."Apa kau sudah selesai bersiap?" tanya Kayn tiba-tiba yang sudah berdiri di depan tirai kamarnya."Kau tahu kan hari ini kita harus bisa menemukan ikan itu? Kau tahu sekarang sudah hari ke berapa, kan?" lanjutnya.Verlyn memutar bola matanya. "Aku akan segera keluar!" balas Verlyn sedikit kesal.Sebelum Verlyn mematikan ponselnya, dia melihat tanda sinyal di bagian atas layarnya dan hanya melihat tanda silang yang mengartikan bahwa benar-benar tidak ada sinyal di tempat ia berada saat ini."Haah, ternyata benar-benar tidak ada siny
Hari ke-12 di Desa Fandaria."Kita akan langsung pergi ke sungai saja?"Verlyn mengangguk lalu melangkah keluar rumah bersama dengan Kayn. Cherryn menghampiri mereka dari arah dapur."Tunggu, Verlyn, Kayn!"Verlyn dan Kayn menghentikan langkah dan membalikkan badannya menghadap ke arah Cherryn yang sedang berjalan ke arah mereka sambil membawa beberapa kotak yang terikat oleh tali."Kalian mau ke sungai lagi, kan?" tanya Cherryn.Verlyn dan Kayn mengangguk bersama. "Iya, nek. Apa ada hal lainnya yang harus aku dan Kayn lakukan?"Cherryn menggeleng pelan sambil tersenyum lalu menyodorkan kotak di tangannya itu kepada Verlyn. "Nenek sudah tahu kalian akan pergi ke sungai, jadi nenek bawakan makanan ini untuk makan siang dan makan malam agar kalian tidak perli bolak-balik kemari."Verlyn menerima kotak tersebut dengan senang hati dan mengucapkan terima kasih, begitu juga dengan Kayn yang berdiri di sebelah Verlyn. Cherryn menatap ke arah Kayn lalu menepuk pelan pundaknya."Kayn, aku titi