“Kamu harus mau menikah dengannya. Apapun yang terjadi! Dengan menikah dengannya hutang keluarga kita pasti akan terlunasi. Cobalah tunjukkan baktimu pada keluarga ini,” ucap Isma pada anak bungsunya.
“Tapi kenapa harus aku Bu? Bahkan aku baru saja lulus sekolah, aku belum pantas untuk menikah Bu. Umurku baru saja genap 18 tahun bulan kemaren. Mengapa bukan Kak Tasya saja, sebentar lagi dia wisuda. Maka yang lebih layak menikah duluan itu kak Tasya bu, lagi pula bukannya hutang keluarga menumpuk karena membiayai kuliah kak Tasya di Fakultas Kedokteran. Aku belum mau menikah Bu. Aku juga ingin kuliah seperti kak Tasya Bu. Ibu lihatkan? bahkan prestasiku lebih bagus dari pada kak Tasya,” ucap Widuri sembari sesegukan di pojok kamarnya.
“Widuri kamu tidak pantas berbicara begitu. Jelas kakakmu tidak bisa di samakan dengan kamu! Ibu tidak mau tahu, pokoknya minggu depan kamu harus menikah dengan Arlo!” bentak Isma lagi.
“Kenapa Bu? Kenapa dari aku kecil ibu selalu membeda –bedakan aku dengan kak Tasya? Bukankah kami sama –sama lahir dari rahim Ibu? Tetapi kenapa Ibu selalu saja melebihkan perhatian Ibu kepada kak Tasya di banding aku. Setiap harinya aku makan dengan garam sesekalinya Ibu berikan aku rebusan daun ubi. Kak Tasya selalu Ibu mewahkan makanannya. Kak Tasya Ibu suruh tidur di kasur sementara aku di lantai dengan tikar jerami dan sekarang Ibu memaksaku untuk menikahi lelaki yang jauh lebih tua dariku, lelaki itu sudah sepantasnya jadi Ayahku bu. Umurnya bahkan sudah 38 tahun,” batin Widuri mulai memberontak.
“Ada apa ini? Pagi –pagi sudah ribut saja!” Ucap pak Ducan yang baru saja bangun akibat kegaduhan antara Isma dan putrinya Widuri. Tampak garis bekas tidurnya masih membekas di wajahnya.
Melihat ayahnya keluar dari kamar, Widuri langsung berlari dan memeluk ayahnya. “Ayah, Widuri mohon tolong cukupkan penderitaan Widuri Ayah,” isak Widuri pada ayahnya.
“Apa yang kamu katakan Nak?” tanya Ducan yang belum sepenuhnya sadar dari tidurnya. Lagi pula akibat pengaruh alkohor semalam. Sepertinya Ducan mendeguk begitu banyak alkohol semalam.
“Ayah. Aku belum mau menikah, aku juga mau kuliah sama seperti kak Tasya,” rengek Widuri di pelukan ayahnya. Walaupun Ducan seorang pemabuk, namun Ducanlah satu –satunya orang yang sangat peduli dengan Widuri. Akan tetapi Kuasa Isma lebih besar ketimbang Ducan. Ducan sangat takut pada Istrinya, takut akan rahasia besar akan terbongkar.
“Hmmm... Sayang, pahamilah ibumu. Ibumu sudah sangat benar segala –galanya, bahkan dia memilihkan jodoh yang bagus untukmu, walaupun Arlo itu jauh lebih tua darimu tetapi dia berasal dari keluarga yang terpandang. Dia sudah mapan, mempunyai banyak bisnis di dalam maupun luar kota, bahkan ada juga bekerjasama perusahaan asing di luar negeri. Sudah jelas masa depanmu akan terjain jika menikah dengannya. Jika Kamu kuliah, Ayah takut nanti tidak bisa membiayai kuliahmu. Lihat kakakmu, dengan menguliahkannya saja hutang kita menumpuk sebanyak itu. Bahkan Ayah bingung bagaimana melunasinya,” ucap Ducan sembari menuntun Widuri Untuk duduk di kursi kayu di meja makan yang sudah mulai roboh.
“Ayah tidak perlu mengkhawatirkan biaya kuliahku. Ayah tahu? Aku jadi satu –satunya siswi undangan yang akan langsung di terima di sebuah universitas ternama, dan aku bisa kuliah gratis sampai tamat. Dengan syarat aku bisa mempertahankan prestasiku. Ayaaahh... aku mohon aku masih belum ingin menikah. Aku ingin mengembangkan sayapku ayah. Aku ingin kuliah. Dan aku berjanji, jika aku berhasil nanti aku akan melunasi semua hutang –hutang ayah,” bujuk Widuri pada Ayahnya.
“Alaaaahh... jangan banyak gaya kamu Widuri. Wanita itu percuma kuliah, ujung –ujungnya pun ke dapur juga. Palingan kamu kuliah Cuma gaya –gayaan doang. Lebih baik kamu menikah dengan Arlo, dia menawarkan mahar yang gede. Jadi hutang Ayahmu bisa langsung di Lunasi. Kalau tunggu kamu sukses keburu Ayahmu di bunuh sama rang tenir itu,” ucap Isma lagi.
“Apa Ibu lupa jika Kak Tasya juga wanita? Mengapa Ibu menguliahkannya tinggi –tinggi sampai Ibu rela berhutang sana –sini, Ibu rela di hujat sana sini? Apa bedanya dengan aku Ibu? Aku juga punya cita –cita dan impian,” ucap Widuri dengan penuh isakannya.
“Jangan lagi –lagi kamu samakan Tasya denganmu. Kalian itu berbeda Tasya pantas menggampai mimpinya. Kalau kamu untuk bermimpi saja kamu tidak pantas Widuri,” nada Isma kian meninggi ketika Widuri terus saja membandingkan dirinya dangan Tasya.
“Kenapa Ibu? Kenapa? Apa bedanya? Katakan Ibu! Dari dulu aku sangat ingin mengetahui penyebab bencinya Ibu padaku,” ucap Widuri dengan nada tinggi sembari berdiri dan mendekati ibunya.
“Kamu sudah lewat batasanmu Widuri,” Isma kemudaian melayangkan tamparannya pada Widuri.
“Asal kamu ketahui, kamu itu adalah anak...,” belum sempat Isma melanjutkan perkataannya Ducan langsnung berdiri sembari memukul meja dengan sangat kuat.
“Apa –apaan ini. Apa kalian tidak malu di dengar tetangga. Sudah Widuri! Ikuti saja permintaan ibumu. Ayah sakit kepala jika ibumu sudah berteriak –teriak begini, sudah cukup Ayah bilang,” ucap Ducan sembari memapah Widuri ke kamar Widuri dan membiarkan Widuri di dalam kamar yang tidak berpintu, hanya ada tirai penutupnya.
Kenapa? Kenapa Ibu? Apa yang berbeda denganku? Mengapa Ibu selalu saja membenciku. Mengapa Ibu seakan tidak menginginkanku terlahir ke dunia ini. Ayah... ya... hanya Ayah yang tulus sayang padaku, tetapi Ayah tidak pernah bisa menghalangi Ibu untuk terus menyakitiku.
Mengapa kasihmu tidak pernah Ibu hadiahkan untukku. Lihat Ibu aku tumbuh menjadi wanita yang tidak buruk, walau aku selalu memakai baju lusuh bekas Kak Tasya. Tidak jarang orang –orang tetap menyanjung kecantikanku. Dan lihatlah piala yang berjejer di lantai itu Ibu, juga piagam –piagam yang memenuhi dinding kamarku ini, mereka semua adalah bukti bahwa aku bukanlah anak yang bodoh Ibu. Bahkan aku selalu selangkah lebih unggul dari kak Tasya.
Apa semua itu tidak cukup untuk membuat Ibu tersentuh dan mencoba untuk menyayangiku? Ibu... aku selalu merindu peluk hangatmu, yang sangat ringan engkau hadiahkan pada Kak Tasya. Terkadang aku juga ingin merasakan sebuah suapan dari tanganmu, aku ingin semua yang di rasakan kak Tasya Ibu. Hari –hariku penuh dengan kecemburuanku pada kak Tasya Ibu.
Ibu aku mohon pandang aku ibu, pandang aku walau hanya sekali. Isak Widuri di kamarnya. Dunianya seakan tidak berarti sekarang. Bahkan impiannya terancam untuk lenyap.
Widuri meringkup di tikar jerami, matanya memejam dengan airmata yang terus saja mengalir deras. Kepedihan terlihat nyata di hari –hari yang di lalu oleh Widuri. Seketika melintas kenangan –kenangan masa lalunya.
^_^
[“Ibu... Ibu... lihat Widuri juara 1 Ibu, dan Widuri juga mendapat gelar juara 1 umum. Lihat Ibu, bahkan Widuri mendapatkan 2 piala sekaligus,” Widuri kecil berlari ke arah Ibu. Namun tidak sedikitpun Isma menoleh, dan ketika Tasya datang kemudian dengan lesu Isma langsung mendekati Tasya.“Ada apa sayang? Mengapa kamu terlihat begitu sedih? Sini duduk. Ayo cerita sama Ibu.” ucap Ibu penuh kasih pada Tasya.“Aku sedih Ibu, aku Cuma dapat juara 2. Aku tidak dapat piala. Aku benar –benar sedih,” ucap Tasya yang mulai meneteskan airmatanya.“Juara 2? Waaah.. anak Ibu pintar, ibu bangga sekali denganmu nak. Untuk sampai ketingkat itu tidaklah mudah, dan kamu sungguh membuat Ibu bangga,” ucap Isma menenangkan Tasya kecil.“Tetapi aku tidak dapat piala seperti Widuri ibu,” ucap Tasya sambil melihat lirih pada Widuri.“Hmmm... apa pentingnya piala. Piala itu hanya sebua benda, dan Ibu bisa membelinya di toko –toko. Tapi buat apa kita beli piala, kan tidak bisa di mainkan. Bagaimana jika Ibu
Tiba –tiba ada sebuah mobil yang berhenti di depan rumah Widuri, membuat perhatiannya sangat terusik. Sebuah mobil hitam yang tampilannya begitu elegan. Setelahnya seorang lelaki keluar dari mobil di ikuti seorang wanita cantik yang ikut keluar dari mobil. Mereka datang dan mendekat ke rumah Widuri.Widuri dengan ragu berjalan ke arah depan pintu menyambut sepasang yang berpenampilan perlente.“Maaf Pak, Buk. Cari siapa ya?” ucap Widuri dengan separoh menunduk. Widuri sedikit minder dengan penampilannya waktu itu. Tampilan kumuhnya terasa mencolok di hadapan dua orang dengan wangi yang segar ini.“Kami ingin mencari Widuri,” ucap wanita yang tangannya selalu menggandeng tangan pria itu.“Wi..widuri? ada apa dengan Widuri? Sa... saya Widuri,” jawabnya dengan sedikit membungkuk dua tangannya saling menggenggam.Wanita perlente kemudian melihat sedikit jijik pada Widuri. Karena penampilan kumuh Widuri. Memakai baju kaus besar dengan warna lusuh di padu dengan rok pisket hitam selutut. Ta
Setelah sepasang suami istri itu pergi. Lagi lagi Isma menampar Widuri. “Sudah untung kamu Ibu besarkan dan sekolahkan. Coba kamu hitung semua biaya yang telah Ibu keluarkan untuk mu, biaya 3 piring nasi sehari, minuman, sewa kamar mu, sekolah, uang jajanmu. Fikirkan itu semua. Dan beginilah caramu membalas itu semua,” ucap Isma sembari mengungkit apa yang telah di berikannya pada Widuri.“Tetapi akukan anak Ibu? Bagaimana bisa Ibu menghitung itu semua. Apa Ibu lupa? Ibu tidak pernah sekalipun memberikan aku uang belanja, jika ayah memberiku sedikit uang Ibu pasti akan segera merampasnya dariku setelah ayah pergi. Dan jika Ibu membicarakan biaya sekolahku, dari SD aku selalu mendapatkan beasiswa. Bahkan Ibu tidak pernah mengeluarkan sepersenpun uang untuk biaya sekolahku. Dan jika ibu memperhitungkan makan, minum serta kamar tempat aku menginap bertahun –tahun, maka sepertinya juga sudah terbalas dengan keringatku menjadi pembantu di rumah ini. Maaf Ibu jika kamu menghitung bahkan aku
Setelah sampai di Rumah sakit Ducan segera di larikan ke ruang UGD dan segera di lakukan tidakan pemerikasaan. Setelah sekian lama akhirnya dokter memanggil Keluarga pasien.“Keluarga pasien Bapak Ducan?” Panggil perawat.“Iya, saya sust,” jawab Widuri. Sementara Isma berdiri di belakan Widuri.“Dokter ingin bicara dengan keluarga pasien, jadi silahkan ikuti saya ke ruang dokter kak,” ucap perawat sembari menuntun Lunara ke ruangan Dokter.Setelah sampai di ruang Dokter Widuri dan isma di persilahkan duduk di bangku yang sudah di sediakan berhadapan dengan Dokter.“Begini Buk, bapak Ducan ini sudah beberapa kali datang kesini memeriksakan penyakit jantungnya. Jadi pada jantung Bapak Ducan terdapat sumbatan. Jadi harus segera di operasi, kalau tidak cepat di tangani maka akan gawat akibatnya. Bapak Ducan bisa saja tidak terselamatkan,” jelas Dokter.“Apa Dok? Ayah saya ada penyumbatan di jantungnya Dok?” dokter mengangguk.“ Ayah tidak pernah menceritakan ini padaku. Apa ibu tahu masal
Kesepakatan apa itu? Mengapa pernikahan harus di iringi dengan sebuah kesepakatan. Mendengar perkataan ibu, membuat aku tidak mampu membayangkan kebahagiaan di dalamnya. Ya hidupku akan berakhir ketika aku menandatangani surat itu. *** Akhirnya waktu yang sebenarnya Widuri ingin terus di ulur saja datang. Clara dan Arlo datang dengan membawa sebuah map berwarna biru tua. Widuri yang sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit menatap dingin sepasang suami istri itu. Tangisnya tidak lagi terlihat, namun bekas isakannya masih terlihat jelas mengukir di wajahnya. “Eh nak Clara dan nak Arlo sudah tiba. Terimakasih atas kirimannya, membuat Ayah Widuri bisa segera ditangani dokter,” ucap Isma seakan terus menjilat pada kedua orang kaya muda itu. “Ya, kami akan berikan lebih. Setelah pernikahan ini selesai di laksanankan. Angap saja yang tadi itu uang mukanya saja,” ucap Clara dengan sedikit arogan. Sementara Arlo hanya diam, namun diamnya terlihat sangat beribawa. Mendengar ucapan Clara me
Ya Clara terpaksa harus mencari wanita yang bersedia untuk melahirkan seorang putra untuk suaminya. Karena Clara tidak bisa hamil. *** Kurang lebih 4 tahun yang lalu Clara terlibat kecelakaan bersama Arlo, secara tidak sengaja Arlo menabrak Clara dan mengenai rahimnya. Rahim Clara rusak parah harus segera diangkat untuk menyelamatkan nyawanya. Untuk menebus kesalahannya, Arlo terpaksa menikahi Clara tanpa adanya cinta. Ketika dinikahi oleh Arlo Clara seperti mendapat durian runtuh. Clara yang tadinya hanya seorang gadis desa yatim piatu (pengakuannya pada Arlo) menjadikannya wanita bergelimangan harta, walau tanpa cinta dari Arlo. Namun Clara tidak pernah mempermasalahkan itu asalkan dirinya mempunyai kekuasaan lebih di rumah bak istana Arlo. Apapun yang di inginkan Clara selalu di dapatnyanya. Arlo sangat jarang di rumah, sekalinya di rumah hanya ketika dia perlu di puaskan oleh Clara. Setelah birahinya terpuaskan Arlo akan kembali pergi meninggalkan Clara. Namun belakangan ayah
Air mata yang sangat sulit di bendung. Sesekali Widuri menepuk –nepuk dadanya yang terasa sakit akibat menahan hati yang sebenarnya tidak terima dengan apa yang di hadapi hari itu. *** Batinnya meronta, tangisannya pecah dan sesekali cegukan karena luapan emosi itu. Kemudian terdengar suara Widuri yang meraung, sama sekeli tidak puas dengan pernikahannya ini. Setelah puas melepas emosi kesedihannya dengan luapan air mata, Widuri kemudian membasuh mukanya. Berusaha menghilangkan garis kesedihannya, mulai hari ini Widuri akan berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya di depan siapa pun. Widuri tidak mau dengan orang –orang melihat dirinya meneteskan air mata, maka mereka bisa melihat sisi lemah Widuri dan akan leluasa menyakitinya lagi... lagi... dan lagi. Widuri bertekat akan menciptakan jati dirinya sendiri, tidak lagi untuk di injak –injak. Walau sekarang Widuri telah menandatangani sebuah kesepakatan, bukan berarti dirinya tidak bisa membuat keputusan untuk dirinya. Widuri kemud
“Pak... tidak... tidak... maksudku tuan... aiihh.. bibirku ini! Mas,” mendengar perkataan Widuri Arlo memicingkan matanya karena lagi –lagi terganggu dengan panggilan itu, sembarri menghidupkan mesin mobilnya.“Aku mohon biarkan aku naik ojek, karena aku takut akan mengotori mobilmu,” Ucap Widuri lagi yang mulai mual ketika mencium aroma khas yang ada di setiap mobil.“Baju lusuhmu tidak akan mengotori mobilku, nungkin keringatmu saja yang akan membuat aroma mobilku berubah,” ucap Arlo yang kemudian mulai melajukan mobilnya.“Ta... Tapi aku tidak biasa naik mobil, perutku mual. Aku mohon berhentilah...” ucap Wduri. Namun Arlo tetap saja mengemudikan mobilnya, dan sekarang mulai Kencang. Perur Widuri semakin serasa di aduk –aduk.Terasa sesuatu akan meledak dari mulutnya, Widuri berusaha menekan –nekan tombol yang berada di samping pintu untuk membuka jendela mobil. Tetapi Widuri
“Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung
“Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past
“Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny
Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang
"Bukankah kamu yang mendatangkannya untukku? lalu kemana kamu saat aku membutuhkanmu? salahkah aku jika aku beralih padanya? lagi pula dia sekarang adalah istri sahku, tidak ada satupun hukum yang bisa melarangku untuk menyentuhnya."Ucap Arlo sembari mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Clara."Tetapi sebelumnya kamu sudah menyetujui kesepakatannya bahwa kamu menikahinya hanya karena membutuhkan rahimnya." Air mata Clara terus mengalir merasa Arlo telah menghianatinya.Mendengar ucapan Clara, Widuri serasa tertampar berkali-kali. Air matanya pun mulai tidak tertahankan lagi. Dalam keadaan masih terduduk di lantai dengan terus menunduk menyembunyikan aliran deras airmatanya."Ya, kamu benar. Dan aku telah melakukannya sendiri, aku telah menanam benihku di rahimnya." Ujar Arlo dengan memalingkan wajahnya dari Clara.Lalu Clara meraih lengan Arlo untuk memutar arah lelaki itu supaya kembali menoleh padanya. "Apa mas? Kamu berkata apa? Kamu telah melakukannya? Kamu benar-benar kejam pad
Sedangkan Clara berada di bandara Singapure. JAdwal keberangkatannya di undur beberapa jam karena ada sedikit masalah pada penerbangannya."Aduuuh... mengapa harus di undur sih. Apa mas Arlo sudah menyadari bahwa aku tidak ada di rumah? bagaimana jika Widuri menggodanya. mengapa hatiku jadi tidak tenang begini ya.." omel Clara pada dirinya sendiri sembari melihat ponselnya."Apa aku telepon saja ya mas Arlo, menanyakan dia sekarang di mana dan apa dia bersama Widuri," Ujarnya lagi lalu mulai menghubungi Arlo.Handphon Arlo berdering, namun di biarkannya saja karena tugasnya untuk membuat Widuri terpuaskan berkali-kali belum selesai."Aiih... mana mas Arlo ya? mengapa dia tidak mengangkat teleponku? Apa dia masih di kantor? Apa dia sedang meeting? Aiiihh... harusnya kemaren aku tidak tergoda untuk ikut bersama mereka." keluh Clara.Lalu Klara mencoba untuk menghubungi Surti, pembantu yang bertugas mengurusinya."Ya nyonya," ujar Surti."Apa tuan semalam pulang?" tanya Clara jutek."Iya
"Apa kamu akan memandanginya terus? Apa kamu melupakan suamimu? Apa kamu tidak akan memberi suamimu makan?" Tanya Arlo dengan nada intimidasi. Mendengar pertanyaan Arlo, Widuri menoleh ke arah Arlo. "Suami? Apa mas suamiku? Ahh... aku lupa! Ternyata kita sepasang suami istri. Baiklah suami sementaraku, mari kita makan. Aku memasak makanan yang barangkali belum pernah kamu makan," Ucap Widuri sambil berdiri dan memutar badannya untuk melangkah kembali masuk kedalam rumah. Arlo mengikuti dengan senyumannya. Bik Ningsih dan pak Darsono mengintip dari kejauhan. "Lihat bik, tuan terlihat bahagia bersama nak Widuri. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum di bibirnya, lihatlah matanya berbinar. Wajahnya merona bahagia." Ucap pak Darsono. "Kamu benar pak, andai saja mereka terus bersama hingga akhir hayat. barangkali tuan akan terus bahagia seperti itu." Jawab bi Ningsih. *** "Ayam bakar? Aku sangat suka memakannya," Ujar Arlo ketika melihat kemeja makan. "Apa ini? apa ini sambalnya?
Sesampai di rumah, "Banyak sekali belanjaan kita bik. Untung saja ada pak Darsono yang membantu kita untuk mengangkat semua barang belanjaan ini. Oiya, aku akan ke kolam renang dulu." ucap Widuri. "Kolam renang? untuk apa Widuri? Apa kamu ingin berenang?" tanya bik Ningsih. "Tidak, bahkan aku tidak bisa berenang bik. Tetapi tadi mas Arrlo menyuruhku untuk membersihkan kolam renang itu. Jadi sebelum dia pulang kolam ini harus selesai aku bersihkan. Setelah bersih aku akan memasak. kita akan makan bersama nanti," ujar Widuri lagi yang kemudian berjalan ke arah kolam renang yang berada di bagian samping rumahnya. Widuri juga membawa sikat dan pembersih lantai berlumut. "Tapi Widuri, itu bukan tugasmu. ada orang yang bertugas untuk itu dan di gaji oleh tuan." ucap bik Ningsih lagi. Tetapi Widuri tidak menghiraukan perkataan bik Ningsih dan tetap melajukan langkahnya. Ketika Widuri sudah berada di depan kolam renang, Bik ningsih kemudian mengirimi Arlo pesan. ("Apa tuan sedang sibuk?")
Hmm... Apa yang bisa aku lakukan ya? Aku suntuk sekali jika tidak ada pekerjaan begini. Mandi sudah, merapikan tempat tidurku sudah. Pakaian kotorku, pasti bik Ningsih yang mengambilnya. Baiklah kalau begitu aku akan turun, melihat bik Ningsih. aku akan membantunya membuat sarapan. Gumam Widuri sembari berjalan menuruni anak tangga. Ketika sampai di dapur, Widuri disambut hangat oleh bik Ningsih."Widuri sudah bangun? Ayo sini sarapan. Bibik Buatkan nasi goreng, tadinya bibik akan mengantarnya ke kamarmu." "Ya bik, aku merasa suntuk sekali. Karena tidak ada yang aku kerjakan di rumah ini, tadinya aku ingin membantu bibik buat sarapan dan ternyata sarapannya sudah siap." ucap Widuri yang kemudian duduk di kursi meja makan. Mendengar ucapan Widuri bik ningsih tersenyum. "Tadi bibik melihat tuan Arlo turun dari kamarmu dengan tersenyum-senyum. Sejak ibunya meninggal ini kali pertama bibik melihatnya tersenyum dengan bahagia." ucap Bik Ningsih. "Ya, semalam dia datang ke kamarku. Dia ma