Setelah sampai di Rumah sakit Ducan segera di larikan ke ruang UGD dan segera di lakukan tidakan pemerikasaan. Setelah sekian lama akhirnya dokter memanggil Keluarga pasien.
“Keluarga pasien Bapak Ducan?” Panggil perawat.
“Iya, saya sust,” jawab Widuri. Sementara Isma berdiri di belakan Widuri.
“Dokter ingin bicara dengan keluarga pasien, jadi silahkan ikuti saya ke ruang dokter kak,” ucap perawat sembari menuntun Lunara ke ruangan Dokter.
Setelah sampai di ruang Dokter Widuri dan isma di persilahkan duduk di bangku yang sudah di sediakan berhadapan dengan Dokter.
“Begini Buk, bapak Ducan ini sudah beberapa kali datang kesini memeriksakan penyakit jantungnya. Jadi pada jantung Bapak Ducan terdapat sumbatan. Jadi harus segera di operasi, kalau tidak cepat di tangani maka akan gawat akibatnya. Bapak Ducan bisa saja tidak terselamatkan,” jelas Dokter.
“Apa Dok? Ayah saya ada penyumbatan di jantungnya Dok?” dokter mengangguk.
“ Ayah tidak pernah menceritakan ini padaku. Apa ibu tahu masalah ini?” tanya Widuri pada Isma.
“Pernah beberapa kali ayahmu mengeluh dadanya sakit, dan katanya sudah memeriksakan ke dokter. Dan Dokter bilang harus di operasi,” jawab Isma cuek.
“Lalu? Mengapa tidak segera di operasi?” tanya Widuri, dengan nada sedihnya.
“Kamu pikir biaya operasi jantung itu murah? Dengan kondisi ekonomi kita seperti ini mana mungkin bisa melakukan operasi jantung,” ucap Isma lagi.
“Ya memang biayanya cukup mahal. Jadi, silahkan Ibu dan Adik berunding dulu bagaimana solusi yang terbaik untuk Bapak Ducan. Tetapi kita tidak punya banyak waktu, menimbang keadaan Bapak Ducan yang semakin parah,” jelas Dokter lagi.
Dengan penuh kesedihan Widuri berjalan keluar dari Ruang dokter. Berjalan dengan lambat di lorong rumah sakit memikirkan bagaimana cara dia untuk mendapatkan uang. Lalu Widuri berjalan ke arah administrasi menanyaka berapa besar biaya yang harus di keluarkannya untuk operasi jantung.
Pihak Administrasi menerangkan jika biayanya adalah sekitar 140 juta, dan setelah melakukan operasi akan butuh banyak biaya lagi untuk perawatannya. Mendengar penjelasan pihak administrasi membuat lutut Widuri melemas. Widuri seakan tidak mampu untuk melangkahkan kakinya.
Ya Tuhan apa yang harus Aku lakukan untuk menyelamatkan ayah? Bagaimana mungkin aku mampu mendapatkan uang sebesar itu dalam waktu yang singkat. Jika aku bekerja sekarang, harus butuh waktu sebulan untuk menunggu gajian bulan pertama. Dan itu pasti tidak akan sebanyak yang di butuhkan.
Dan jika aku meminjam ke bank, bank akan meminta jaminan. Sementara aku tidak punya sesuatu apapun untuk bisa aku jadikan jaminan. Aiiihh... apa yang harus aku lakukan? Aku tidak bisa berfikir. Gumam Widuri tampa Henti. Airmatanya pun tidak bisa kering dari pipinya.
Widuri berdiri dari luar pintu melihat ayahnya yang sedang terbaring lemas. Memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk membantu biaya perawatan ayahnya.
“Apa yang kamu fikirkan Widuri? Biarkan saja Ayahmu meregang nyawanya. Tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita ini orang miskin kita tidak mempunyai apa –apa untuk di jual. Ibupun tidak bisa menambah hutang lagi, karena hutang ayahmu saja belum lunas –lunas juga,” ucap Isma.
“apa yang ibu katakan? Ayah pasti akan sembuh, aku akan mengusahakan uangnya. Aku yakin aku pasti bisa mendapatkan uang untuk operasi ayah,” ucap Widuri
“Untuk operasi ayahmu kamu bilang? Biaya untuk rawat inap ini saja ibu rasa kamu tidak bisa mencarinya. Sudah Widuri, kita tidak punya banyak waktu. Mengulur waktu, dan membiarkan ayahmu tetap di sini hanya akan menambah biaya perawatannya membengkak. Aku sudah tidak punya uang lagi. Aku akan mengurus kepulangannya segera,” ucap ibu Widuri.
“Ibu... Tidak ibu. Aku mohon jangan biarkan Ayah keluar dari rumah sakit. Bahkan Ayah belum sadarkan diri Ibu, bagaimana mungkin kita bisa membawanya pulang,” ucap Widuri.
“Lalu apa yang kamu inginkan? Ayahmu memang harus di pulangkan secepatnya. Aku tidak punya uang Widuri. Atau... aku punya jalan keluar untukmu, tetapi lupakan saja. Kamu mengatakan tidak akan mau melakukannya,” ucap Widuri lagi.
“Apa maksud Ibu? Apa yang bisa aku lakukan?” tanya Widuri lagi.
“Menikahlah dengan Arlo. Maka mereka akan memberikan kita sejumlah uang. Dan dia pasti akan membiayai pengobatan ayahmu hingga ayahmu sembuh,” ucap Widuri lagi.
Mendengar perkataan Isma, widuri terpaku. Tidak mampu untuk bicara apapun itu. Kenyataan hidup yang membuatnya tercekik, pilihan apapun yang di pilihnyanya sama –sama membuatnya mati rasa. Rasanya seperti jika maju dadanya akan tertembak pistol, namun jika mundur maka pisau akan menancap punggungnya. Apapun pilihannya hanya akan membuatnya mati.
Widuri kemudian terduduk lemah, meratapi kehidupannya yang menyedihkan.
“Bagaimana Widuri, cepat ambil keputusanmu. Menikah dengan Arlo atau melihat ayahmu mati,” Desak Isma pada Widuri. Widuri tetap diam dan terus menunduk menelan tangis yang tak mampu di luapkannya.
“Baiklah Widuri diammu berarti menolah perjodohan ini. Aku tidak akan memaksamu lagi, karena sekeras apapun aku memaksa kamu pasti akan tetap menolaknya. Ya, aku tau kamu sudah dewasa. Kamu tidak akan mendengarkan perkataanku lagi. Tunggulah di sini! Aku akan mengurus kepulangan ayahmu segera,” ucap Isma sembari berjalan melangkah menjauhi Widuri.
“Tunggu Ibu. Jangan lakukan itu. Aku akan menerima perjodohan itu,” ucap Widuri sambil menarik nafas panjang dan menahan tangisnya yang terus ingin tumpah. Sementara Isma yang mendengar jawaban Widuri, tersenyum lirih.
“Pilihan yang benar Widuri. Baiklah! Aku akan menghubungi Arlo. Arlo pasti akan mengirimkan segera berapapun uang yang aku minta,” ucap Isma.
Sementara Widuri terdiam dengan terus menahan hatinya.
Tidak! Tidak! Kamu tidak boleh menangis Widuri. Setelah ini apapun yang kamu akan terima kamu tidak boleh menangis. Widuri! Kamu sudah membuat keputusan. Dan kamu yang harus menerima konsekuensi apapun akibat keputusanmu ini. Gumam Widuri sembari menelan tangisannya lebih dalam. Widuri menggigit bibir bawahnya dan mengepal tinjunya untuk menahan rasa sakit di hatinya.
“Widuri. Ibu akan mengurus biaya pengobatan ayahmu. Arlo sudah mengirimkan uang sebanyak 200 juta. Dan besok adalah hari pernikahanmu,” ucap Widuri.
“Apa? Besok? Mengapa secepat itu?” tanya Widuri melemah.
“YA. Itu adalah Syarat yang di minta oleh Arlo. Nanti Arlo dan Clara akan ke sini untuk membawa surat kesepakatan dan kamu harus menandatanganinya. Setelah surat kesepakatan itu kamu tandatangani maka kamu akan benar –benar terikat. Apapun yang terjadi kamu harus ikuti kesepakatan itu sampai akhir, kalau tidak kamu akan menghabiskan seluruh hidupmu di jeruji besi,” jelas Isma lagi.
Kesepakatan apa itu? Mengapa pernikahan harus di iringi dengan sebuah kesepakatan. Mendengar perkataan ibu, membuat aku tidak mampu membayangkan kebahagiaan di dalamnya. Ya hidupku akan berakhir ketika aku menandatangani surat itu.
Kesepakatan apa itu? Mengapa pernikahan harus di iringi dengan sebuah kesepakatan. Mendengar perkataan ibu, membuat aku tidak mampu membayangkan kebahagiaan di dalamnya. Ya hidupku akan berakhir ketika aku menandatangani surat itu. *** Akhirnya waktu yang sebenarnya Widuri ingin terus di ulur saja datang. Clara dan Arlo datang dengan membawa sebuah map berwarna biru tua. Widuri yang sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit menatap dingin sepasang suami istri itu. Tangisnya tidak lagi terlihat, namun bekas isakannya masih terlihat jelas mengukir di wajahnya. “Eh nak Clara dan nak Arlo sudah tiba. Terimakasih atas kirimannya, membuat Ayah Widuri bisa segera ditangani dokter,” ucap Isma seakan terus menjilat pada kedua orang kaya muda itu. “Ya, kami akan berikan lebih. Setelah pernikahan ini selesai di laksanankan. Angap saja yang tadi itu uang mukanya saja,” ucap Clara dengan sedikit arogan. Sementara Arlo hanya diam, namun diamnya terlihat sangat beribawa. Mendengar ucapan Clara me
Ya Clara terpaksa harus mencari wanita yang bersedia untuk melahirkan seorang putra untuk suaminya. Karena Clara tidak bisa hamil. *** Kurang lebih 4 tahun yang lalu Clara terlibat kecelakaan bersama Arlo, secara tidak sengaja Arlo menabrak Clara dan mengenai rahimnya. Rahim Clara rusak parah harus segera diangkat untuk menyelamatkan nyawanya. Untuk menebus kesalahannya, Arlo terpaksa menikahi Clara tanpa adanya cinta. Ketika dinikahi oleh Arlo Clara seperti mendapat durian runtuh. Clara yang tadinya hanya seorang gadis desa yatim piatu (pengakuannya pada Arlo) menjadikannya wanita bergelimangan harta, walau tanpa cinta dari Arlo. Namun Clara tidak pernah mempermasalahkan itu asalkan dirinya mempunyai kekuasaan lebih di rumah bak istana Arlo. Apapun yang di inginkan Clara selalu di dapatnyanya. Arlo sangat jarang di rumah, sekalinya di rumah hanya ketika dia perlu di puaskan oleh Clara. Setelah birahinya terpuaskan Arlo akan kembali pergi meninggalkan Clara. Namun belakangan ayah
Air mata yang sangat sulit di bendung. Sesekali Widuri menepuk –nepuk dadanya yang terasa sakit akibat menahan hati yang sebenarnya tidak terima dengan apa yang di hadapi hari itu. *** Batinnya meronta, tangisannya pecah dan sesekali cegukan karena luapan emosi itu. Kemudian terdengar suara Widuri yang meraung, sama sekeli tidak puas dengan pernikahannya ini. Setelah puas melepas emosi kesedihannya dengan luapan air mata, Widuri kemudian membasuh mukanya. Berusaha menghilangkan garis kesedihannya, mulai hari ini Widuri akan berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya di depan siapa pun. Widuri tidak mau dengan orang –orang melihat dirinya meneteskan air mata, maka mereka bisa melihat sisi lemah Widuri dan akan leluasa menyakitinya lagi... lagi... dan lagi. Widuri bertekat akan menciptakan jati dirinya sendiri, tidak lagi untuk di injak –injak. Walau sekarang Widuri telah menandatangani sebuah kesepakatan, bukan berarti dirinya tidak bisa membuat keputusan untuk dirinya. Widuri kemud
“Pak... tidak... tidak... maksudku tuan... aiihh.. bibirku ini! Mas,” mendengar perkataan Widuri Arlo memicingkan matanya karena lagi –lagi terganggu dengan panggilan itu, sembarri menghidupkan mesin mobilnya.“Aku mohon biarkan aku naik ojek, karena aku takut akan mengotori mobilmu,” Ucap Widuri lagi yang mulai mual ketika mencium aroma khas yang ada di setiap mobil.“Baju lusuhmu tidak akan mengotori mobilku, nungkin keringatmu saja yang akan membuat aroma mobilku berubah,” ucap Arlo yang kemudian mulai melajukan mobilnya.“Ta... Tapi aku tidak biasa naik mobil, perutku mual. Aku mohon berhentilah...” ucap Wduri. Namun Arlo tetap saja mengemudikan mobilnya, dan sekarang mulai Kencang. Perur Widuri semakin serasa di aduk –aduk.Terasa sesuatu akan meledak dari mulutnya, Widuri berusaha menekan –nekan tombol yang berada di samping pintu untuk membuka jendela mobil. Tetapi Widuri
Arlo kemudian naik dan mulai menghidupkan mesin motor itu, kakinya yang jangkung dan tubuhnya yang kekar telah melahap habis bagian motor dan hanya menyisakan sedikit saja sisi di belakangnya. Kakinya sedikit keluar bodi depan motor itu, dan jika Arlo yang mengemudi motor metik itu sangat terlihat Lucu. Lalu Arlo membuka jasnya, dan mengubah posisi pakai jasnya pada bagian depan untuk menutupi tubuh depan serta tangannya. Melihat kejanggalan ketika Arlo menaiki motor itu membuat Widuri menyembunyikan senyumannya. “Mengapa Tertawa? Ada yang Lucu? Ayo cepat naik!” ucap Arlo dingin. “Ah... tidak apa –apa. Aku? Naik?” tanya Widuri bingung. “Lalu siapa lagi? Cepatan! Panas ini!” ucap Arlo menyerngitkan matanya akibat silaunya cahaya mata hari. Memang hari itu terasa sangat menyengat. “Ta... tapi... lebih baik aku naik ojek lain saja, Ba... maksudku mas sebaiknya naik taxi saja. Biar sejuk. Kasihan kulit mas terpapar sinar matahari begitu. Sayang banget nanti gosong,” ucap Widuri. Mendeng
Arlo tampak sangat kesal ketika melihat Widuri hanya berdiri seperti orang bodoh. “Aiiih... apa yang kamu lakukan di sana, ayo masuk! Ini rumahku. Dan sekarang untuk beberapa waktu juga akan jadi rumahmu. Jadi cepatlah masuk. Aku sudah sangat gerah,” ucap Arlo sembari kembali ke arah Widuri. Kemudian menarik tangan Widuri dengan sangat kuat sehingga membuat tubuh Widuri terhuyung ke depan. Dan terpaksa melangkah dengan setengah berlari untuk mengimbangi langkah Arlo yang besar.Ketika mereka sampai ke depan pintu rumahnya, pintu yang terlihat begitu tinggi karena mengimbangi tinggi bangunannya. Satu orang yang berjaga di depan pintu kemudian membantu Arlo membukakan pintu, “Selamat datang tuan,” ucap orang itu. Arlo sedikit mengangguk dan masuk ke dalam rumah dengan cueknya, sementara Widuri mengikuti dari belakang. Awalnya tubuh tinggi dan kekar Arlo menutupi pandangan Widuri, namun setelah Arlo sedikit bergeser mata Widuri jadi bebas memandang.“Ya Tuhan, ini benar –benar rumah? In
Widuri yang masih merasa sebagai pendatang di rumah itu, masih terus berdiri tanpa mau duduk di sofa dalam ruang tamu itu. Juga sangat takut berjalan walau hanya untuk berkeliling. Widuri takut jika salah –salah dia akan kembali membuat masalah yang akan membuat Clara marah. Atau sekedar rasa takut kalau –kalau ada barang yang hilang dan dirinya lah tersangka pertama. Cukup lama menunggu yang kemudian Ningsih dan Clara kembali datang. “Kamu masih berdiri di sana Widuri? Sepertinya kamu tidak berpindah walau hanya satu senti saja?” ucap Clara. “Saya tidak tahu harus berbuat apa di rumah ini!” Ucap Widuri singkat. “sepertinya kamu sudah mulai berhati –hati. Bagus kalau begitu. Ini! Gantilah bajumu dengan ini.” Ucap Clara dengan sedikit menengang coper yang di bawah oleh Ningsih. Lalu Clara membalikkan badannya untuk kembali ke rumah utama. “Tunggu dulu!” cegah Widuri pada Clara. Mendengar Widuri, Clara menoleh. “Apa orang –orang di sini mengetahui siapa aku? Sebagai siapa orang –ora
“Ahhh... Apa yang mas katakan?” Teriak Widuri sembari menutup telinganya dan mulai berjongkok ketakutan. Widuri benar –benar tidak menginginkan kejadian itu terjadi secepat itu. “Ada apa? Apa aku salah jika aku ingin meminta hakku darimu?” goda Arlo lagi. “Tetapi ini tidak sesuai dengan kesepakatan yang sudah aku tandatangani, bukankah di dalam kesepakatan itu tidak akan ada yang seperti itu?” tangis Widuri akhirnya pecah. “Hahaha... kamu jangan terlalu percaya diri, aku tidak tertarik dengan tubuh kurus keringmu. Dadamu pun sepertinya rata. Aku sungguh tidak selera.” Ucap Arlo dengan segala hinaannya. Mendengar hinaan Arlo membuat Widuri geram, Widuri sontak melihat ke arah gunung kembarnya. Apa yang di katakannya? Yang seperti ini rata? Apa dia tidak mual melihat yang besarnya melebihi rata –rata. Kurus kering? Apa dia lelaki yang menyukai wanita bertubuh gempal? Itu sebabnya dia seperti tidak bernafsu juga pada Clara. Gerutu Widuri dalam hatinya. “Traaakkk...” Arlo menendang p
“Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung
“Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past
“Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny
Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang
"Bukankah kamu yang mendatangkannya untukku? lalu kemana kamu saat aku membutuhkanmu? salahkah aku jika aku beralih padanya? lagi pula dia sekarang adalah istri sahku, tidak ada satupun hukum yang bisa melarangku untuk menyentuhnya."Ucap Arlo sembari mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Clara."Tetapi sebelumnya kamu sudah menyetujui kesepakatannya bahwa kamu menikahinya hanya karena membutuhkan rahimnya." Air mata Clara terus mengalir merasa Arlo telah menghianatinya.Mendengar ucapan Clara, Widuri serasa tertampar berkali-kali. Air matanya pun mulai tidak tertahankan lagi. Dalam keadaan masih terduduk di lantai dengan terus menunduk menyembunyikan aliran deras airmatanya."Ya, kamu benar. Dan aku telah melakukannya sendiri, aku telah menanam benihku di rahimnya." Ujar Arlo dengan memalingkan wajahnya dari Clara.Lalu Clara meraih lengan Arlo untuk memutar arah lelaki itu supaya kembali menoleh padanya. "Apa mas? Kamu berkata apa? Kamu telah melakukannya? Kamu benar-benar kejam pad
Sedangkan Clara berada di bandara Singapure. JAdwal keberangkatannya di undur beberapa jam karena ada sedikit masalah pada penerbangannya."Aduuuh... mengapa harus di undur sih. Apa mas Arlo sudah menyadari bahwa aku tidak ada di rumah? bagaimana jika Widuri menggodanya. mengapa hatiku jadi tidak tenang begini ya.." omel Clara pada dirinya sendiri sembari melihat ponselnya."Apa aku telepon saja ya mas Arlo, menanyakan dia sekarang di mana dan apa dia bersama Widuri," Ujarnya lagi lalu mulai menghubungi Arlo.Handphon Arlo berdering, namun di biarkannya saja karena tugasnya untuk membuat Widuri terpuaskan berkali-kali belum selesai."Aiih... mana mas Arlo ya? mengapa dia tidak mengangkat teleponku? Apa dia masih di kantor? Apa dia sedang meeting? Aiiihh... harusnya kemaren aku tidak tergoda untuk ikut bersama mereka." keluh Clara.Lalu Klara mencoba untuk menghubungi Surti, pembantu yang bertugas mengurusinya."Ya nyonya," ujar Surti."Apa tuan semalam pulang?" tanya Clara jutek."Iya
"Apa kamu akan memandanginya terus? Apa kamu melupakan suamimu? Apa kamu tidak akan memberi suamimu makan?" Tanya Arlo dengan nada intimidasi. Mendengar pertanyaan Arlo, Widuri menoleh ke arah Arlo. "Suami? Apa mas suamiku? Ahh... aku lupa! Ternyata kita sepasang suami istri. Baiklah suami sementaraku, mari kita makan. Aku memasak makanan yang barangkali belum pernah kamu makan," Ucap Widuri sambil berdiri dan memutar badannya untuk melangkah kembali masuk kedalam rumah. Arlo mengikuti dengan senyumannya. Bik Ningsih dan pak Darsono mengintip dari kejauhan. "Lihat bik, tuan terlihat bahagia bersama nak Widuri. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum di bibirnya, lihatlah matanya berbinar. Wajahnya merona bahagia." Ucap pak Darsono. "Kamu benar pak, andai saja mereka terus bersama hingga akhir hayat. barangkali tuan akan terus bahagia seperti itu." Jawab bi Ningsih. *** "Ayam bakar? Aku sangat suka memakannya," Ujar Arlo ketika melihat kemeja makan. "Apa ini? apa ini sambalnya?
Sesampai di rumah, "Banyak sekali belanjaan kita bik. Untung saja ada pak Darsono yang membantu kita untuk mengangkat semua barang belanjaan ini. Oiya, aku akan ke kolam renang dulu." ucap Widuri. "Kolam renang? untuk apa Widuri? Apa kamu ingin berenang?" tanya bik Ningsih. "Tidak, bahkan aku tidak bisa berenang bik. Tetapi tadi mas Arrlo menyuruhku untuk membersihkan kolam renang itu. Jadi sebelum dia pulang kolam ini harus selesai aku bersihkan. Setelah bersih aku akan memasak. kita akan makan bersama nanti," ujar Widuri lagi yang kemudian berjalan ke arah kolam renang yang berada di bagian samping rumahnya. Widuri juga membawa sikat dan pembersih lantai berlumut. "Tapi Widuri, itu bukan tugasmu. ada orang yang bertugas untuk itu dan di gaji oleh tuan." ucap bik Ningsih lagi. Tetapi Widuri tidak menghiraukan perkataan bik Ningsih dan tetap melajukan langkahnya. Ketika Widuri sudah berada di depan kolam renang, Bik ningsih kemudian mengirimi Arlo pesan. ("Apa tuan sedang sibuk?")
Hmm... Apa yang bisa aku lakukan ya? Aku suntuk sekali jika tidak ada pekerjaan begini. Mandi sudah, merapikan tempat tidurku sudah. Pakaian kotorku, pasti bik Ningsih yang mengambilnya. Baiklah kalau begitu aku akan turun, melihat bik Ningsih. aku akan membantunya membuat sarapan. Gumam Widuri sembari berjalan menuruni anak tangga. Ketika sampai di dapur, Widuri disambut hangat oleh bik Ningsih."Widuri sudah bangun? Ayo sini sarapan. Bibik Buatkan nasi goreng, tadinya bibik akan mengantarnya ke kamarmu." "Ya bik, aku merasa suntuk sekali. Karena tidak ada yang aku kerjakan di rumah ini, tadinya aku ingin membantu bibik buat sarapan dan ternyata sarapannya sudah siap." ucap Widuri yang kemudian duduk di kursi meja makan. Mendengar ucapan Widuri bik ningsih tersenyum. "Tadi bibik melihat tuan Arlo turun dari kamarmu dengan tersenyum-senyum. Sejak ibunya meninggal ini kali pertama bibik melihatnya tersenyum dengan bahagia." ucap Bik Ningsih. "Ya, semalam dia datang ke kamarku. Dia ma