Bersukurlah untuk kamu yang terlahir dalam kamampuan yang berkecukupan atau bahkan berlebih... Karena tanpa kamu sadari banyak orang yang mendambakan berada di posisi seperti-mu. _Nyakraba_
“Pak... tidak... tidak... maksudku tuan... aiihh.. bibirku ini! Mas,” mendengar perkataan Widuri Arlo memicingkan matanya karena lagi –lagi terganggu dengan panggilan itu, sembarri menghidupkan mesin mobilnya.“Aku mohon biarkan aku naik ojek, karena aku takut akan mengotori mobilmu,” Ucap Widuri lagi yang mulai mual ketika mencium aroma khas yang ada di setiap mobil.“Baju lusuhmu tidak akan mengotori mobilku, nungkin keringatmu saja yang akan membuat aroma mobilku berubah,” ucap Arlo yang kemudian mulai melajukan mobilnya.“Ta... Tapi aku tidak biasa naik mobil, perutku mual. Aku mohon berhentilah...” ucap Wduri. Namun Arlo tetap saja mengemudikan mobilnya, dan sekarang mulai Kencang. Perur Widuri semakin serasa di aduk –aduk.Terasa sesuatu akan meledak dari mulutnya, Widuri berusaha menekan –nekan tombol yang berada di samping pintu untuk membuka jendela mobil. Tetapi Widuri
Arlo kemudian naik dan mulai menghidupkan mesin motor itu, kakinya yang jangkung dan tubuhnya yang kekar telah melahap habis bagian motor dan hanya menyisakan sedikit saja sisi di belakangnya. Kakinya sedikit keluar bodi depan motor itu, dan jika Arlo yang mengemudi motor metik itu sangat terlihat Lucu. Lalu Arlo membuka jasnya, dan mengubah posisi pakai jasnya pada bagian depan untuk menutupi tubuh depan serta tangannya. Melihat kejanggalan ketika Arlo menaiki motor itu membuat Widuri menyembunyikan senyumannya. “Mengapa Tertawa? Ada yang Lucu? Ayo cepat naik!” ucap Arlo dingin. “Ah... tidak apa –apa. Aku? Naik?” tanya Widuri bingung. “Lalu siapa lagi? Cepatan! Panas ini!” ucap Arlo menyerngitkan matanya akibat silaunya cahaya mata hari. Memang hari itu terasa sangat menyengat. “Ta... tapi... lebih baik aku naik ojek lain saja, Ba... maksudku mas sebaiknya naik taxi saja. Biar sejuk. Kasihan kulit mas terpapar sinar matahari begitu. Sayang banget nanti gosong,” ucap Widuri. Mendeng
Arlo tampak sangat kesal ketika melihat Widuri hanya berdiri seperti orang bodoh. “Aiiih... apa yang kamu lakukan di sana, ayo masuk! Ini rumahku. Dan sekarang untuk beberapa waktu juga akan jadi rumahmu. Jadi cepatlah masuk. Aku sudah sangat gerah,” ucap Arlo sembari kembali ke arah Widuri. Kemudian menarik tangan Widuri dengan sangat kuat sehingga membuat tubuh Widuri terhuyung ke depan. Dan terpaksa melangkah dengan setengah berlari untuk mengimbangi langkah Arlo yang besar.Ketika mereka sampai ke depan pintu rumahnya, pintu yang terlihat begitu tinggi karena mengimbangi tinggi bangunannya. Satu orang yang berjaga di depan pintu kemudian membantu Arlo membukakan pintu, “Selamat datang tuan,” ucap orang itu. Arlo sedikit mengangguk dan masuk ke dalam rumah dengan cueknya, sementara Widuri mengikuti dari belakang. Awalnya tubuh tinggi dan kekar Arlo menutupi pandangan Widuri, namun setelah Arlo sedikit bergeser mata Widuri jadi bebas memandang.“Ya Tuhan, ini benar –benar rumah? In
Widuri yang masih merasa sebagai pendatang di rumah itu, masih terus berdiri tanpa mau duduk di sofa dalam ruang tamu itu. Juga sangat takut berjalan walau hanya untuk berkeliling. Widuri takut jika salah –salah dia akan kembali membuat masalah yang akan membuat Clara marah. Atau sekedar rasa takut kalau –kalau ada barang yang hilang dan dirinya lah tersangka pertama. Cukup lama menunggu yang kemudian Ningsih dan Clara kembali datang. “Kamu masih berdiri di sana Widuri? Sepertinya kamu tidak berpindah walau hanya satu senti saja?” ucap Clara. “Saya tidak tahu harus berbuat apa di rumah ini!” Ucap Widuri singkat. “sepertinya kamu sudah mulai berhati –hati. Bagus kalau begitu. Ini! Gantilah bajumu dengan ini.” Ucap Clara dengan sedikit menengang coper yang di bawah oleh Ningsih. Lalu Clara membalikkan badannya untuk kembali ke rumah utama. “Tunggu dulu!” cegah Widuri pada Clara. Mendengar Widuri, Clara menoleh. “Apa orang –orang di sini mengetahui siapa aku? Sebagai siapa orang –ora
“Ahhh... Apa yang mas katakan?” Teriak Widuri sembari menutup telinganya dan mulai berjongkok ketakutan. Widuri benar –benar tidak menginginkan kejadian itu terjadi secepat itu. “Ada apa? Apa aku salah jika aku ingin meminta hakku darimu?” goda Arlo lagi. “Tetapi ini tidak sesuai dengan kesepakatan yang sudah aku tandatangani, bukankah di dalam kesepakatan itu tidak akan ada yang seperti itu?” tangis Widuri akhirnya pecah. “Hahaha... kamu jangan terlalu percaya diri, aku tidak tertarik dengan tubuh kurus keringmu. Dadamu pun sepertinya rata. Aku sungguh tidak selera.” Ucap Arlo dengan segala hinaannya. Mendengar hinaan Arlo membuat Widuri geram, Widuri sontak melihat ke arah gunung kembarnya. Apa yang di katakannya? Yang seperti ini rata? Apa dia tidak mual melihat yang besarnya melebihi rata –rata. Kurus kering? Apa dia lelaki yang menyukai wanita bertubuh gempal? Itu sebabnya dia seperti tidak bernafsu juga pada Clara. Gerutu Widuri dalam hatinya. “Traaakkk...” Arlo menendang p
“Mas...” Widuri memegang pergelangan tangan Arlo. “Aku mohon, jagan tambah masalahku. Dengan kamu memarahinya, akan membuatnya tambah membenciku. Aku akan sangat berbahaya tinggal di sini ketika kamu tidak berada di rumah ini. Aku mohon, aku tidak masalah dengan ini.” Pinta Widuri pada Arlo. Arlo meoleh pada Widuri, lalu mengeluarkan dompetnya. “Ambil ini, ini adalah atm untukmu. Disana sudah ada saldo 150jt, dan setiap bulannya aku akan mengirimimu uang sebanyak yang aku berikan pada Clara. Itu nafkahku untukmu. Kamu tidak perlu memberi tahu Clara tentang ini, karena jika dia mengetahuinya, bisa saja dia merampasnya darimu. Itu adalah hakmu dan pertahankan apa yang menjadi milikmu!” ucap Arlo sembari memberikan sebuah kartu Atm pada Widuri. “Dan satu lagi, gunakan ini untuk menghubungiku. Di dalamnya sudah aku simpan nomor teteponku. Dan ini juga sudah ada paket internet. Kamu bisa menggunakannya untuk melihat jejaring sosialmu agar kamu tidak suntuk berada di sini.” Ucap Arlo lagi
Setelah Clara naik, Arlo menutup pintunya dan kembali membuka pintu bagian depan penumpang. “Widuri, masuklah! Duduklah di depan.” Titah Arlo. “Ta... tapi...” Widuri terlihat ragu, karena takut amarah Clara. Namun Arlo menatamnya dengan sangat kejam membuat Widuri tidak mampu berkata –kata lagi, sehingga dengan cepat Widuri masuk.Awalnya Clara masih tenang, karena dia berfikir Arlo akan duduk bersamanya di belakang, namun ternyata Arlo masuk di bagian pengemudi.“Sayang... kenapa kamu di sana? Harusnya kamu duduk di sampingku, atau aku yang di depan. Suruh saja Darsono yang mengemudi. Dan duduklah di sampingku sayang,” Ucap Clara.“Diamlah Clara, jangan buat aku sakit kepala mendengar kecemburuanmu itu. Darsono sudah sangat lelah, biarkan dia istirahat. Kalau kamu mau duduk di depan silahkan! Tapi jangan berisik jika kamu kembali di tumpahi isi perut Widuri.” Mendengar perkataan Arlo membuat Clara hanya terdiam, dan terpaksa menerima apa yang sudah Arlo perintahkan. Arlo kemudian me
Cukup banyak pakaian yang di belikan Arlo untuk Widuri malam ini. “Mas, aku rasa ini sudah terlalu banyak. Lihat! Apa mas mau membuat toko pakaian di rumah? Buat apa pakaian sebanyak itu mas? Kalau tidak terpakai kan sayang uangnya.” Ucap Widuri hati-hati.Lagi-lagi Arlo menatapnya dengan tatapan tajamnya. Dan setiap tatapan itu di layangkan Arlo, Widuri langsung diam tampa kata.“pakai ini! Ganti bajumu itu sekarang! Aku sangat terganggu jika ada dua Clara di hadapanku. Dengan kamu menggunakan pakaian Clara membuat aku memandangmu sebagai duplikat Clara.” Titah Arlo pada Widuri. Sembari menyodorkan mini dress bewarna navi.Widuri mengambil baju itu dan meminta karyawan butik untuk mengantarnya ke ruang ganti.Sesaat, Widuri akhirnya keluar dari ruang ganti dan melangkah mendekati Arlo yang berada di depan kasir. Arlo baru saja memasukkan kartu yang di gunakannya untuk membayar semua tagihan belanjaan Widuri sembari memutar tubuhnya ke arah Widuri.Arlo melihat kaki yang menggunakan s
“Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung
“Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past
“Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny
Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang
"Bukankah kamu yang mendatangkannya untukku? lalu kemana kamu saat aku membutuhkanmu? salahkah aku jika aku beralih padanya? lagi pula dia sekarang adalah istri sahku, tidak ada satupun hukum yang bisa melarangku untuk menyentuhnya."Ucap Arlo sembari mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Clara."Tetapi sebelumnya kamu sudah menyetujui kesepakatannya bahwa kamu menikahinya hanya karena membutuhkan rahimnya." Air mata Clara terus mengalir merasa Arlo telah menghianatinya.Mendengar ucapan Clara, Widuri serasa tertampar berkali-kali. Air matanya pun mulai tidak tertahankan lagi. Dalam keadaan masih terduduk di lantai dengan terus menunduk menyembunyikan aliran deras airmatanya."Ya, kamu benar. Dan aku telah melakukannya sendiri, aku telah menanam benihku di rahimnya." Ujar Arlo dengan memalingkan wajahnya dari Clara.Lalu Clara meraih lengan Arlo untuk memutar arah lelaki itu supaya kembali menoleh padanya. "Apa mas? Kamu berkata apa? Kamu telah melakukannya? Kamu benar-benar kejam pad
Sedangkan Clara berada di bandara Singapure. JAdwal keberangkatannya di undur beberapa jam karena ada sedikit masalah pada penerbangannya."Aduuuh... mengapa harus di undur sih. Apa mas Arlo sudah menyadari bahwa aku tidak ada di rumah? bagaimana jika Widuri menggodanya. mengapa hatiku jadi tidak tenang begini ya.." omel Clara pada dirinya sendiri sembari melihat ponselnya."Apa aku telepon saja ya mas Arlo, menanyakan dia sekarang di mana dan apa dia bersama Widuri," Ujarnya lagi lalu mulai menghubungi Arlo.Handphon Arlo berdering, namun di biarkannya saja karena tugasnya untuk membuat Widuri terpuaskan berkali-kali belum selesai."Aiih... mana mas Arlo ya? mengapa dia tidak mengangkat teleponku? Apa dia masih di kantor? Apa dia sedang meeting? Aiiihh... harusnya kemaren aku tidak tergoda untuk ikut bersama mereka." keluh Clara.Lalu Klara mencoba untuk menghubungi Surti, pembantu yang bertugas mengurusinya."Ya nyonya," ujar Surti."Apa tuan semalam pulang?" tanya Clara jutek."Iya
"Apa kamu akan memandanginya terus? Apa kamu melupakan suamimu? Apa kamu tidak akan memberi suamimu makan?" Tanya Arlo dengan nada intimidasi. Mendengar pertanyaan Arlo, Widuri menoleh ke arah Arlo. "Suami? Apa mas suamiku? Ahh... aku lupa! Ternyata kita sepasang suami istri. Baiklah suami sementaraku, mari kita makan. Aku memasak makanan yang barangkali belum pernah kamu makan," Ucap Widuri sambil berdiri dan memutar badannya untuk melangkah kembali masuk kedalam rumah. Arlo mengikuti dengan senyumannya. Bik Ningsih dan pak Darsono mengintip dari kejauhan. "Lihat bik, tuan terlihat bahagia bersama nak Widuri. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum di bibirnya, lihatlah matanya berbinar. Wajahnya merona bahagia." Ucap pak Darsono. "Kamu benar pak, andai saja mereka terus bersama hingga akhir hayat. barangkali tuan akan terus bahagia seperti itu." Jawab bi Ningsih. *** "Ayam bakar? Aku sangat suka memakannya," Ujar Arlo ketika melihat kemeja makan. "Apa ini? apa ini sambalnya?
Sesampai di rumah, "Banyak sekali belanjaan kita bik. Untung saja ada pak Darsono yang membantu kita untuk mengangkat semua barang belanjaan ini. Oiya, aku akan ke kolam renang dulu." ucap Widuri. "Kolam renang? untuk apa Widuri? Apa kamu ingin berenang?" tanya bik Ningsih. "Tidak, bahkan aku tidak bisa berenang bik. Tetapi tadi mas Arrlo menyuruhku untuk membersihkan kolam renang itu. Jadi sebelum dia pulang kolam ini harus selesai aku bersihkan. Setelah bersih aku akan memasak. kita akan makan bersama nanti," ujar Widuri lagi yang kemudian berjalan ke arah kolam renang yang berada di bagian samping rumahnya. Widuri juga membawa sikat dan pembersih lantai berlumut. "Tapi Widuri, itu bukan tugasmu. ada orang yang bertugas untuk itu dan di gaji oleh tuan." ucap bik Ningsih lagi. Tetapi Widuri tidak menghiraukan perkataan bik Ningsih dan tetap melajukan langkahnya. Ketika Widuri sudah berada di depan kolam renang, Bik ningsih kemudian mengirimi Arlo pesan. ("Apa tuan sedang sibuk?")
Hmm... Apa yang bisa aku lakukan ya? Aku suntuk sekali jika tidak ada pekerjaan begini. Mandi sudah, merapikan tempat tidurku sudah. Pakaian kotorku, pasti bik Ningsih yang mengambilnya. Baiklah kalau begitu aku akan turun, melihat bik Ningsih. aku akan membantunya membuat sarapan. Gumam Widuri sembari berjalan menuruni anak tangga. Ketika sampai di dapur, Widuri disambut hangat oleh bik Ningsih."Widuri sudah bangun? Ayo sini sarapan. Bibik Buatkan nasi goreng, tadinya bibik akan mengantarnya ke kamarmu." "Ya bik, aku merasa suntuk sekali. Karena tidak ada yang aku kerjakan di rumah ini, tadinya aku ingin membantu bibik buat sarapan dan ternyata sarapannya sudah siap." ucap Widuri yang kemudian duduk di kursi meja makan. Mendengar ucapan Widuri bik ningsih tersenyum. "Tadi bibik melihat tuan Arlo turun dari kamarmu dengan tersenyum-senyum. Sejak ibunya meninggal ini kali pertama bibik melihatnya tersenyum dengan bahagia." ucap Bik Ningsih. "Ya, semalam dia datang ke kamarku. Dia ma