“Mas Arlo... Apa yang membuatmu ke sini?” Tanya Widuri yang mulai khawatir dengan apa yang akan Arlo lakukan padanya.“Aku sudah mengetok pintumu berulang kali tetapi kamu tidak menyahutku. Aku hanya ingin katakan, jangan baper dengan apa yang aku lakukan malam ini. Aku tidak akan menyukaimu sampai kapanpun. Apa yang aku lakukan malam ini hanya dasar kemanusiaan semata. Dan karena mengingat aku sekarang adalah suamimu. Itu saja!” Jelas Arlo.“Hanya itu yang ingin kamu sampaikan mas?” Tanya Widuri polos.“Ya... Benar! Apa kamu mau mengatakan sesuatu padaku...?” ucap Arlo cuek.“Hanya untuk itu kamu mau menghabiskan energi mu untuk berjalan ke sini?” tanya Widuri lagi.“Oh... Itu... Aku hanya sedang tidak bisa tidur... Jadi aku berjalan-jalan sebentar, dan...” belum sempat Arlo melanjutkan Widuri melanjutkan pembicaraan Arlo.“Tenang saja kamu mas. Aku tau posisiku,
“Mas! Bangun mas!” Mendengar teriakan Clara yang menggelegar membuat Widuri dan Arlo terbangun.Arlo seketika duduk dari pangkuan Widuri, “Aiihh... Maafkan aku Widuri. Aku ketiduran di pahamu, pasti itu sangat tidak nyaman. Sudah jam berapa ini?” Tanya Arlo tanpa menghiraukan Amarah Clara.“Sudah jam setengah 9 mas! Apa yang membuatmu ke sini? Pasti wanita jalang ini telah menggodamu?” Teriak Clara sembari menarik rambut Widuri hingga Widuri tersungkur.“Sudah Clara, jangan ribut. Aku sudah terlambat ini! Aku ada meeting pukul 9. Tolong telepon kan sekretarisku untuk mengundurnya setengah jam lagi.” Ucap Arlo sembari berjalan meninggalkan kamar Widuri.“Awas kamu Widuri, aku akan memberimu perhitungan nanti.” Ucap Clara sembari mengikuti langkah Arlo.Ketika sampai di kamar Arlo segera bersiap-siap. Sementara Clara terus menguntitnya. “Ini bukan salahnya! Jadi aku tidak ingin mendeng
“Bolehkah, mbak mengirimkannya padaku saja? Bukankah aku yang menjalani ini semua? Jadi yang berhak untuk mendapatkan uang itu adalah aku, bukan ibuku.” Ucap Widuri.Mendengar ucapan Widuri membuat Clara tersenyum sinis. “Sekarang kamu baru memperlihatkan sifat aslimu. Ternyata kamu sama saja, kamu juga sangat matre.”"Aku tidak peduli apa penilaian mbak ke aku, yang pasti aku hanya ingin memastikan uang itu di pergunakan ibuku untuk biaya pengobatan ayahku. Bukankah mbak sendiri tahu, bahwa tujuanku menandatangani kesepakatan itu semata-mata untuk membiayai pengobatan ayahku." Ucap Widuri."Tetapi ibumu dan aku yang membuat kesepakatan." jawab Clara jutek."Salah! kamu membuat kesepakatan itu denganku, karena aku yang menandatangani surat itu. ibuku hanya pelantara saja." Ucap Widuri lagi."Baiklah! berikan nomor rekeningmu!" titah Clara lagi."Aku belum mempunyai nomor rekening, bantu aku membuatnya." pinta Widuri pada Clara."Uuh... kamu benar-benar memerintahku WIduri, kamu fikir
"28 menit! aku lebih cepat dari waktu yang mbak berikan," Ucap Widuri ketika memasuki mobil Clara. Clara diam saja dan langsung melajukan mobilnya. "Tadi Mas Arlo telepon aku, katanya nomor Mbak di hubungi tidak bisa. Sibuk katanya." Mendengar perkataan Widuri Clara menoleh kesal padanya. "Mas Arlo cuma bilang, dia malam ini akan pulang terlambat bahkan mungkin sampai pagi. Dan menyuruh Mbak untuk tidak menunggunya. Mas Arlo akan pergi bersama teman-temannya merayakan goalnya salah satu proyeknya. Dan dia memintaku untuk menyampaikannya pada mbak," ucap Widuri lagi. "Mmm..." Clara hanya mendengus pada Widuri. Yes... mas Arlo tidak pulang hari ini, setelah ini aku bisa kumpul bersama teman-temanku, sore ini mereka mengajakku ke Singapur dan pulang besok. Bagaimana mungkin aku tidak ikut. Gumam Clara dalam hatinya. Kemudian Clara mulai menelepon Sindy, yang mengajaknya melalui telepon tadi saat Widuri menemui Ducan. "Sindy, aku berubah fikiran. Aku ikut dengan kalian jangan lupa pes
Sementara Widuri. "Aduuuh... mengapa Mas Arlo menelepon ya?” Handphone Widuri berdering, namun tidak lama Handphon itu mati. “Handphonenya mati lagi, aku lupa ngecasnya semalam. Maafkan aku Mas Arlo, aku akan menjelaskannya nanti ketika kita sudah sama-sama berada di rumah ya Mas,” gerutu Widuri sembari memandang kearah handphonnya yang mati kehabisan baterai. Lalu secara perlahan dan hati-hati, Widuri mulai masuk ke gedung itu. Masih tampak Tasya sedang bergandengan dengan lelaki tua itu. Widuri terus mengikut Tasya dari belakang. Ya Tuhan kak Tasya, apa yang sebenarnya kak Tasya lakukan di sini? dan siapa lelaki yang kak Tasya gandeng itu? Apa kak Tasya tidak memikirkan Ibu? Ibu bahkan sangat memuja-muja kak Tasya. Gumam Widuri sambil terus mengikuti Tasya. Tanpa sadar Widuri telah berada di tengah-tengah gedung itu, dan terlihat Tasya masuk di sebuah kamar di lantai bawah. Tanpa Widuri sadari, semua mata telah menjilati lekuk tubuknya yang sempurna. Ruangan itu terlihat seperti
Lelaki brewok itu kemudian berdiri sembari menyapu ujung bibirnya yang mengeluarkan cairan merah kental dengan ibu jarinya. "Apa aku tidak salah mendengar? Dia Istrimu juga? lalu Clara? kamu begitu mengejutkan, seseorang yang benci dengan orang ketiga dalam pernikahan, malah dia sendiri yang melakukannya. Tapi ngomong-ngomong dia sangat muda dan cantik, sepertinya tidak cocok denganmu. Berhati-hatilah! jika lengah bisa saja istri kecilmu ini aku ambil alih." Setelah membuang kata-kata pada Arlo, Lelaki itu berjalan meninggalkan semuanya tanpa ingin membalas tinjuan Arlo sedikitpun. "Ayden! Jangan pernah bermimpi untuk merebut istri-istriku dariku!" ucap Arlo dengan mata yang memerah tersulut emosi. Ayden menoleh ke arah Arlo dan tersenyum sinis lalu membuang ludahnya yang terkena percikan merah di ujung bibirnya, lalu pergi begitu saja. Lalu Arlo menoleh ke arah sopir taxi, Arlo kemudian mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang merah. "Maaf mas, tidak usah. Mbaknya
"Bik, mau aku kasih tau satu rahasia? Tetapi Bibik harus merahasiakannya pada siapa saja," ucap Widuri yang sangat risih ketika dia selalu di katakan sedang hamil. "Rahasia? rahasia apa Widuri?" "Kemarilah duduk di sampingku bik," bik Ningsih perlahan duduk di samping Widuri. Setelah bik Ningsih duduk, Widuri memegang tangan bik Ningsih. "Begini bik, sebenarnya aku bukanlah saudaranya mbak Clara. Aku adalah istri sirihnya Mas Arlo. Mereka memaksaku menikah dengan Mas Arlo hanya untuk mendapatkan anak dariku, setelah aku melahirkan maka aku akan mereka buang. Aku terpaksa mengikuti kesepakatan ini karena ayahku sakit jantung bik, dan perlu uang yang banyak untuk perawatannya. Dan aku belum hamil bik, bahkan sampai sekarang aku masih perawan. Aku wanita baik-baik bi, bukan seperti yang di katakan mbak Clara. Aku mohon bibik jangan ceritakan pada siapapun, karena aku tidak ingin ada masalah dengan siapapun. Aku harap aku bisa mempercayai bibik." Jelas Widuri pada bik Ningsih. "Oh... b
Sesampai Arlo di rumahnya, Arlo berjalan dengan terhuyung. Membuka Jasnya dan membiarkan jas itu berserakan di lantai. Dan seperti biasa bik Surti yang akan mengutipnya. Arlo berjalan ke kamar Clara, namun Arlo tidak bisa menemukan Clara malam itu. "Clara! Clara! Di mana wanita itu? Apa lagi-lagi dia pergi tanpa memberi tahuku? Sialan!" Oceh Arlo yang terus berjalan dengan terhuyung. Ketika tidak menemukan Clara, kemudian Arlo berjalan ke arah rumah Widuri yang terletak di paling belakang halaman istana kepunyaan Arlo. Lalu tanpa ragu Arlo melangkah ke kamar Widuri. Perlahan Arlo membuka pintu dan masuk ke kamar Widuri, lalu Arlo mengunci kamar itu dari dalam supaya tidak ada yang bisa mengganggunya. Arlo berjalan mendekati Widuri, tampak wajah imut Widuri dengan penuh ketenangan. Bibir mungilnya tampak merah merona tanpa pewarna. Arlo duduk di samping Widuri, menatapnya sembari menikmati lekuk wajah Widuri yang mempesona. "Kamu baru saja masuk ke rumahku, namun terasa kamu sudah m
“Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung
“Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past
“Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny
Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang
"Bukankah kamu yang mendatangkannya untukku? lalu kemana kamu saat aku membutuhkanmu? salahkah aku jika aku beralih padanya? lagi pula dia sekarang adalah istri sahku, tidak ada satupun hukum yang bisa melarangku untuk menyentuhnya."Ucap Arlo sembari mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Clara."Tetapi sebelumnya kamu sudah menyetujui kesepakatannya bahwa kamu menikahinya hanya karena membutuhkan rahimnya." Air mata Clara terus mengalir merasa Arlo telah menghianatinya.Mendengar ucapan Clara, Widuri serasa tertampar berkali-kali. Air matanya pun mulai tidak tertahankan lagi. Dalam keadaan masih terduduk di lantai dengan terus menunduk menyembunyikan aliran deras airmatanya."Ya, kamu benar. Dan aku telah melakukannya sendiri, aku telah menanam benihku di rahimnya." Ujar Arlo dengan memalingkan wajahnya dari Clara.Lalu Clara meraih lengan Arlo untuk memutar arah lelaki itu supaya kembali menoleh padanya. "Apa mas? Kamu berkata apa? Kamu telah melakukannya? Kamu benar-benar kejam pad
Sedangkan Clara berada di bandara Singapure. JAdwal keberangkatannya di undur beberapa jam karena ada sedikit masalah pada penerbangannya."Aduuuh... mengapa harus di undur sih. Apa mas Arlo sudah menyadari bahwa aku tidak ada di rumah? bagaimana jika Widuri menggodanya. mengapa hatiku jadi tidak tenang begini ya.." omel Clara pada dirinya sendiri sembari melihat ponselnya."Apa aku telepon saja ya mas Arlo, menanyakan dia sekarang di mana dan apa dia bersama Widuri," Ujarnya lagi lalu mulai menghubungi Arlo.Handphon Arlo berdering, namun di biarkannya saja karena tugasnya untuk membuat Widuri terpuaskan berkali-kali belum selesai."Aiih... mana mas Arlo ya? mengapa dia tidak mengangkat teleponku? Apa dia masih di kantor? Apa dia sedang meeting? Aiiihh... harusnya kemaren aku tidak tergoda untuk ikut bersama mereka." keluh Clara.Lalu Klara mencoba untuk menghubungi Surti, pembantu yang bertugas mengurusinya."Ya nyonya," ujar Surti."Apa tuan semalam pulang?" tanya Clara jutek."Iya
"Apa kamu akan memandanginya terus? Apa kamu melupakan suamimu? Apa kamu tidak akan memberi suamimu makan?" Tanya Arlo dengan nada intimidasi. Mendengar pertanyaan Arlo, Widuri menoleh ke arah Arlo. "Suami? Apa mas suamiku? Ahh... aku lupa! Ternyata kita sepasang suami istri. Baiklah suami sementaraku, mari kita makan. Aku memasak makanan yang barangkali belum pernah kamu makan," Ucap Widuri sambil berdiri dan memutar badannya untuk melangkah kembali masuk kedalam rumah. Arlo mengikuti dengan senyumannya. Bik Ningsih dan pak Darsono mengintip dari kejauhan. "Lihat bik, tuan terlihat bahagia bersama nak Widuri. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum di bibirnya, lihatlah matanya berbinar. Wajahnya merona bahagia." Ucap pak Darsono. "Kamu benar pak, andai saja mereka terus bersama hingga akhir hayat. barangkali tuan akan terus bahagia seperti itu." Jawab bi Ningsih. *** "Ayam bakar? Aku sangat suka memakannya," Ujar Arlo ketika melihat kemeja makan. "Apa ini? apa ini sambalnya?
Sesampai di rumah, "Banyak sekali belanjaan kita bik. Untung saja ada pak Darsono yang membantu kita untuk mengangkat semua barang belanjaan ini. Oiya, aku akan ke kolam renang dulu." ucap Widuri. "Kolam renang? untuk apa Widuri? Apa kamu ingin berenang?" tanya bik Ningsih. "Tidak, bahkan aku tidak bisa berenang bik. Tetapi tadi mas Arrlo menyuruhku untuk membersihkan kolam renang itu. Jadi sebelum dia pulang kolam ini harus selesai aku bersihkan. Setelah bersih aku akan memasak. kita akan makan bersama nanti," ujar Widuri lagi yang kemudian berjalan ke arah kolam renang yang berada di bagian samping rumahnya. Widuri juga membawa sikat dan pembersih lantai berlumut. "Tapi Widuri, itu bukan tugasmu. ada orang yang bertugas untuk itu dan di gaji oleh tuan." ucap bik Ningsih lagi. Tetapi Widuri tidak menghiraukan perkataan bik Ningsih dan tetap melajukan langkahnya. Ketika Widuri sudah berada di depan kolam renang, Bik ningsih kemudian mengirimi Arlo pesan. ("Apa tuan sedang sibuk?")
Hmm... Apa yang bisa aku lakukan ya? Aku suntuk sekali jika tidak ada pekerjaan begini. Mandi sudah, merapikan tempat tidurku sudah. Pakaian kotorku, pasti bik Ningsih yang mengambilnya. Baiklah kalau begitu aku akan turun, melihat bik Ningsih. aku akan membantunya membuat sarapan. Gumam Widuri sembari berjalan menuruni anak tangga. Ketika sampai di dapur, Widuri disambut hangat oleh bik Ningsih."Widuri sudah bangun? Ayo sini sarapan. Bibik Buatkan nasi goreng, tadinya bibik akan mengantarnya ke kamarmu." "Ya bik, aku merasa suntuk sekali. Karena tidak ada yang aku kerjakan di rumah ini, tadinya aku ingin membantu bibik buat sarapan dan ternyata sarapannya sudah siap." ucap Widuri yang kemudian duduk di kursi meja makan. Mendengar ucapan Widuri bik ningsih tersenyum. "Tadi bibik melihat tuan Arlo turun dari kamarmu dengan tersenyum-senyum. Sejak ibunya meninggal ini kali pertama bibik melihatnya tersenyum dengan bahagia." ucap Bik Ningsih. "Ya, semalam dia datang ke kamarku. Dia ma