Tiba –tiba ada sebuah mobil yang berhenti di depan rumah Widuri, membuat perhatiannya sangat terusik. Sebuah mobil hitam yang tampilannya begitu elegan. Setelahnya seorang lelaki keluar dari mobil di ikuti seorang wanita cantik yang ikut keluar dari mobil. Mereka datang dan mendekat ke rumah Widuri.
Widuri dengan ragu berjalan ke arah depan pintu menyambut sepasang yang berpenampilan perlente.
“Maaf Pak, Buk. Cari siapa ya?” ucap Widuri dengan separoh menunduk. Widuri sedikit minder dengan penampilannya waktu itu. Tampilan kumuhnya terasa mencolok di hadapan dua orang dengan wangi yang segar ini.
“Kami ingin mencari Widuri,” ucap wanita yang tangannya selalu menggandeng tangan pria itu.
“Wi..widuri? ada apa dengan Widuri? Sa... saya Widuri,” jawabnya dengan sedikit membungkuk dua tangannya saling menggenggam.
Wanita perlente kemudian melihat sedikit jijik pada Widuri. Karena penampilan kumuh Widuri. Memakai baju kaus besar dengan warna lusuh di padu dengan rok pisket hitam selutut. Tambutnya di kuncir sedangkan poninya di biarkan berserakan tidak beraturan ke arah kanan.
“Kamu? Benar kamu Widuri?” tanya Wanita itu lagi.
Kemudian Isma datang dari dapur. “Eh... Nak Arlo dan Nak Clara. Ayo Nak masuk. Maaf Rumah ibu seadanya. Tapi insyaallah tidak ada debu yang membuat batuk di sini. Heheh..” ucap Isma dengan cengirnya.
“Widuri tunggu apa lagi cepat buatkan minum,” titah Isma sambil mencubit keras tangan Widuri. Kemudian widuri langsung ke dapur untuk membuatkan teh hangat.
“Bagaimana Bu tawaran kami? Apa Bu setuju? Jika setuju maka kami akan urus pernikahan bawah tangannya senin ini,” ucap Clara.
“Hmm.. Nak Clara ini sepertinya sudah tidak sabaran ya? Kok ada ya wanita yang mau di madu? Hehehe. Tapi apa penawarannya tidak bisa di naikin lagi nak Clara. Karena kan...,” belum sempat Isma melanjutkan pembicaraannya, Widuri datang membawa dua gelas teh hangat.
“Silahkan di minum,” Widuri terus saja menunduk. Separoh wajahnya tertutupi oleh poninya. Hanya terlihat bibir mungil yang merah merona alami.
Arlo memperhatikan Widuri dengan seksama, ketika Widuri meletakkan gelas di atas meja terlihat jemari kurus yang memerah akibat kulitnya yang terlalu putih. Terdapat beberapa goresan luka para jemarinya.
Setelah selesai menghidangkan minuman, Widuri buru –buru untuk masuk ke dapur. Karena ibunya akan sangat tidak menyukai jika dirinya berada berlama –lama di depan tamu ibunya. Tetapi kali ini berbeda.
“Widuri, mau kemana? Sini duduk sama ibu!” ucap Ibu dengan lembut.
Tumben –tumbennya ibu berkata manis pada Widuri, bahkan setengah jam sebelum dua orang ini datang Isma masih saja mengupat Widuri. Kemudian mendengar titah ibunya Widuri kemudian mengambil posisi melantai tepat di samping ibunya.
“Ah... Widuri ini memang begitu, anaknya sangat pemalu. Sini sayang kamu duduk dengan ibu di sini,” ucap Isma sembari merangkul punda Widuri.
Apa ini? Setelah berpuluh tahun lamanya ini kali pertama aku duduk di samping Ibu. Ibu merangkulku? Aku merasakan kehangatan itu. Ya... untuk pertama kalinya aku bisa mengendus wangi khas Ibu. Ini menyejukkan hatiku. Ibu apakah engkau tahu. Telah lama aku menantikan hari ini. Widuri menatap ibunya.
“Ahh.. Widuri mengapa kamu menatap Ibu begitu,” mendengar perkataan ibunya, Widuri kemudian kembali menunduk.
“Begini Widuri. Perkenalkan. Ini Nak Arlo, dan ini adalah Clara istrinya Arlo,” ucap Isma lagi.
Widuri hanya menunduk.
Apa Arlo? Berarti ibu bersikap baik padaku hanya karena lelaki ini? Daan... wanita ini? Istrinya? Bagaimana bisa aku akan menikah dengan lelaki yang beristri. Semoga saja istrinya ke sini untuk membatalkan niat pernikahan itu. Gumam Widuri dalam hatinya. Widuri memang belum mengenal Arlo, bahkan ini kali pertama Widuri melihat arlo. Widuri sebelumnya hanya mengetahui Arlo dari cerita ibunya.
“Begitu lah Widuri, dia sangat pemalu,” ucap Isma lagi.
“Dari tadi aku melihatmu hanya menunduk, aku ingin melihat wajahmu dengan jelas,” ucap Clara.
Kemudian, perlahan Widuri mengangkat kepalanya. Dan memperlihatkan paras wajahnya yang mempesona. Walau memakai pakaian yang lusuh, sungguh pesona Widuri tidak pernah memudar.
“Hmm... kamu terlihat lebih cantik dari apa yang aku bayangkan. Bisa –bisa aku akan cemburu tiap hari denganmu. Tetapi ya sudahlah. Memang itu yang di cari aku tidak ingin keturunan mas Arlo jelek. Dan aku juga mendengar dari ibumu, kamu adalah wanita yang cerdas. Jadi akan sangat tepat Arlo menikah denganmu,” ujar Clara lagi.
Widuri hanya diam dan memandangi. Kemudian mata Widuri dan Arlo saling beradu pandang. Seperti ada magnet yang membuat pandangan itu terjalin agak lama.
“Heh Widuri, mengapa kamu memandangnya begitu? Kamu ingin menggodanya! Ingat ini hanya pernikahan sementara dan kamu tidak akan ada hak lebih di hati mas Arlo. Ingat itu,” ujar Clara lagi.
Mendengar perkataan Clara, Widuri reflek menunduk.
Pernikahan macam apa itu? Bukankah dia istrinya mengapa dia mengizinkan... ahh... ini pasti ada maunya... kesepakatan yang akan merugikanku. Tidak aku tidak menginginkan pernikahan semacam ini.
“Maafkan aku. Aku tidak ingin menikah. Jika pernikahan ini hanya sebuah kesepakatan aku tidak bisa menyetujui kesepakatan apapun. Masa depanku masih panjang, mimpiku terlalu tinggi untuk aku abaikan hanya dengan sebuah kesepakatan yang di ikat oleh pernikahan. Lagi pula bagiku pernikahan itu adalah sesuatu yang sakral dan hanya akan aku lakukan sekali seumur hidupku,” ujar Widuri dengan berani.
“Hahaha.. maafkan Widuri, dia hanya kaget dengan ini semua. Aku akan bicara lagi dengannya,” ujar Isma sembari mencubiti Widuri.
“Baiklah kami akan pulang dulu. Aku tidak mengira wanita lusuh akan berbicara sombong seperti itu. Orang miskin, tetap saja miskin. Dan akan merangkak memohon ke kaki orang kaya untuk belas kasihan,” ucap Clara sembari berdiri dan meninggalkan rumah itu. Lalu di ikuti oleh Arlo.
“Tunggu sebentar. Tidak semua orang miskin begitu, karena orang miskin juga punya harga diri. Dan untuk orang kaya yang arogan, aku yakin kekayaan itu hanya akan bersifat sementara. Satu lagi berhati –hatilah jika kamu memasukkan aku ke dalam rumah tanggamu. Karna jika kamu menginginkan aku menjadi istri suamimu, maka aku akan menjadi istrinya nya untuk selama –lamanya dan tidak akan melepaskannya. Jadi aku harap kamu berhati –hati. Sebaiknya kamu mengubur niatmu untuk menjodohkanku dengan suamimu,” ucap Widuri dengan lantang.
“Prak....” sebuah tamparan melayang di pipi Widuri, Isma menampar Widuri dengan sangat keras membuat sedikit noda merah di ujung bibirnya.
“Bu Isma tolong urus anakmu dulu, atau aku akan memutuskan kesepakatannya,” ucap Clara lagi sembari terus meninggalkan tempat itu.
“Baik –baik nak Clara. Ibu akan bicara lagi dengan Widuri. Tenang saja, dia pasti mau menada tangani surat itu,” ucap Isma lagi.
^_^
Setelah sepasang suami istri itu pergi. Lagi lagi Isma menampar Widuri. “Sudah untung kamu Ibu besarkan dan sekolahkan. Coba kamu hitung semua biaya yang telah Ibu keluarkan untuk mu, biaya 3 piring nasi sehari, minuman, sewa kamar mu, sekolah, uang jajanmu. Fikirkan itu semua. Dan beginilah caramu membalas itu semua,” ucap Isma sembari mengungkit apa yang telah di berikannya pada Widuri.“Tetapi akukan anak Ibu? Bagaimana bisa Ibu menghitung itu semua. Apa Ibu lupa? Ibu tidak pernah sekalipun memberikan aku uang belanja, jika ayah memberiku sedikit uang Ibu pasti akan segera merampasnya dariku setelah ayah pergi. Dan jika Ibu membicarakan biaya sekolahku, dari SD aku selalu mendapatkan beasiswa. Bahkan Ibu tidak pernah mengeluarkan sepersenpun uang untuk biaya sekolahku. Dan jika ibu memperhitungkan makan, minum serta kamar tempat aku menginap bertahun –tahun, maka sepertinya juga sudah terbalas dengan keringatku menjadi pembantu di rumah ini. Maaf Ibu jika kamu menghitung bahkan aku
Setelah sampai di Rumah sakit Ducan segera di larikan ke ruang UGD dan segera di lakukan tidakan pemerikasaan. Setelah sekian lama akhirnya dokter memanggil Keluarga pasien.“Keluarga pasien Bapak Ducan?” Panggil perawat.“Iya, saya sust,” jawab Widuri. Sementara Isma berdiri di belakan Widuri.“Dokter ingin bicara dengan keluarga pasien, jadi silahkan ikuti saya ke ruang dokter kak,” ucap perawat sembari menuntun Lunara ke ruangan Dokter.Setelah sampai di ruang Dokter Widuri dan isma di persilahkan duduk di bangku yang sudah di sediakan berhadapan dengan Dokter.“Begini Buk, bapak Ducan ini sudah beberapa kali datang kesini memeriksakan penyakit jantungnya. Jadi pada jantung Bapak Ducan terdapat sumbatan. Jadi harus segera di operasi, kalau tidak cepat di tangani maka akan gawat akibatnya. Bapak Ducan bisa saja tidak terselamatkan,” jelas Dokter.“Apa Dok? Ayah saya ada penyumbatan di jantungnya Dok?” dokter mengangguk.“ Ayah tidak pernah menceritakan ini padaku. Apa ibu tahu masal
Kesepakatan apa itu? Mengapa pernikahan harus di iringi dengan sebuah kesepakatan. Mendengar perkataan ibu, membuat aku tidak mampu membayangkan kebahagiaan di dalamnya. Ya hidupku akan berakhir ketika aku menandatangani surat itu. *** Akhirnya waktu yang sebenarnya Widuri ingin terus di ulur saja datang. Clara dan Arlo datang dengan membawa sebuah map berwarna biru tua. Widuri yang sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit menatap dingin sepasang suami istri itu. Tangisnya tidak lagi terlihat, namun bekas isakannya masih terlihat jelas mengukir di wajahnya. “Eh nak Clara dan nak Arlo sudah tiba. Terimakasih atas kirimannya, membuat Ayah Widuri bisa segera ditangani dokter,” ucap Isma seakan terus menjilat pada kedua orang kaya muda itu. “Ya, kami akan berikan lebih. Setelah pernikahan ini selesai di laksanankan. Angap saja yang tadi itu uang mukanya saja,” ucap Clara dengan sedikit arogan. Sementara Arlo hanya diam, namun diamnya terlihat sangat beribawa. Mendengar ucapan Clara me
Ya Clara terpaksa harus mencari wanita yang bersedia untuk melahirkan seorang putra untuk suaminya. Karena Clara tidak bisa hamil. *** Kurang lebih 4 tahun yang lalu Clara terlibat kecelakaan bersama Arlo, secara tidak sengaja Arlo menabrak Clara dan mengenai rahimnya. Rahim Clara rusak parah harus segera diangkat untuk menyelamatkan nyawanya. Untuk menebus kesalahannya, Arlo terpaksa menikahi Clara tanpa adanya cinta. Ketika dinikahi oleh Arlo Clara seperti mendapat durian runtuh. Clara yang tadinya hanya seorang gadis desa yatim piatu (pengakuannya pada Arlo) menjadikannya wanita bergelimangan harta, walau tanpa cinta dari Arlo. Namun Clara tidak pernah mempermasalahkan itu asalkan dirinya mempunyai kekuasaan lebih di rumah bak istana Arlo. Apapun yang di inginkan Clara selalu di dapatnyanya. Arlo sangat jarang di rumah, sekalinya di rumah hanya ketika dia perlu di puaskan oleh Clara. Setelah birahinya terpuaskan Arlo akan kembali pergi meninggalkan Clara. Namun belakangan ayah
Air mata yang sangat sulit di bendung. Sesekali Widuri menepuk –nepuk dadanya yang terasa sakit akibat menahan hati yang sebenarnya tidak terima dengan apa yang di hadapi hari itu. *** Batinnya meronta, tangisannya pecah dan sesekali cegukan karena luapan emosi itu. Kemudian terdengar suara Widuri yang meraung, sama sekeli tidak puas dengan pernikahannya ini. Setelah puas melepas emosi kesedihannya dengan luapan air mata, Widuri kemudian membasuh mukanya. Berusaha menghilangkan garis kesedihannya, mulai hari ini Widuri akan berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya di depan siapa pun. Widuri tidak mau dengan orang –orang melihat dirinya meneteskan air mata, maka mereka bisa melihat sisi lemah Widuri dan akan leluasa menyakitinya lagi... lagi... dan lagi. Widuri bertekat akan menciptakan jati dirinya sendiri, tidak lagi untuk di injak –injak. Walau sekarang Widuri telah menandatangani sebuah kesepakatan, bukan berarti dirinya tidak bisa membuat keputusan untuk dirinya. Widuri kemud
“Pak... tidak... tidak... maksudku tuan... aiihh.. bibirku ini! Mas,” mendengar perkataan Widuri Arlo memicingkan matanya karena lagi –lagi terganggu dengan panggilan itu, sembarri menghidupkan mesin mobilnya.“Aku mohon biarkan aku naik ojek, karena aku takut akan mengotori mobilmu,” Ucap Widuri lagi yang mulai mual ketika mencium aroma khas yang ada di setiap mobil.“Baju lusuhmu tidak akan mengotori mobilku, nungkin keringatmu saja yang akan membuat aroma mobilku berubah,” ucap Arlo yang kemudian mulai melajukan mobilnya.“Ta... Tapi aku tidak biasa naik mobil, perutku mual. Aku mohon berhentilah...” ucap Wduri. Namun Arlo tetap saja mengemudikan mobilnya, dan sekarang mulai Kencang. Perur Widuri semakin serasa di aduk –aduk.Terasa sesuatu akan meledak dari mulutnya, Widuri berusaha menekan –nekan tombol yang berada di samping pintu untuk membuka jendela mobil. Tetapi Widuri
Arlo kemudian naik dan mulai menghidupkan mesin motor itu, kakinya yang jangkung dan tubuhnya yang kekar telah melahap habis bagian motor dan hanya menyisakan sedikit saja sisi di belakangnya. Kakinya sedikit keluar bodi depan motor itu, dan jika Arlo yang mengemudi motor metik itu sangat terlihat Lucu. Lalu Arlo membuka jasnya, dan mengubah posisi pakai jasnya pada bagian depan untuk menutupi tubuh depan serta tangannya. Melihat kejanggalan ketika Arlo menaiki motor itu membuat Widuri menyembunyikan senyumannya. “Mengapa Tertawa? Ada yang Lucu? Ayo cepat naik!” ucap Arlo dingin. “Ah... tidak apa –apa. Aku? Naik?” tanya Widuri bingung. “Lalu siapa lagi? Cepatan! Panas ini!” ucap Arlo menyerngitkan matanya akibat silaunya cahaya mata hari. Memang hari itu terasa sangat menyengat. “Ta... tapi... lebih baik aku naik ojek lain saja, Ba... maksudku mas sebaiknya naik taxi saja. Biar sejuk. Kasihan kulit mas terpapar sinar matahari begitu. Sayang banget nanti gosong,” ucap Widuri. Mendeng
Arlo tampak sangat kesal ketika melihat Widuri hanya berdiri seperti orang bodoh. “Aiiih... apa yang kamu lakukan di sana, ayo masuk! Ini rumahku. Dan sekarang untuk beberapa waktu juga akan jadi rumahmu. Jadi cepatlah masuk. Aku sudah sangat gerah,” ucap Arlo sembari kembali ke arah Widuri. Kemudian menarik tangan Widuri dengan sangat kuat sehingga membuat tubuh Widuri terhuyung ke depan. Dan terpaksa melangkah dengan setengah berlari untuk mengimbangi langkah Arlo yang besar.Ketika mereka sampai ke depan pintu rumahnya, pintu yang terlihat begitu tinggi karena mengimbangi tinggi bangunannya. Satu orang yang berjaga di depan pintu kemudian membantu Arlo membukakan pintu, “Selamat datang tuan,” ucap orang itu. Arlo sedikit mengangguk dan masuk ke dalam rumah dengan cueknya, sementara Widuri mengikuti dari belakang. Awalnya tubuh tinggi dan kekar Arlo menutupi pandangan Widuri, namun setelah Arlo sedikit bergeser mata Widuri jadi bebas memandang.“Ya Tuhan, ini benar –benar rumah? In
“Clara?” Arlo tampak penuh dengan emosi sembari berdiri dan menatap tajam ke arah Clara.Clara kemudian meletakkan buket bunga dan parsel buah yang di bawanya di atas meja yang ada di ruang inap Widuri.“Mas, maafkan aku mas. Aku benar-benar di luar kendali, aku mengaku salah mas. Aku sadar tidak seharusnya aku bersikap seperti itu pada Widuri, wanita yang berhasil mengandung darah dangingmu,” ucap Clara dengan genangan air mata kepalsuan.“Widuri, mbak minta maaf padamu. Rasa cemburu mbak yang terlalu besar membuat mbak hilang akal. Mbak janji tidak akan melakukan hal bodoh seperti sebelumnya,” ucap Clara lagi yang kemudian melihat ke arah Widuri. “Bagaimana kondisimu saat ini? Apa bayimu selamat Widuri?” tanya Clara lagi.“Tidak apa-apa mbak, aku paham perasaanmu. Akupun salah padamu, tetapi ini juga di luar kendaliku mbak. Dan kondisiku sekarang baik, janinku untungnya masih bisa di selamatkan mbak,” ucap Widuri sembari menggenggam tangan Clara.“Syukurlah kalau begitu Widuri. Sung
“Darah? Kamu berdarah Widuri?” ucap Arlo sembari mengangkat Widuri dan bergegas membawa Widuri ke rumah sakit.“Aku akan mengurusmu nanti Clara! Kamu harus menerima ganjaran dari apa yang kamu perbuat ini. Jika sampai terjadi apa-apa dengan calon bayiku, kamu tahu apa yang akan aku lakukan padamu!” ancam Arlo yang kemudian berjalan cepat ke arah mobil sambil menggendongi Widuri.Clara tinggal sendiri di ruang televisi kediaman Widuri. Dengan emosi dan kecemburuan yang hampir meledak di dadanya Clara menghempas kuat tubuhnya di sofa empuk yang barang kali bernilai fantastis.“Awas saja kamu Widuri. Aku akan memberi perhitungan denganmu, salah aku memilih kamu sebagai wanita penyewa rahim untuk suamiku,” Air mata Clara menggenang, tangannya di kepal dengan sangat kuat. Amarahnya benar-benar nyata.“Aah... tidak akan aku biarkan kamu merebut suamiku Widuri, dan bayi dalam rahimmu itu! Aku tidak akan membiarkannya hidup, karena bayi itu pasti akan mengancam posisiku di rumah ini. Aku past
“Hati-hati Widuri. Kamu jangan berjalan terlalu kencang. Tidak! Jangan! Sepertinya kamu harus menggunakan kursi roda.” Ujar Arlo yang akan membawa Widuri pulang karena Widuri telah di bolehkan pulng oleh dokter, tentunya dengan syarah harus banyak istirahat di rumah.“Mas, aku sudah tidak apa-apa. Aku kuat kok.” Jawab Widuri dengan melebarkan senyumnya.Namun Arlo terus memaksa Widuri untuk duduk di kursi roda yang sudah di siapkannya. “ Bicapa apa kamu Widuri?? Sekarang kamu mengandung anakku, dan tidak boleh terjadi apapun padanya. Jadi kamu harus ikuti perintahku.” Titah Arlo.Mendengar perkataan Arlo, Widuri kemudian terdiam. Dan menuruti setiap perintah Arlo.Ya sekarang aku sadar, dia perhatian padaku hanya semata karena di dalam rahimku ada darah dangingnya. Setelah bayi ini lahir, maka aku akan disingkirkan dar hidupnya. Aku harus berusaha keras untuk membatasi rasa ini. Aku hanya persinggahan sementara sebelum dia mendapatkan apa yang di inginkannya. Setelah dia mendapatkanny
Dokter mendekati bik Ningsih, "Mana suami ibu ini? Apa suaminya ada? ada yang perlu saya sampaikan pada suaminya" Ujar dokter Elmi."Su... suami?" tanya bik Ningsih gugup."Ya, saya butuh bicara dengan suami ibu ini," ujar dokter Elmi lagi."Ta... tapi..." bik Ningsih semakin gugup."Saya suaminya dok, ada apa dengan istri saya?" Tiba-tiba Arlo datang dari arah pintu UGD."Oh, baiklah. Silahkan ikuti saya keruangan saya pak," Ujar dr. Elmi."Baik, dok." Arlo pun berjalan mengikuti dr. Elmi, sementara bik Ningsih tetap berada di samping Widuri.Setelah sampai di ruangan dr.Elmi. "Silahkan duduk pak," dr Elmi mempersilahkan Arlo untuk duduk dikursi yang berada di depan kursinya.setelah Arlo duduk, " Begini pak, Hmm.. sebelumnya saya mengucapkan selamat untuk bapak karena Istri bapak sekarang sedang mengandung." Ujar dr. Elmi."Me... mengandung dok?" Tanya Arlo seakan tidak percaya, karena permainan itu baru satu kali di lakukannya bersama Wiiduri."Benar pak, anda akan menjadi seorang
"Bukankah kamu yang mendatangkannya untukku? lalu kemana kamu saat aku membutuhkanmu? salahkah aku jika aku beralih padanya? lagi pula dia sekarang adalah istri sahku, tidak ada satupun hukum yang bisa melarangku untuk menyentuhnya."Ucap Arlo sembari mengacungkan telunjuknya ke arah wajah Clara."Tetapi sebelumnya kamu sudah menyetujui kesepakatannya bahwa kamu menikahinya hanya karena membutuhkan rahimnya." Air mata Clara terus mengalir merasa Arlo telah menghianatinya.Mendengar ucapan Clara, Widuri serasa tertampar berkali-kali. Air matanya pun mulai tidak tertahankan lagi. Dalam keadaan masih terduduk di lantai dengan terus menunduk menyembunyikan aliran deras airmatanya."Ya, kamu benar. Dan aku telah melakukannya sendiri, aku telah menanam benihku di rahimnya." Ujar Arlo dengan memalingkan wajahnya dari Clara.Lalu Clara meraih lengan Arlo untuk memutar arah lelaki itu supaya kembali menoleh padanya. "Apa mas? Kamu berkata apa? Kamu telah melakukannya? Kamu benar-benar kejam pad
Sedangkan Clara berada di bandara Singapure. JAdwal keberangkatannya di undur beberapa jam karena ada sedikit masalah pada penerbangannya."Aduuuh... mengapa harus di undur sih. Apa mas Arlo sudah menyadari bahwa aku tidak ada di rumah? bagaimana jika Widuri menggodanya. mengapa hatiku jadi tidak tenang begini ya.." omel Clara pada dirinya sendiri sembari melihat ponselnya."Apa aku telepon saja ya mas Arlo, menanyakan dia sekarang di mana dan apa dia bersama Widuri," Ujarnya lagi lalu mulai menghubungi Arlo.Handphon Arlo berdering, namun di biarkannya saja karena tugasnya untuk membuat Widuri terpuaskan berkali-kali belum selesai."Aiih... mana mas Arlo ya? mengapa dia tidak mengangkat teleponku? Apa dia masih di kantor? Apa dia sedang meeting? Aiiihh... harusnya kemaren aku tidak tergoda untuk ikut bersama mereka." keluh Clara.Lalu Klara mencoba untuk menghubungi Surti, pembantu yang bertugas mengurusinya."Ya nyonya," ujar Surti."Apa tuan semalam pulang?" tanya Clara jutek."Iya
"Apa kamu akan memandanginya terus? Apa kamu melupakan suamimu? Apa kamu tidak akan memberi suamimu makan?" Tanya Arlo dengan nada intimidasi. Mendengar pertanyaan Arlo, Widuri menoleh ke arah Arlo. "Suami? Apa mas suamiku? Ahh... aku lupa! Ternyata kita sepasang suami istri. Baiklah suami sementaraku, mari kita makan. Aku memasak makanan yang barangkali belum pernah kamu makan," Ucap Widuri sambil berdiri dan memutar badannya untuk melangkah kembali masuk kedalam rumah. Arlo mengikuti dengan senyumannya. Bik Ningsih dan pak Darsono mengintip dari kejauhan. "Lihat bik, tuan terlihat bahagia bersama nak Widuri. Sudah lama sekali aku tidak melihat senyum di bibirnya, lihatlah matanya berbinar. Wajahnya merona bahagia." Ucap pak Darsono. "Kamu benar pak, andai saja mereka terus bersama hingga akhir hayat. barangkali tuan akan terus bahagia seperti itu." Jawab bi Ningsih. *** "Ayam bakar? Aku sangat suka memakannya," Ujar Arlo ketika melihat kemeja makan. "Apa ini? apa ini sambalnya?
Sesampai di rumah, "Banyak sekali belanjaan kita bik. Untung saja ada pak Darsono yang membantu kita untuk mengangkat semua barang belanjaan ini. Oiya, aku akan ke kolam renang dulu." ucap Widuri. "Kolam renang? untuk apa Widuri? Apa kamu ingin berenang?" tanya bik Ningsih. "Tidak, bahkan aku tidak bisa berenang bik. Tetapi tadi mas Arrlo menyuruhku untuk membersihkan kolam renang itu. Jadi sebelum dia pulang kolam ini harus selesai aku bersihkan. Setelah bersih aku akan memasak. kita akan makan bersama nanti," ujar Widuri lagi yang kemudian berjalan ke arah kolam renang yang berada di bagian samping rumahnya. Widuri juga membawa sikat dan pembersih lantai berlumut. "Tapi Widuri, itu bukan tugasmu. ada orang yang bertugas untuk itu dan di gaji oleh tuan." ucap bik Ningsih lagi. Tetapi Widuri tidak menghiraukan perkataan bik Ningsih dan tetap melajukan langkahnya. Ketika Widuri sudah berada di depan kolam renang, Bik ningsih kemudian mengirimi Arlo pesan. ("Apa tuan sedang sibuk?")
Hmm... Apa yang bisa aku lakukan ya? Aku suntuk sekali jika tidak ada pekerjaan begini. Mandi sudah, merapikan tempat tidurku sudah. Pakaian kotorku, pasti bik Ningsih yang mengambilnya. Baiklah kalau begitu aku akan turun, melihat bik Ningsih. aku akan membantunya membuat sarapan. Gumam Widuri sembari berjalan menuruni anak tangga. Ketika sampai di dapur, Widuri disambut hangat oleh bik Ningsih."Widuri sudah bangun? Ayo sini sarapan. Bibik Buatkan nasi goreng, tadinya bibik akan mengantarnya ke kamarmu." "Ya bik, aku merasa suntuk sekali. Karena tidak ada yang aku kerjakan di rumah ini, tadinya aku ingin membantu bibik buat sarapan dan ternyata sarapannya sudah siap." ucap Widuri yang kemudian duduk di kursi meja makan. Mendengar ucapan Widuri bik ningsih tersenyum. "Tadi bibik melihat tuan Arlo turun dari kamarmu dengan tersenyum-senyum. Sejak ibunya meninggal ini kali pertama bibik melihatnya tersenyum dengan bahagia." ucap Bik Ningsih. "Ya, semalam dia datang ke kamarku. Dia ma