“Heh!” Affan tersenyum miring. Ia tak mempercayai ucapan orang –orang itu. “Aku ini suaminya! Dan ingin melihat kuburan istriku sendiri!”“Minggir!” Affan tak peduli dan berusaha menerobos orang –orang itu.Dan benar dugaannya, karena dibentak oleh Affan mereka semua mengkeret. Ingat ucapan majikannya –Prapto Suryajaya yang mengatakan bahwa pria yang mereka hadapi sekarang adalah sang pewaris tunggal. Kelak Affan akan menggantikan papanya.Ia berjalan begitu saja dengan percaya diri. Namun, baru beberapa langkah memasuki area pekuburan, langkahnya tertahan karena lengan Affan dicengkeram oleh Riko.“Tuan, tunggu!” Riko menyerahkan ponsel yang sudah memutas sebuah adegan dalam video. “Lihat ini!” pintanya. Ia mendapat rekaman itu dari rekannya, karena kehilangan kontak dengan para petugas penggali kubur secara langsung.Dahi Affan mengerut menatap video di atas layar ponselnya. “Apa ini?” gumamnya.Mereka seperti sedang main drama saja. Tidak angin tidak ada hujan, orang –orang itu koca
Uminya Alif agak heran, saat melihat Affan tetangganya ke luar dari sebuah mobil mewah yang terparkir di depan rumahnya. Di benaknya dipenuhi tanya, apa sekarang pemuda itu mendapat harta mendadak, seperti uang asuransi kematian atau apa. Ah, tapi Affan bukan tipe lelaki seperti itu. “Assalamualaikum!” Suara berat seorang pemuda terdengar diikuti ketukan pintu pelan. Sesuatu yang membuat wanita paruh baya yang tadi berdiri di depan jendela langsung berjalan ke arah pintu. “Waalaikumsalam.”“Waalaikumsalam.” Abah Bisri turut menjawab salam tersebut. Pria itu kemudian bangkit mengikuti sang kakak menuju pintu. “Alhamdulillah.” Abah mengucap itu sambil memeluk Affan yang tubuhnya terasa dingin berada di dalam mobil ber –AC. Ditambah hawa dingin malam yang harus dia terjang sepanjang malam. Ada kehangatan yang menjalar di hati Affan. Baru sekarang, ia merasa tenang setelah waktu –waktu yang ia lalui seharian ini.“Bah, maafkan saya.” Suara Affan langsung tercekat begitu Abah Bisri me
“Tidak apa –apa. Toh banyak mayat yang baru diurus keesokan harinya karena menunggu keluarga.” Maya menguatkan diri sendiri sambil melihat ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul 01.00.Itu artinya masih sekitar lima atau enam jam dia sendirian menghadapi mayat ibunya. Kalau boleh jujur, ia sebenarnya takut tapi juga tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Mencari bantuan? Bahkan sudah banyak orang ada di depan pintu apartemen tapi mereka seolah tidak melakukan apa –apa.Bagai mana jika ada makluk jahat yang masuk ke tubuh ibunya dan mengamuk? Atau ibunya bangkit lagi sebagai orang lain? Tiba –tiba saja pikiran Maya tak menentu. Apa lagi jika mengingat hal –hal mengerikan yang dialami belakangan.Maya melihat ponselnya kembali menyala setelah meletakkannya dengan malas sebab membaca pesan Alif yang berkebalikan dari keinginannya. Rupanya pria itu menghubungi hanya untuk meminta maaf karena tidak bisa segera datang. Entah ada urusan mendesak apa.Namun, sekarang Alif kembali me
“Sudah kubilang jauhi Affan!” ucap sosok itu dengan raut dipenuhi amarah. Dia seolah menyalahkan Maya atas semuanya. Dan menegaskan bahwa kematiannya pun adalah karena Maya tidak bisa diajak kompromi. Mendekati Affan, sampai arwah istrinya marah dan mencelakai mereka.Apa yang dilakukan ibunya sekarang, membuat jatungnya berdentum hebat. Kalau pun meminta maaf, semua sudah terlambat. Wanita tua yang selalu menjaganya itu telah mati.Maya hanya membeku. Dua matanya melotot dan bibirnya terkunci. Dua lututnya lemas sehingga ia pun jatuh ke lantai menatap ke depan hal mengejutkan di depan sana. Sang ibu tampak duduk, mata tajamnya menyorot ke arah Maya, dan membuat wajah pucat itu terlihat sangat menakutkan.Wanita paruh baya itu sudah dinyatakan meninggal beberapa jam yang lalu. Tidak mungkin jika sekarang hidup lagi. Kalau begitu, apakah ibunya sudah jadi hantu?Maya menelan saliva. Ini adalah pemandangan dan situasi paling menakutkan yang merenggut seluruh nyalinya selama ia hidup. Te
“Ustaz!” Baru saja akan melangkah ke luar, seseorang menghentikannya.Alif menoleh, saat itu, Tomy dan ibunya berjalan mendekat ke arahnya. “Loh Bu, Mas Tomy? Assalamualaikum. Kok ada di sini?”“Waalaikum salam. Ah, ya Mas. Ini lho Ibu minta ditemani buat datangin Mas Affan katanya mau beri pelajaran dekat –dekat dengan mantannya yang pelakor!” ceplos Tomy, yang dasarnya adalah pemuda yang ceplas –ceplos.“Hus! Lambemu ini!” Ibu Tomy menyikut anaknya yang bicara tanpa saringan. Walau ucapannya benar, hal itu membuatnya malu di depan pemuda yang dihormatinya tersebut.“Ah.” Alif mengangkat kepalanya. Seolah baru tahu tentang Affan, Maya dan ibunya Tomy ini. Mereka pasti tak terima Affan menjalin hubungan dengan wanita lain. Dan berpikir jahat kalau Maya adalah sebab kematian Sarah.“Auh.” Tomy mengaduh.“Kamu ini Tom!” Ibunya masih kesal.“Oalah, jangan khawatir Bu, mereka tidak ada hubungan apa –apa.” Alif mengucap meski tak yakin. Dia mana tahu apa kegiatan Affan dan Maya di belaka
Wanita tua itu tak menjawab dan malah tersenyum. Namun, saat sadar ada yang berbeda dari uminya itu, Alif melebarkan mata.“Kamu kenapa lama sekali?” Wanita itu mengusap dada pria yang mengenakan jaket kulit dan belum lama turun dari motornya. “Siapa kamu?!”“Kamu pasti dingin.” Saat tersenyum, wajah tua uminya Alif berubah perlahan. Wajah cantik dan muda yang ia kenali.Mata Alif semakin lebar dari sebelumnya. “Mbak Maya?”“Bukannya Ustaz sudah menerima pesan dari saya?” tanya wanita itu dengan senyum menawan pria depannya. Karenanya mata Alif meredup. Ia seolah tersihir oleh senyum Sarah yang memabukkan.“Ya?”“Tolong temani saya.” Suara lembut Maya kembali terdengar seperti hipnotis yang membawa pria itu berjalan mengikutinya.“Alif!” teriak Umi kala wanita itu hendak menutup pintu yang sedari tadi terbuka. Dia pikir Affan hanya datang sebentar, tapi sang adik malah menahannya, karena sepertinya telah terjadi sesuatu.Namun, Alif tak juga sadar, hingga umi yang merasa ada hal tak
Uminya Affan gelisah meski berusaha menenangkan diri dengan berwudhu dan berdzikir sebelum tidur. Dia ingat bagaimana tadi adiknya -Bisimri mencecar Alif sebelum menemui dua orang tamu mereka yang menunggu. "Apa yang kamu pikirkan sebenarnya? Apa kamu sedang berpikiran dan merencanakan sesuatu yang jahat?" tanya Abah curiga. Tak mungkin jika tidak ada hal yang membuat Alif mudah diperdaya setan. "E, itu ...." Alif ragu -ragu menjawab. Ya, dia ragu apa itu yang menjadi penyebab dia lengah dan jadi jalan orang sebelah mengganggunya?"Katakan!" paksa Abah. Alif menatap ke arah uminya. Jelas sekali raut ragu tampak di wajah tampan Ustaz muda itu. Juga malu. Sesuatu yang membuat uminya mengernyitkan kening. Dan bertanya -tanya apa yang Alif alami di luar sana?"Saya sedang memikirkan seorang perempuan." Alif mengucap malu. "Perempuan?" tanya Abah. "Perempuan?" Umi mengulang ucapan itu karena terkejut. Sejak kapan Alif memikirkan perempuan? "Ehm, tadi saya bertemu dan ikut membantunya
"Di sini Ndan! Benar. Ada Mayat!" Salah seorang berteriak sambil mengacungkan pistol ke dapur. Kedatangan orang -orang itu membuat Affan dan Alif yang berdebat kontan mendekat untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. "Kami akan membawa Bapak Affan ke kantor polisi, atas dugaan pembunuhan!" pria berseragam itu mengeluarkan kertas berisi surat perintah penahanan. Pria itu mengucap ke pada Abah Bisri dan Riko, yang mereka pikir satu di antaranya adalah pria bernama Affan. "Tapi, atas dasar apa Bapak sangat yakin dia pelakunya. Sejak tadi dia bersama kami. Benar kan Mas Riko?" Abah mencari pendukung pernyataannya. "Benar, saya ada bukti bahwa kami bersama sejak beberapa jam lalu." Riko menyahut cepat."Nanti bisa jelaskan di kantor. Apa Bapak yang bernama Affan?" tanya petugas sambil mengeluarkan borgol. Mereka tak mau mendengar alasan apa pun, karena bisa saja pelaku mengelabui petugas untuk kabur. "Saya Affan!" Dengan berani Affan mendekat. Pria itu tak gentar karena memang mera
Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik
“Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it
Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang
Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da
"Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang
Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be
Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?
Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A
Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t