“Sudah kubilang jauhi Affan!” ucap sosok itu dengan raut dipenuhi amarah. Dia seolah menyalahkan Maya atas semuanya. Dan menegaskan bahwa kematiannya pun adalah karena Maya tidak bisa diajak kompromi. Mendekati Affan, sampai arwah istrinya marah dan mencelakai mereka.Apa yang dilakukan ibunya sekarang, membuat jatungnya berdentum hebat. Kalau pun meminta maaf, semua sudah terlambat. Wanita tua yang selalu menjaganya itu telah mati.Maya hanya membeku. Dua matanya melotot dan bibirnya terkunci. Dua lututnya lemas sehingga ia pun jatuh ke lantai menatap ke depan hal mengejutkan di depan sana. Sang ibu tampak duduk, mata tajamnya menyorot ke arah Maya, dan membuat wajah pucat itu terlihat sangat menakutkan.Wanita paruh baya itu sudah dinyatakan meninggal beberapa jam yang lalu. Tidak mungkin jika sekarang hidup lagi. Kalau begitu, apakah ibunya sudah jadi hantu?Maya menelan saliva. Ini adalah pemandangan dan situasi paling menakutkan yang merenggut seluruh nyalinya selama ia hidup. Te
“Ustaz!” Baru saja akan melangkah ke luar, seseorang menghentikannya.Alif menoleh, saat itu, Tomy dan ibunya berjalan mendekat ke arahnya. “Loh Bu, Mas Tomy? Assalamualaikum. Kok ada di sini?”“Waalaikum salam. Ah, ya Mas. Ini lho Ibu minta ditemani buat datangin Mas Affan katanya mau beri pelajaran dekat –dekat dengan mantannya yang pelakor!” ceplos Tomy, yang dasarnya adalah pemuda yang ceplas –ceplos.“Hus! Lambemu ini!” Ibu Tomy menyikut anaknya yang bicara tanpa saringan. Walau ucapannya benar, hal itu membuatnya malu di depan pemuda yang dihormatinya tersebut.“Ah.” Alif mengangkat kepalanya. Seolah baru tahu tentang Affan, Maya dan ibunya Tomy ini. Mereka pasti tak terima Affan menjalin hubungan dengan wanita lain. Dan berpikir jahat kalau Maya adalah sebab kematian Sarah.“Auh.” Tomy mengaduh.“Kamu ini Tom!” Ibunya masih kesal.“Oalah, jangan khawatir Bu, mereka tidak ada hubungan apa –apa.” Alif mengucap meski tak yakin. Dia mana tahu apa kegiatan Affan dan Maya di belaka
Wanita tua itu tak menjawab dan malah tersenyum. Namun, saat sadar ada yang berbeda dari uminya itu, Alif melebarkan mata.“Kamu kenapa lama sekali?” Wanita itu mengusap dada pria yang mengenakan jaket kulit dan belum lama turun dari motornya. “Siapa kamu?!”“Kamu pasti dingin.” Saat tersenyum, wajah tua uminya Alif berubah perlahan. Wajah cantik dan muda yang ia kenali.Mata Alif semakin lebar dari sebelumnya. “Mbak Maya?”“Bukannya Ustaz sudah menerima pesan dari saya?” tanya wanita itu dengan senyum menawan pria depannya. Karenanya mata Alif meredup. Ia seolah tersihir oleh senyum Sarah yang memabukkan.“Ya?”“Tolong temani saya.” Suara lembut Maya kembali terdengar seperti hipnotis yang membawa pria itu berjalan mengikutinya.“Alif!” teriak Umi kala wanita itu hendak menutup pintu yang sedari tadi terbuka. Dia pikir Affan hanya datang sebentar, tapi sang adik malah menahannya, karena sepertinya telah terjadi sesuatu.Namun, Alif tak juga sadar, hingga umi yang merasa ada hal tak
Uminya Affan gelisah meski berusaha menenangkan diri dengan berwudhu dan berdzikir sebelum tidur. Dia ingat bagaimana tadi adiknya -Bisimri mencecar Alif sebelum menemui dua orang tamu mereka yang menunggu. "Apa yang kamu pikirkan sebenarnya? Apa kamu sedang berpikiran dan merencanakan sesuatu yang jahat?" tanya Abah curiga. Tak mungkin jika tidak ada hal yang membuat Alif mudah diperdaya setan. "E, itu ...." Alif ragu -ragu menjawab. Ya, dia ragu apa itu yang menjadi penyebab dia lengah dan jadi jalan orang sebelah mengganggunya?"Katakan!" paksa Abah. Alif menatap ke arah uminya. Jelas sekali raut ragu tampak di wajah tampan Ustaz muda itu. Juga malu. Sesuatu yang membuat uminya mengernyitkan kening. Dan bertanya -tanya apa yang Alif alami di luar sana?"Saya sedang memikirkan seorang perempuan." Alif mengucap malu. "Perempuan?" tanya Abah. "Perempuan?" Umi mengulang ucapan itu karena terkejut. Sejak kapan Alif memikirkan perempuan? "Ehm, tadi saya bertemu dan ikut membantunya
"Di sini Ndan! Benar. Ada Mayat!" Salah seorang berteriak sambil mengacungkan pistol ke dapur. Kedatangan orang -orang itu membuat Affan dan Alif yang berdebat kontan mendekat untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. "Kami akan membawa Bapak Affan ke kantor polisi, atas dugaan pembunuhan!" pria berseragam itu mengeluarkan kertas berisi surat perintah penahanan. Pria itu mengucap ke pada Abah Bisri dan Riko, yang mereka pikir satu di antaranya adalah pria bernama Affan. "Tapi, atas dasar apa Bapak sangat yakin dia pelakunya. Sejak tadi dia bersama kami. Benar kan Mas Riko?" Abah mencari pendukung pernyataannya. "Benar, saya ada bukti bahwa kami bersama sejak beberapa jam lalu." Riko menyahut cepat."Nanti bisa jelaskan di kantor. Apa Bapak yang bernama Affan?" tanya petugas sambil mengeluarkan borgol. Mereka tak mau mendengar alasan apa pun, karena bisa saja pelaku mengelabui petugas untuk kabur. "Saya Affan!" Dengan berani Affan mendekat. Pria itu tak gentar karena memang mera
"Jadi istrimu baru mati kemarin?" ketus seorang petugas kala menginterogasi Affan.Affan diam sesaat lalu mengangkat kepala menatap ke kedua mata pria di seberang meja. "Apa hubungannya dengan ini?" ia menjawab dengan berbalik ketus. "Hem, kita tidak tahu. Biasanya dari banyak motif kejahatan adalah balas dendam. Siapa tahu kamu berpikir orang yang datang ke rumahmu adalah orang yang mencelakai istrimu, atau kamu sedang ingin melampiaskan ke pada seseorang, tapi kebetulan malah pria itu yang datang."Affan menarik satu sudut bibir. Lalu memiringkan senyum itu. Sebagai respon bahwa ucapan polisi itu sangat konyol. "Sebenarnya Anda sedang menginterogasi atau mencari kambing hitam atas kematian seseorang?" "Apa?""Mungkin saya hanya seorang kurir biasa, tapi saya bukan orang bodoh.""Ya, itu sebabnya kamu pandai berkelit."Di waktu yang sama, ponsel milik petugas di depan Affan berdering. Ke duanya menoleh ke arah benda pipih itu, akan tetapi Affan melengos karena tak peduli. Berbeda d
"Bibi bagaimana ini?" tanya Indah. Jangankan kekuatan fisik untuk melawan. Dia bahkan masih dalam masa pemulihan karena berniat membunuh Maya dengan kekuatannya. Sumbi tak punya jawaban. Dia bahkan tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Mereka sudah berusaha melawan dan ingin kabur. Namun, nyatanya kalah jumlah dan orang-orang itu berhasil melumpuhkan dan menahan mereka. Bahkan nenek bayi yang Indah tandai berteriak memanggil orang-orang di luar sana. Melihat dua wanita yang berniat mencelakai cucunya tak berdaya, ibu Tomy tak mau tinggal diam. Setelah berteriak memanggil semua orang, wanita paruh baya itu pun berlari mendekat memukul-mukul tubuh Sumbi dan Indah dengan tasnya. Tak lupa menjambak -jambak rambut mereka . Jurus paling mematikan saat ia menyerang sesama wanita. "Dasar jalang! Pantas saja kamu terus mendekati kami! Ambil uangmu! Aku tak butuh!" teriak wanita itu pada Indah. "Jangan-jangan kamu juga yang membunuh Sarah! Iya kan?!"Orang -orang kini sudah datang mengerum
Ibu Affan ke luar dari kantor polisi. Kalau saja boleh, dia ingin tinggal di sana menemani Affan. Namun, walau belum ada prosedur jam kunjungan, petugas memintanya kembali di hari berikutnya. Jangankan menginap, untuk masuk saja dia perlu bernegosiasi dengan salah seorang oknum petugas. Langkah wanita paruh baya itu berjalan ke arah mobil yang sudah menunggunya di parkiran. Namun, langkahnya memelan kala melihat dua api berputar -putar di atas pohon rindang di ujung gerbang kantor. "Apa itu?" Mata tua wanita itu menyipit menajamkan pandangan. Apa iya jam segini ada orang iseng yang memainkan api di sana? _______"Apa? Mas Affan ditangkap polisi?! Membunuh?!" Pak Malih menaikkan nada suaranya kala terkejut mendengar berita yang disampaikan Pak RT melalui saluran telepon. Orang -orang yang berada di ruang apartemen Maya kontan memelankan suara mereka yang tengah membaca Alquran untuk dihadiahkan ke pada si mayit. Mereka mengenal Affan, jadi ikut terkejut karenanya. Terutama Maya.