"Jadi istrimu baru mati kemarin?" ketus seorang petugas kala menginterogasi Affan.Affan diam sesaat lalu mengangkat kepala menatap ke kedua mata pria di seberang meja. "Apa hubungannya dengan ini?" ia menjawab dengan berbalik ketus. "Hem, kita tidak tahu. Biasanya dari banyak motif kejahatan adalah balas dendam. Siapa tahu kamu berpikir orang yang datang ke rumahmu adalah orang yang mencelakai istrimu, atau kamu sedang ingin melampiaskan ke pada seseorang, tapi kebetulan malah pria itu yang datang."Affan menarik satu sudut bibir. Lalu memiringkan senyum itu. Sebagai respon bahwa ucapan polisi itu sangat konyol. "Sebenarnya Anda sedang menginterogasi atau mencari kambing hitam atas kematian seseorang?" "Apa?""Mungkin saya hanya seorang kurir biasa, tapi saya bukan orang bodoh.""Ya, itu sebabnya kamu pandai berkelit."Di waktu yang sama, ponsel milik petugas di depan Affan berdering. Ke duanya menoleh ke arah benda pipih itu, akan tetapi Affan melengos karena tak peduli. Berbeda d
"Bibi bagaimana ini?" tanya Indah. Jangankan kekuatan fisik untuk melawan. Dia bahkan masih dalam masa pemulihan karena berniat membunuh Maya dengan kekuatannya. Sumbi tak punya jawaban. Dia bahkan tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Mereka sudah berusaha melawan dan ingin kabur. Namun, nyatanya kalah jumlah dan orang-orang itu berhasil melumpuhkan dan menahan mereka. Bahkan nenek bayi yang Indah tandai berteriak memanggil orang-orang di luar sana. Melihat dua wanita yang berniat mencelakai cucunya tak berdaya, ibu Tomy tak mau tinggal diam. Setelah berteriak memanggil semua orang, wanita paruh baya itu pun berlari mendekat memukul-mukul tubuh Sumbi dan Indah dengan tasnya. Tak lupa menjambak -jambak rambut mereka . Jurus paling mematikan saat ia menyerang sesama wanita. "Dasar jalang! Pantas saja kamu terus mendekati kami! Ambil uangmu! Aku tak butuh!" teriak wanita itu pada Indah. "Jangan-jangan kamu juga yang membunuh Sarah! Iya kan?!"Orang -orang kini sudah datang mengerum
Ibu Affan ke luar dari kantor polisi. Kalau saja boleh, dia ingin tinggal di sana menemani Affan. Namun, walau belum ada prosedur jam kunjungan, petugas memintanya kembali di hari berikutnya. Jangankan menginap, untuk masuk saja dia perlu bernegosiasi dengan salah seorang oknum petugas. Langkah wanita paruh baya itu berjalan ke arah mobil yang sudah menunggunya di parkiran. Namun, langkahnya memelan kala melihat dua api berputar -putar di atas pohon rindang di ujung gerbang kantor. "Apa itu?" Mata tua wanita itu menyipit menajamkan pandangan. Apa iya jam segini ada orang iseng yang memainkan api di sana? _______"Apa? Mas Affan ditangkap polisi?! Membunuh?!" Pak Malih menaikkan nada suaranya kala terkejut mendengar berita yang disampaikan Pak RT melalui saluran telepon. Orang -orang yang berada di ruang apartemen Maya kontan memelankan suara mereka yang tengah membaca Alquran untuk dihadiahkan ke pada si mayit. Mereka mengenal Affan, jadi ikut terkejut karenanya. Terutama Maya.
Mama Affan harus lekas kembali dan meninggalkan putranya di sel, karena sudah mendapatkan panggilan dari rumah sakit bahwa kondisi suaminya sedang menurun. Kepergian wanita itu meninggalkan sesak di hati Affan. Bukan karena ia ditinggalkan sendiri. Melainkan membayangkan bagaimana sang papa berjuang melawan maut, dan ia tidak ada di sisinya. Belum lagi rasa bersalah yang muncul, karena pria tua itu ambruk setelah mendengar kabar buruk tentangnya yang membunuh orang dan ditangkap polisi. Dan bahkan di saat sakitnya, Prapto masih berusaha keras meminta sang istri menjadi estafet perjuangannya membantu Affan. Namun, baru saja sampai di tempat parkir, kaki ibu Affan tertahan karena terpana melihat hal tak biasa. Dua api mirip obor berputar -putar di atas pohon."Nyonya, tolong cepat masuk. Tempat ini tidak aman!" teriak sang sopir yang menghampirinya. Sebagaimana anak buah Prapto yang lain, lelaki yang bekerja sebagai pengemudi mobil di keluarga Prapto tersebut telah mengetahui hal -h
Tomy melakukannya dengan cepat, karena tak ingin ada yang melihat. Karena bahkan Abah Bisri sudah membuat keputusan. "Hem, tentu saja karena beliau seorang Kiai mana mungkin akan bertindak sejauh orang biasa sepertiku." Tomy tersenyum konyol membayangkan hal yang dilakukan. Pemuda itu celingukan. Setelah melakukan salah satu hal terbesar dalam hidupnya, kini ia jadi bingung sendiri. Apa yang harus dilakukan sekarang?Mungkin saja kuyang itu menyadari perbuatannya dan berniat menyerang Tomy karena marah. Pemuda itu lalu menoleh ke arah Abah Bisri. Kemudian berpikir, bahwa jalan terbaik adalah tetap bersama pria itu. Jadi jika sewaktu-waktu, kuyang -kuyang genit itu datang, Tomy akan merasa aman bersamanya. Waktu terus berjalan. Tidak ada yang melihat perbuatan Tomy kecuali Tuhan dan CCTV. Selesai dengan pekerjaannya, ia pun lekas mengambil air wudhu dan bergabung bersama yang lain. Tak ada yang terjadi malam itu. Apalagi, waktu sudah sangat dekat dengan subuh hari. Hanya tiga jam be
âDep dap dep dap dep dap ....âDerap langkah kaki menggema di sepanjang lorong bangunan lantai dua. Seorang pemuda berlari, lalu jatuh tepat di depan toilet wanita lantaran tubuhnya menabrak pria tambun berpakaian rapi berwarna mocca. âEm, maaf Pak.â Pemuda tujuh belas tahun itu segera bangkit.âIsh, Sultan ... kenapa musti lari?â Pria paruh baya yang terlihat buru-buru itu membenahi letak ikat pinggangnya.Sultan nyengir.âTapi kenapa Bapak keluar dari toilet wanita?âSalah tingkah tak bisa menjawab, pria yang dipanggil Pak Agus dan dikenal sebagai guru BK itu meninggalkan Sultan dengan mengayunkan tapak tangannya.Sepersekian detik, datang wanita cantik keluar dari ruangan yang sama dengan Agus, membenarkan posisi roknya.âSttt ... jangan bilang siapa-siapa!âSultan bergeming melihat tanpa kedip hingga wanita usia tiga puluhan itu hilang ke balik dinding menuruni anak tangga. âApa yang mereka lakukan? Pak Agus dan Bu Risma ....â Sultan berpikir sejenak. âAh bodo!âSiswa polos
Rayyan mematikan rokoknya, mendekat pada Janet. âEmangnya Lo gak jomblo?âJanet gugup karena didekati seseorang yang selama ini mengisi hatinya. berusaha tenang. âGue jomblo karena gue terhormat, gak kayak kebanyakan cewek di sini!â Ucapnya ketus. âUdah ah, buruan ...!â Janet mendorong tubuh Rayyan menuju lantai bawah. âLo semua! Jangan kesorean di tempat ini!â Kini tangan gadis cantik itu menunjuk pada tiga siswa geng perjaka. Mereka berdua pun meninggalkan loteng.Melihat Rayyan dan Janet hilang dari pandangan, Raka buru-buru menarik tangan Sultan pergi dari loteng dengan melihat ke sana ke mari. Disusul Udin yang merasa aneh dengan tingkah teman-temannya.Di ruang kepala sekolah, selain kepsek, ada Pak Agus, juga seorang pria dengan wajah berseri-seri yang merupakan guru baru dan baru saja tiba hari ini ke sekolah. Dari pakaiannya yang rapi, tak terlihat berbeda dengan guru lain, hanya saja di Sekolah Jingga dalam hitungan detik semua kejadian akan menyebar ke seluruh sekolah kare
Malam hari di sebuah rumah kecil, rumah dinas yang disediakan yayasan untuk guru dari luar, seorang Alif Luthfi sedang mengatur perabot sederhana yang dipersiapkan untuknya."Apa ini? Ini bukan milikku," gumamnya mengeluarkan gunting kecil dari tasnya. Menggeleng pelan, dan meletakkan begitu saja di laci meja.Meski hidup berkecukupan bersama ibu dan tiga anak dari pernikahannya dengan Amira dulu, dia terbiasa hidup mandiri dengan bekal secukupnya. Anak-anak ketiganya disekolahkan di pesantren agar kelak, bisa mengikuti jejaknya. Mengerti syariat dan terikat dengannya. Sehingga tidak sulit untuk Alif beradaptasi di kampung yang jauh, dan serba seadanya. Sekedar belanja pun ia harus menempuh belasan meter, hanya ada warung-warung kecil di sekitar rumah."Assalamualaikum." Suara di depan pintu menghentikan aktifitasnya seketika. Dua sosok tamu sudah ada di depan pintu, Ridho dan Pak Jarwo seorang warga setempat paruh baya. Lelaki yang merupakan tokoh desa itu datang mengantarkan pemud
Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik
âKalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.â Affan mengusap punggung Jingga.âIsh, kok panda, sih!â protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.âHa ha ha.â Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.âJangan panda, dong. Tapi ⊠Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!â serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.âHai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti ⊠harus pakai jilbab dan kerudung.â Kata Alif kala itu.âKok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?â protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.âOh ⊠kalau jilbab it
Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang
Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.âSudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!â tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da
"Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang
Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.âJingga,â gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. âAda apa?â Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, âBagaimana dia bisa ada di sini?âPria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be
Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?
Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A
Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t