Uminya Affan gelisah meski berusaha menenangkan diri dengan berwudhu dan berdzikir sebelum tidur. Dia ingat bagaimana tadi adiknya -Bisimri mencecar Alif sebelum menemui dua orang tamu mereka yang menunggu. "Apa yang kamu pikirkan sebenarnya? Apa kamu sedang berpikiran dan merencanakan sesuatu yang jahat?" tanya Abah curiga. Tak mungkin jika tidak ada hal yang membuat Alif mudah diperdaya setan. "E, itu ...." Alif ragu -ragu menjawab. Ya, dia ragu apa itu yang menjadi penyebab dia lengah dan jadi jalan orang sebelah mengganggunya?"Katakan!" paksa Abah. Alif menatap ke arah uminya. Jelas sekali raut ragu tampak di wajah tampan Ustaz muda itu. Juga malu. Sesuatu yang membuat uminya mengernyitkan kening. Dan bertanya -tanya apa yang Alif alami di luar sana?"Saya sedang memikirkan seorang perempuan." Alif mengucap malu. "Perempuan?" tanya Abah. "Perempuan?" Umi mengulang ucapan itu karena terkejut. Sejak kapan Alif memikirkan perempuan? "Ehm, tadi saya bertemu dan ikut membantunya
"Di sini Ndan! Benar. Ada Mayat!" Salah seorang berteriak sambil mengacungkan pistol ke dapur. Kedatangan orang -orang itu membuat Affan dan Alif yang berdebat kontan mendekat untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi. "Kami akan membawa Bapak Affan ke kantor polisi, atas dugaan pembunuhan!" pria berseragam itu mengeluarkan kertas berisi surat perintah penahanan. Pria itu mengucap ke pada Abah Bisri dan Riko, yang mereka pikir satu di antaranya adalah pria bernama Affan. "Tapi, atas dasar apa Bapak sangat yakin dia pelakunya. Sejak tadi dia bersama kami. Benar kan Mas Riko?" Abah mencari pendukung pernyataannya. "Benar, saya ada bukti bahwa kami bersama sejak beberapa jam lalu." Riko menyahut cepat."Nanti bisa jelaskan di kantor. Apa Bapak yang bernama Affan?" tanya petugas sambil mengeluarkan borgol. Mereka tak mau mendengar alasan apa pun, karena bisa saja pelaku mengelabui petugas untuk kabur. "Saya Affan!" Dengan berani Affan mendekat. Pria itu tak gentar karena memang mera
"Jadi istrimu baru mati kemarin?" ketus seorang petugas kala menginterogasi Affan.Affan diam sesaat lalu mengangkat kepala menatap ke kedua mata pria di seberang meja. "Apa hubungannya dengan ini?" ia menjawab dengan berbalik ketus. "Hem, kita tidak tahu. Biasanya dari banyak motif kejahatan adalah balas dendam. Siapa tahu kamu berpikir orang yang datang ke rumahmu adalah orang yang mencelakai istrimu, atau kamu sedang ingin melampiaskan ke pada seseorang, tapi kebetulan malah pria itu yang datang."Affan menarik satu sudut bibir. Lalu memiringkan senyum itu. Sebagai respon bahwa ucapan polisi itu sangat konyol. "Sebenarnya Anda sedang menginterogasi atau mencari kambing hitam atas kematian seseorang?" "Apa?""Mungkin saya hanya seorang kurir biasa, tapi saya bukan orang bodoh.""Ya, itu sebabnya kamu pandai berkelit."Di waktu yang sama, ponsel milik petugas di depan Affan berdering. Ke duanya menoleh ke arah benda pipih itu, akan tetapi Affan melengos karena tak peduli. Berbeda d
"Bibi bagaimana ini?" tanya Indah. Jangankan kekuatan fisik untuk melawan. Dia bahkan masih dalam masa pemulihan karena berniat membunuh Maya dengan kekuatannya. Sumbi tak punya jawaban. Dia bahkan tak bisa menyelamatkan dirinya sendiri. Mereka sudah berusaha melawan dan ingin kabur. Namun, nyatanya kalah jumlah dan orang-orang itu berhasil melumpuhkan dan menahan mereka. Bahkan nenek bayi yang Indah tandai berteriak memanggil orang-orang di luar sana. Melihat dua wanita yang berniat mencelakai cucunya tak berdaya, ibu Tomy tak mau tinggal diam. Setelah berteriak memanggil semua orang, wanita paruh baya itu pun berlari mendekat memukul-mukul tubuh Sumbi dan Indah dengan tasnya. Tak lupa menjambak -jambak rambut mereka . Jurus paling mematikan saat ia menyerang sesama wanita. "Dasar jalang! Pantas saja kamu terus mendekati kami! Ambil uangmu! Aku tak butuh!" teriak wanita itu pada Indah. "Jangan-jangan kamu juga yang membunuh Sarah! Iya kan?!"Orang -orang kini sudah datang mengerum
Ibu Affan ke luar dari kantor polisi. Kalau saja boleh, dia ingin tinggal di sana menemani Affan. Namun, walau belum ada prosedur jam kunjungan, petugas memintanya kembali di hari berikutnya. Jangankan menginap, untuk masuk saja dia perlu bernegosiasi dengan salah seorang oknum petugas. Langkah wanita paruh baya itu berjalan ke arah mobil yang sudah menunggunya di parkiran. Namun, langkahnya memelan kala melihat dua api berputar -putar di atas pohon rindang di ujung gerbang kantor. "Apa itu?" Mata tua wanita itu menyipit menajamkan pandangan. Apa iya jam segini ada orang iseng yang memainkan api di sana? _______"Apa? Mas Affan ditangkap polisi?! Membunuh?!" Pak Malih menaikkan nada suaranya kala terkejut mendengar berita yang disampaikan Pak RT melalui saluran telepon. Orang -orang yang berada di ruang apartemen Maya kontan memelankan suara mereka yang tengah membaca Alquran untuk dihadiahkan ke pada si mayit. Mereka mengenal Affan, jadi ikut terkejut karenanya. Terutama Maya.
Mama Affan harus lekas kembali dan meninggalkan putranya di sel, karena sudah mendapatkan panggilan dari rumah sakit bahwa kondisi suaminya sedang menurun. Kepergian wanita itu meninggalkan sesak di hati Affan. Bukan karena ia ditinggalkan sendiri. Melainkan membayangkan bagaimana sang papa berjuang melawan maut, dan ia tidak ada di sisinya. Belum lagi rasa bersalah yang muncul, karena pria tua itu ambruk setelah mendengar kabar buruk tentangnya yang membunuh orang dan ditangkap polisi. Dan bahkan di saat sakitnya, Prapto masih berusaha keras meminta sang istri menjadi estafet perjuangannya membantu Affan. Namun, baru saja sampai di tempat parkir, kaki ibu Affan tertahan karena terpana melihat hal tak biasa. Dua api mirip obor berputar -putar di atas pohon."Nyonya, tolong cepat masuk. Tempat ini tidak aman!" teriak sang sopir yang menghampirinya. Sebagaimana anak buah Prapto yang lain, lelaki yang bekerja sebagai pengemudi mobil di keluarga Prapto tersebut telah mengetahui hal -h
Tomy melakukannya dengan cepat, karena tak ingin ada yang melihat. Karena bahkan Abah Bisri sudah membuat keputusan. "Hem, tentu saja karena beliau seorang Kiai mana mungkin akan bertindak sejauh orang biasa sepertiku." Tomy tersenyum konyol membayangkan hal yang dilakukan. Pemuda itu celingukan. Setelah melakukan salah satu hal terbesar dalam hidupnya, kini ia jadi bingung sendiri. Apa yang harus dilakukan sekarang?Mungkin saja kuyang itu menyadari perbuatannya dan berniat menyerang Tomy karena marah. Pemuda itu lalu menoleh ke arah Abah Bisri. Kemudian berpikir, bahwa jalan terbaik adalah tetap bersama pria itu. Jadi jika sewaktu-waktu, kuyang -kuyang genit itu datang, Tomy akan merasa aman bersamanya. Waktu terus berjalan. Tidak ada yang melihat perbuatan Tomy kecuali Tuhan dan CCTV. Selesai dengan pekerjaannya, ia pun lekas mengambil air wudhu dan bergabung bersama yang lain. Tak ada yang terjadi malam itu. Apalagi, waktu sudah sangat dekat dengan subuh hari. Hanya tiga jam be
‘Dep dap dep dap dep dap ....’Derap langkah kaki menggema di sepanjang lorong bangunan lantai dua. Seorang pemuda berlari, lalu jatuh tepat di depan toilet wanita lantaran tubuhnya menabrak pria tambun berpakaian rapi berwarna mocca. “Em, maaf Pak.” Pemuda tujuh belas tahun itu segera bangkit.“Ish, Sultan ... kenapa musti lari?” Pria paruh baya yang terlihat buru-buru itu membenahi letak ikat pinggangnya.Sultan nyengir.“Tapi kenapa Bapak keluar dari toilet wanita?”Salah tingkah tak bisa menjawab, pria yang dipanggil Pak Agus dan dikenal sebagai guru BK itu meninggalkan Sultan dengan mengayunkan tapak tangannya.Sepersekian detik, datang wanita cantik keluar dari ruangan yang sama dengan Agus, membenarkan posisi roknya.“Sttt ... jangan bilang siapa-siapa!”Sultan bergeming melihat tanpa kedip hingga wanita usia tiga puluhan itu hilang ke balik dinding menuruni anak tangga. “Apa yang mereka lakukan? Pak Agus dan Bu Risma ....” Sultan berpikir sejenak. “Ah bodo!”Siswa polos