“Ap –apa maksud Bapak? Korban tumbal?” Mata Affan membelalak.Pria tua itu mengangguk lemah. “Tapi saya terlambat, Mas. Saya harus menunggu minggu berikutnya untuk mengambil waktu pilihan.”Detik kemudian, si bapak berjalan menjauh meninggalkan Affan. Sesuatu yang membuat Affan mengerutkan kening. Belum lagi pertanyaan pentingnya dijawab, ia malah ditinggal dengan rasa penasaran.“Pak!” panggilnya sembari mengayun langkah. Pria tua yang sedang kecewa itu terus bergerak menjauh, seolah tak mempedulikan Affan.Affan jadi kesal. Ini penting buatnya. Tapi kenapa malah diacuhkan begitu saja? padahal, yang berada dalam kesulitan dan ingin seseorang kembali hidup bukan cuma pria itu, Affan pun sama. Sepertinya jika bertanya ke pada orang yang memiliki masalah sama, ia juga akan menemukan solusi dari orang itu.Tak ingin menyerah dan kehilangan jejak, dia mengejar pak tua. Setidaknya mereka harus bicara, dan Affan bisa mendapat kontak Mbah Bromo yang tadi disebut –sebut pria tua itu sebagai o
Indah membelalak kaget. Dia membuka mata dan sudah sadar dari pingsannya. Seketika bau kemenyan memenuhi penciuman, disusul harum melati yang menguar silih berganti. Mata lentik wanita itu menatap sekeliling. Lalu bernapas lega saat tahu tengah berada aman di rumah sang bibi.“Hem, kamu sudah bangun?” tanya wanita yang baru datang dengan nampan di tangannya. “Bibi sudah membaca mantra baru buat kamu. Kenapa kamu sampai selemah itu? Apa kamu berhubungan badan dengan seorang pria?” tanya bibi Sumbi menanyakan sesuatu yang menjadi kelemahan mereka.Kontan saja Indah menggeleng. Lagi pula dengan siapa dia akan tidur? Semua pria sudah dia tolak, dan hanya bermain dengan dirinya sendiri seolah –olah suaminya dulu berada di sisinya.“Bi, kenapa aku tidak bisa menghisap darah seorang wanita?” tanya Indah penasaran saat terakhir kali akan menyerang seorang perempuan di depan rumah Affan.“Apa dia seorang ustazah?” tanya Sumbi. Ia menduga target Indah adalah seseorang yang memiliki keimanan kua
Sebelum pergi, Affan menyempatkan menghubungi Maya karena dia tidak tahu di mana kamar yang ditempati wanita itu juga Angel yang disebut –sebut Maya sebagai anaknya. Panggilan itu sudah tersambung, tapi anehnya Maya tak juga mengangkat dan malah mendeclinenya. Pria itu makin tak tenang saja.“Hah? Aneh sekali dia ini? Kenapa malah dimatikan?” Affan keheranan. “Apa dia sedang sibuk atau bagaimana?” gumamnya.Pria itu menghela napas panjang, saat ingat bahwa ibunya sangat membenci keberadaan Affan. Apalagi dia sekarang tahu Maya bertemu lagi dengan Affan. Pasti wanita tua itu akan melakukan segala cara untuk menghalangi hubungan mereka.Namun, tetap saja, walau begitu Maya harus tahu kalau dia sedang berada dalam bahaya. Maka Affan pun tak menyerah dan menulis sebuah pesan untuk wanita itu. Sebelum memutuskan pergi ke ruang inkubator memeriksa bayinya.Affan terus berjalan ke arah lift, dan memencet tombol. Saat menunggu sampai lantai tiga di mana bayinya dan Sarah berada, ia pun mengge
“Menginaplah di sini. Jangan gunakan kekuatanmu setidaknya selama tujuh hari.” Bibi Sumbi meminta sekaligus memberi peringatan ke pada Indah, agar keluarga satu –satunya itu agar memulihkan tenaganya saja dulu. Sebelum melakukan hal yang tidak –tidak karena ingin meneruskan rencananya.“Tujuh hari? Bagaimana dengan perempuan itu?” tanya Indah begitu saja. Menunjukkan protesnya. Janda cantik itu memiliki kekhawatiran tersendiri jika selama tujuh hari tidak boleh ke mana –mana.“Wanita itu?”“Wanita yang tadi kuceritakan sedang mengejar –ngejar Affan. Aku harus menyingkirkannya.” Indah memperjelas.“Hem, apa sebenarnya hubungan kamu dengan pria itu? Jangan bilang kamu jatuh cinta padanya?” tembak Sumbi. Tidak biasanya Indah memperjuangkan mati –matian seseorang.“Cih.” Perempuan muda itu mendecih. Tersenyum konyol pada tuduhan sang bibi. “Tentu saja tidak, Bi! Bukankah aku sudah bilang, dendamku paling besar adalah kepada Sarah. Aku ingin wanita itu menangis darah melihat suaminya juga
“Kita akan tahu nanti, Lif.” Abah Bisri mengucap di sela langkah. Menjawab pertanyaan Alif yang jawaban darinya tidak sepenuhnya benar.Abah Bisri hanya menduga –duga, kalau rencananya ini akan berhasil mereka bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi di kampung Batu Besi. Terutama kasus yang menimpa Affan dan istrinya. Pria tua itu berniat melakukan ritual dengan cara syar’i. Namun, tentu saja Affan harus terlibat dengan semua ini.“Jadi apa yang harus saya lakukan, Bah?” tanya Alif kemudian. Ia penasaran, sebenarnya apa yang akan dilakukan pamannya itu? Sehingga pria yang usianya jauh lebih tua di atas Alif tersebut, terlihat begitu yakin atas jawabannya.“Hem, mau tak mau kamu harus membawa hadir Affan di antara kita. Dialah titik pusat semua kejadian yang terjadi.” Abah Bisri bicara begitu saja.“Menghadirkan Mas Affan?” tanya Alif yang seketika ragu. Setelah ke rumahnya dan tak ada orang di sana. Lalu menelepon dan tak juga diangkat. Dia tak tahu harus mencari ke mana.“Ehm, mungkin
Maya pura –pura tak mendengar perkataan ibunya. Menarik selimut dan merebahkan tubuhnya. Pura –pura tidur. Itu akan lebih aman bagi janda beranak satu itu. Sang ibu tak perlu lagi mengomel karena melihatnya seolah –olah menyerah.Ia telah memutuskan untuk memakai cara lamanya sama saat dulu ia berhubungan dengan Affan tanpa persetujuan ibunya. Dan kini, dia akan pura –pura melunak dan menuruti semua kemauan wanita tua itu tanpa perlawanan, sehingga tetap bisa bergerak diam –diam mendekati Affan tanpa menyerah sekali pun.‘Maaf, Bu. Mana bisa aku menyerah pada ayah dari anakku. Satu –satunya pria yang kucintai dengan sangat dalam.’ Maya membatin. Seolah sedang bicara dengan ibunya.Melihat bagai mana kelakuan Maya yang seolah meremehkan semua kemarahannya saat anaknya itu berusaha keras menghubungi Affan, membuat ibunya muak. Namun, ia tak tahu harus melakukan apa? Ia takut jika Maya dikerasi, akan tertekan dan menghancurkan hidupnya sendiri. Dia juga tak mau lepas kendali di depan Rim
“Assalamualaikum anakku. Jadi kamu mencari istrimu sekarang?” celetuk pria di ujung telepon begitu saja. Terang saja Affan terkejut. ‘Jadi, ia benar –benar orang hebat yang akan menolongku!’“Waalaikum salam, bagaimana Mbah bisa tahu?” tanya Affan begitu saja karena penasaran. “Hem, semesta yang memberi tahu. Tentara Tuhan dikirim untuk menemani saya agar bisa membantu manusia. Istri kamu sedang tersesat di alam gaib, dan alam memberi tahu saya lewat suara kamu.” Pria itu menjelaskan sesuatu yang membuat Affan semakin kagum kepadanya. “Ahamdulillah, syukurlah. Mbah tahu kesulitan saya. Kalau begitu tolong pertemukan saya dengan istri saya. Temukan dia.” Affan mengucap dengan putus asa. Dia sudah kehilangan harapan ke pada yang lain, dan sekarang hanya mengandalkan dukun itu. “Hem, ya. Tentu saja. Itu tugas saya. Ke marilah! Saya akan mengirim lokasi. Kita selesaikan segera. Semakin cepat, semakin baik.” Mbah Bromo mengucap di ujung telepon. “Baik saya akan melakukannya.” Affan me
“Ap –apa yang Mbak katakan?” Maya mengucap dengan gemetar. Semua yang wanita itu katakan tidak sepenuhnya salah. Karena baru ini dia melihat makluk aneh, dan mengalami kejadian ganjil setelah kembali terhubung dengan Affan.“Selamanya kalian tidak akan pernah bersatu, karena dia adalah sebab kematian Mbak!” tekan suster yang terus bersikap aneh. Ah, bahkan semua hal dari suster itu sangat aneh untuk Maya dan Rima.Karena itu Maya menoleh ke arah Rima yang rupanya juga menatap sang suster dengan wajah tegang. Maya sadar, itu artinya baby sitternya sudah memahami posisinya yang sedang terhubung dengan Affan. Entah, hanya sebatas dia mengejar tanpa jawaban pasti dari Affan atau lelaki itu sudah menjalin hubungan dengannya. Apa pentingnya Maya memikirkan apa yang ada di kepala Rima?“Ada apa ini?” tanya ibu Maya begitu masuk ruangan di mana Maya dan Angel dirawat, dan mendapati situasi aneh di dalamnya.Baginya, tatapan mereka yang tegang tak seharusnya terjadi. Sebab suster itu tidaklah
Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik
“Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it
Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang
Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da
"Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang
Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be
Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?
Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A
Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t