Maya pura –pura tak mendengar perkataan ibunya. Menarik selimut dan merebahkan tubuhnya. Pura –pura tidur. Itu akan lebih aman bagi janda beranak satu itu. Sang ibu tak perlu lagi mengomel karena melihatnya seolah –olah menyerah.Ia telah memutuskan untuk memakai cara lamanya sama saat dulu ia berhubungan dengan Affan tanpa persetujuan ibunya. Dan kini, dia akan pura –pura melunak dan menuruti semua kemauan wanita tua itu tanpa perlawanan, sehingga tetap bisa bergerak diam –diam mendekati Affan tanpa menyerah sekali pun.‘Maaf, Bu. Mana bisa aku menyerah pada ayah dari anakku. Satu –satunya pria yang kucintai dengan sangat dalam.’ Maya membatin. Seolah sedang bicara dengan ibunya.Melihat bagai mana kelakuan Maya yang seolah meremehkan semua kemarahannya saat anaknya itu berusaha keras menghubungi Affan, membuat ibunya muak. Namun, ia tak tahu harus melakukan apa? Ia takut jika Maya dikerasi, akan tertekan dan menghancurkan hidupnya sendiri. Dia juga tak mau lepas kendali di depan Rim
“Assalamualaikum anakku. Jadi kamu mencari istrimu sekarang?” celetuk pria di ujung telepon begitu saja. Terang saja Affan terkejut. ‘Jadi, ia benar –benar orang hebat yang akan menolongku!’“Waalaikum salam, bagaimana Mbah bisa tahu?” tanya Affan begitu saja karena penasaran. “Hem, semesta yang memberi tahu. Tentara Tuhan dikirim untuk menemani saya agar bisa membantu manusia. Istri kamu sedang tersesat di alam gaib, dan alam memberi tahu saya lewat suara kamu.” Pria itu menjelaskan sesuatu yang membuat Affan semakin kagum kepadanya. “Ahamdulillah, syukurlah. Mbah tahu kesulitan saya. Kalau begitu tolong pertemukan saya dengan istri saya. Temukan dia.” Affan mengucap dengan putus asa. Dia sudah kehilangan harapan ke pada yang lain, dan sekarang hanya mengandalkan dukun itu. “Hem, ya. Tentu saja. Itu tugas saya. Ke marilah! Saya akan mengirim lokasi. Kita selesaikan segera. Semakin cepat, semakin baik.” Mbah Bromo mengucap di ujung telepon. “Baik saya akan melakukannya.” Affan me
“Ap –apa yang Mbak katakan?” Maya mengucap dengan gemetar. Semua yang wanita itu katakan tidak sepenuhnya salah. Karena baru ini dia melihat makluk aneh, dan mengalami kejadian ganjil setelah kembali terhubung dengan Affan.“Selamanya kalian tidak akan pernah bersatu, karena dia adalah sebab kematian Mbak!” tekan suster yang terus bersikap aneh. Ah, bahkan semua hal dari suster itu sangat aneh untuk Maya dan Rima.Karena itu Maya menoleh ke arah Rima yang rupanya juga menatap sang suster dengan wajah tegang. Maya sadar, itu artinya baby sitternya sudah memahami posisinya yang sedang terhubung dengan Affan. Entah, hanya sebatas dia mengejar tanpa jawaban pasti dari Affan atau lelaki itu sudah menjalin hubungan dengannya. Apa pentingnya Maya memikirkan apa yang ada di kepala Rima?“Ada apa ini?” tanya ibu Maya begitu masuk ruangan di mana Maya dan Angel dirawat, dan mendapati situasi aneh di dalamnya.Baginya, tatapan mereka yang tegang tak seharusnya terjadi. Sebab suster itu tidaklah
"Pak ada apa?!" tanya Ibu Sarah yang ikut resah melihat sang suami.Pria tua itu tampak tak tenang sejak pulang dari rumah menantunya. Sambil menyurai rambutnya dengan tangan kasar pria menatap malas ke arah sang istri. "Menurutmu, apa mungkin Sarah bunuh diri?!" tanya Wahono. “Kenapa Bapak mengatakan itu?” Sang istri merasa heran. Dari mana Wahono mendapatkan pemikiran itu. Heran. Dia sangat mengenal Sarah. “Itu tidak mungkin. Anak itu sangat bersemangat menjalani hidupnya.“Kurang ajar anak itu! Istri sedang hamil malah dia main sama mantannya!” dengkus Wahono. Pantas jika Sarah marah dan terus muncul di sekitar mereka. Itu karena arwahnya tak tenang sebab jadi korban pengkhianatan dan bunuh diri. Setidaknya itu yang ia pikirkan.Setelah melihat sendiri, kalau Affan mengenal wanita cantik selain Sarah, dan bahkan bisa berpelukan seperti tadi, pikirannya ke mana-mana. Ia jadi menghubungkan keberadaan wanita lain di sekitar Affan sebagai sebab kematian putrinya. “Mantan? Bapak tahu
“Tolong segera datang ke rumah sakit ya, Pak. Mohon maaf kami menemukan keluarga Bapak meninggal di kamarnya.”“Siapa? Angel?” pikir Affan. Karena dia adalah anaknya. Tapi, mana mungkin nama Affan ditulis sebagai ayah kandung Angel. “Tunggu, kalau begitu siapa?”Tak membuang waktu, pria itu pun bergegas pergi seperti yang petugas tadi minta. Meninggalkan Prapto yang terbengong –bengong melihat kelakuan anaknya. Affan tak bisa membuka pintu belakang yang sudah dikunci dari luar, hingga bergegas ke dalam rumah untuk ke luar dari pintu depan.Anak buah Prapto yang berjaga sampai bingung. Bagai mana dengan mudahnya pemuda itu pergi, tapi juga tak berani langsung mencegahnya, sebelum bertanya kepada tuannya.“Halo, Tuan. Dia kabur dari pintu depan. Apa yang harus kami lakukan?” tanyanya ketika panggilannya langsung dijawab oleh sang tuan.“Biarkan saja. Kirim satu orang untuk mengikutinya. Ingat jangan sampai mencelakainya, dan laporkan apa pun yang dia lakukan!”“Ah, ya baik, Tuan. Kami
“Maaf, Mbak. Saya tidak sengaja karena terburu –buru.” Ucapan lembut yang meluncur dari mulut Alif membuat tubuh Sumbi membeku dalam sekejap. Wanita itu terpana oleh kesantunan duda beranak tiga tersebut.Merasa semua baik –baik saja, Alif pun kemudian bergegas meninggalkan wanita itu ke arah Affan dan Maya yang menghadapi mayat seseorang. Begitu melihat siapa yang meninggal, mata elang Alif membelalak. Dia melihat wanita tua itu belum lama di rumah Affan dan marah –marah dengan ucapan yang menggebu –gebu memaki Affan.Sama sekali tak ada tanda –tanda bahwa dia sedang sakit, apa lagi akan menghadapi ajal secepat ini. Namun, siapa yang tahu kapan ajal seseorang akan datang? Dia sendiri bahkan tak tahu kapan meninggal, dan bisa saja hanya dalam hitungan jam atau menit ke depan malaikat Izrail menghampiri.“Ap –apa yang terjadi, Mas?” tanya Alif pada Affan yang juga masih terlihat tak percaya.Affan menggeleng pelan. Ia segera menyadarkan diri. Bahwa ada hal penting yang harus diurus sek
Affan menghela napas panjang. Menyimpan ponsel, yang membuatnya harus menerima kenyataan dia tak bisa lari dari Prapto. Ya, dari mutasi yang memberi keterangan asal uang masuk ke rekeningnyalah dia tahu bahwa semua ini adalah ulah sang papa.“Kenapa kalian ....?” Affan hendak marah ke pada pria yang memakai jas rapi di depannya. Namun, ia langsung sadar, bahwa itu bukan kesalahan pria tersebut. Dia hanya seorang lelaki pencari nafkah yang bekerja untuk Prapto.“Huft, begini kalau Papa ikut campur!” dengkusnya yang tak terima mayat Sarah dibongkar dan dibawa ke rumah Mbah Bromo. Bahkan tanpa mengatakan apa pun lebih dulu ke pada Affan.Kalau tidak terpaksa dan ada jalan lain, dia pasti melakukannya. Dia tak mau meminjam uang dengan mengorbankan harga dirinya ke pada wanita yang bukan apa –apanya. Maya atau pun Indah. Mereka terus menampakkan tatapan nakal ke arah Affan dan menawarkan banyak uang.Dia tahu persis, bahwa uang seratus juta yang masuk ke rekening tidak ia dapatkan secara cu
Mbah Bromo merasakan hawa aneh di kediamannya. Klien yang bilang sudah berada di jalan, tapi juga tak muncul, padahal tiga jam sudah berlalu. Matanya menatap api yang berkedip nyala di depannya, seperti sedang dimainkan seseorang. Tak lama, mata pria itu melihat lilinnya terbakar habis dan sampai membakar kain yang menjadi alas banyaknya sesajen di atas meja."Apa yang terjadi? Siapa yang diajak mati wanita itu?!" racaunya sembari mematikan api dengan tongkat di tangannya."Hei! Seseorang! Ke mari! Ada yang terbakar!" teriak Mbah Bromo. Memanggil anak buahnya yang berjaga di luar. _________Empat orang berjalan membawa skop memasuki area pemakaman yang dingin. Pria –pria bertubuh tegap itu adalah orang –orang yang bukan hanya tangguh fisiknya tapi juga memiliki nyali yang besar menembus tempat –tempat yang meurut kebanyakan orang adalah tempat menakutkan yang harus dihindari. Apalagi malam –malam begini. Ah, bukan. Mereka bahkan berada di jam tengah malam saat mendapat perintah untuk
Nadhira baru saja memasukkan seloyang puding cokelat karamel ke dalam lemari pendingin makanan, ketika ada dua tangan yang menyusup masuk dari belakang tubuhnya dan merangkul dirinya dengan mesra."Eh...! Astaghfirullah!"Tubuh Nadhira sedikit menjingkat karena terkejut. Aroma asam bercampur manis, juga embusan napas yang lembut, yang mengenai pipinya, tak lagi membuat Nadhira terkejut. Dia tahu siapa yang memeluknya dari belakang."Kaget, ya?" tanya lembut Alif yang kemudian mencium sayang pipi Nadhira. "Maaf ya, Sayang"Semburat samar merah muda, muncul di kedua pipi Nadhira. Setiap kali hanya berdua saja, Alif selalu bisa berlaku sangat mesra sekaligus sangat romantis. Rangkulan dan sapaan 'Sayang' adalah diantaranya, dan itu masih selalu membuat jantung Nadhira berdebar-debar manis."Iya, gak apa-apa. Ayah haus?" tanya Nadhira sembari menoleh. Semburat merah muda di pipi semakin menetap karena itu membuat jarak tipis antara wajah Nahira dan wajah Alif.Bibir bawah Alif sedik
“Kalau begitu, papa akan bicara serius dengan bunda dan panda.” Affan mengusap punggung Jingga.“Ish, kok panda, sih!” protes Jingga yang tak mau suami dari bundanya dipanggil panda.“Ha ha ha.” Kontan semua orang yang ada di atas panggung resepsi itu tertawa. Jingga tampak menggemaskan saat marah untuk hal sepele begitu. Dia sangat serius dan polos, padahal papanya hanya bercanda.“Jangan panda, dong. Tapi … Ayah. Jadi Ayah dan Bunda!” serunya kemudian penuh semangat menjelaskan kepada banyak orang dewasa yang memperhatikan tingkahnya.Affan mengacak kerudung yang dikenakan Jingga. Gadis kecil itu jadi mau berhijab seperti bundanya setelah mendengar nasehat dari Alif tempo hari.“Hai Jingga, kalau Adek Jingga yang cantik ingin tetap cantik di akhirat nanti … harus pakai jilbab dan kerudung.” Kata Alif kala itu.“Kok jilbab dan kerudung? Kan jilbab dan kerudung itu sama, Ustaz?” protesnya dengan kepala terteleng memikirkan ucapan Alif yang dia pikir salah bicara.“Oh … kalau jilbab it
Rencananya pernikahan Alif dan Dhira digelar secara sederhana saja. Namun, pihak Affan yang juga ayah kandung Jingga tak bisa membiarkan itu terjadi. Lelaki kaya raya itu merasa bertanggung jawab, setelah pengorbanan dan perjuangan yang Alif lakukan untuk menemukan Jingga. Gadis kecil yang nyasar di desa Jingga. Rupanya ... anak Siti meninggal di hari kelahiran sekaligus kematian ibunya. Di kampung Jingga. Dan yang Pak Joko bawa pulang dengan sang istri di bangunan itu adalah putri yang dibuang orang tak bertanggung jawab. Masih menjadi misteri, siapa yang hari itu membawa keluar putri Affan. Padahal, bayi yang lahir dari tubuh Sarah yang sudah meninggal itu sudah dibawa pulang ke rumah kakek neneknya. Rumah yang sangat aman penjagaan dan dipenuhi banyak petugas. Alif sendiri, sempat mencurigai ada orang dalam keluarga Affan pelakunya. Namun, ia enggan mengatakan itu karena tak punya bukti. "Ehm, Papa, apa boleh setelah ini saya tinggal dengan Bunda?" tanya Jingga kepada Affan yang
Alif berusaha menelponnya beberapa kali menggunakan ponsel seorang polisi yang dipinjamkan ke padanya, Dhira tak menjawab hingga pemberitahuan operator bahwa nomornya tidak aktif.Alif menghela napas pelan, berharap calonnya baik-baik saja. Kebisingan di kantor polisi membuatnya sedikit pun tak lagi terbersit tentang Dhira, bagaimana reaksinya? Bagaimana dia pulang? Entahlah.“Sudahlah, yang penting adalah kamu tidak mencoba membuat alibi untuk kabur dan menipu polisi. Pikirkan nasibmu sendiri!” tandas polisi sembari menengadahkan tangan, meminta ponselnya kembali. Lagi pula dia tahu bahwa orang yang dipanggil di seberang sana tidak juga menjawab.Alif pasrah. Diserahkan kembali ponsel milik polisi dan kini fokus ke pada diri sendiri. Lagi pula tak ada gunanya bersi keras menghubungi gadis itu jika nomornya saja tidak aktif. Ustaz muda itu lantas mengarahkan tatapan ke beberapa polisi siaga di sekitarnya, berharap semua berjalan baik, Zara selamat, Fadli ditangkap, kebusukan kepsek da
"Tapi, ini teman saya sudah menemukan lokasi siswi kami yang diculik kepsek." Alif berusaha meyakinkan polisi. Bahwa dia telah melakukan sesuatu yang seharusnya menjadi tugas polisi. Berharap ini pun tidak dipermasalahkan dan menjadi bahan baru untuk menyerangnya. Alif tahu betul bahwa jerat pasal kadang diada -adakan agar relevan menangkap seseorang. "Bagaimana?" Satu petugas mengalihkan pandangan ke arah petugas lain. Bermaksud untuk meminta pendapat, apakah mereka harus pergi mengikuti ucapan pria yang mereka pikir sebagai tersangka tersebut atau tidak. Sebab takut jika pada akhirnya ini hanya alibi saja. Polisi lain menghela napas panjang. Korban sudah banyak, tapi petugas masih saja dipermainkan oleh orang -orang itu. Tak satu pun dari mereka yang mau mengaku. Apalagi Alif yang jadi terduga utama, terus saja bisa mengalihkan tuduhan dengan hal lain. Ini membuat mereka frustasi.Sampai mereka berpikir mungkinkah benar, bahwa sebenarnya ada orang -orang di belakang mereka. Yang
Tiba-tiba saja, dari dalam tampak seorang wanita datang, yang juga akan bergabung bersama mereka. Berdiskusi, ah lebih tepatnya bedebat alot mengenai kasus di sekolah Jingga. Kepsek memicingkan mata, melihat sosok yang datang bersama Dhira. Ia tak menyangka jika gadis yang didambanya akan bersama gadis kecil misterius itu. Bukankah Jingga masih di rumah sakit? Dan bahkan sedang kritis. Bagaimana bisa ada di kantor polisi.“Jingga,” gumam kepsek nyaris tak terdengar. Dia bahkan sampai memerlukan pendonor agar bisa bertahan hidup sebab kekurangan banyak darah akibat peradarahan dari lukanya. “Ada apa?” Agus bertanya melihat ekspresi kepsek yang terlihat berubah. Pria itu tampak ketakutan. Tak memperdulikan pertanyaan Agus, kepsek Rayhan melanjutkan ucapannya dan bertanya, “Bagaimana dia bisa ada di sini?”Pria itu terlalu penasaran untuk mengabaikan keberadaan Jingga di sisi Dhira. Sesuatu yang berada di luar nalar. 'Sebentar, jangan-jangan .... Dia kembar. Tapi apa iya? Sejak dia be
Di atas ranjang pesakitan, tubuh Jingga bergerak -gerak. Seperti ada rasa sakit yang menyerangnya. Ia merasai sakit seorang diri setelah seorang dewasa menyerangnya dengan kejam. Entah, apa motifnya. Padahal, dia hanya seorang gadis kecil yang merasa nyaman setiap kali berada di SMA Jingga tersebut. Namun yang didapat bukan kesenangan yang diharapkan sejak ia masih berada di rumah bersama sang bibi. Bu Tomo yang saat bergiliran jaga dan melihat itu, panik dan segera berlari memanggil dokter. Ia tak mau kehilangan Jingga. Meski anak itu hanya cucu sambung, selama ini keberadaan Jingga sudah membuat hari-harinya dan sang suami terasa berwarna. Ada anak yang sejak lama ditunggu dan menghibur mereka di hari tua. Selagi Dhira belum juga bertemu jodoh dan memberi mereka keturunan. Langkah wanita paruh baya itu bergerak semakin cepat meninggalkan bangsal anak di mana Jingga dirawat. Ia merasa kesal, kenapa di saat genting seperti ini tidak menemukan petugas di sekitar yang bisa membantu?
Polisi telah sampai di bangunan sekolah. Memeriksa segala sesuatu terkait penyerangan terhadap Jingga. Setelah menyisir seluruh tempat, semua tak menyangka dengan apa yang polisi lihat. Nihil. Mereka tak menemukan apa pun dan siapa pun. Memeriksa tiga CCTV yang sebelumnya terpasang, dan pelaku tidak tertangkap kamera. Hanya terlihat Dhira dan Jingga melewati kantor kepsek dengan terburu-buru lalu tak sampai sepuluh menit, Dhira berlari ke luar dalam keadaan berdarah-darah.Untuk beberapa alasan Ridho memilih bungkam mengenai CCTV yang dipasang di semua tempat. Ia tak ingin salah langkah dan semua pengorbanan Alif yang jauh-jauh waktu dipersiapkan untuk masuk ke SMU Jingga dan membongkar kedok para pengurusnya menjadi sia-sia. Belum lagi katanya pemuda itu punya misi khusus mencari anak hilang. Ah, entah, Ridho tak mengerti. Hanya Alif dan Tuhan saja yang tahu kalau dia tak mau juga bercerita secara gamblang. Ketika polisi selesai dengan tugasnya, mereka bertiga kembali ke rumah A
Di sebuah kamar pasien, seorang wanita tengah asyik dengan ponselnya. Seluruh wajah diperban, kecuali bagian mata, mulut dan hidung. Luka akibat pukulan benda keras, membuatnya terpaksa kehilangan wajah yang sudah dikenali banyak orang. Pelaku nampaknya sengaja menghancurkan wajah, tanpa membuat nyawa Risma melayang.Mulutnya yang masih nyeri dan hampir sempurna tertutup perban itu kini mengeluarkan suara, meski yang meluncur adalah ejaan-ejaan yang tak jelas."Ni, lagi ribut apa sih emak-emak KBM? Postingan dua paragraf kenapa bisa komentnya heboh sampai ratusan." Risma menggerakkan jemari lentiknya, menscroll komentar demi komentar. Puas baca komentar dan sedikit menyahut tukang bully, ia kemudian menulis di pencarian "Wafa Farha" sebuah akun favoritnya, yang menurutnya cukup menghibur dan membuat penasaran.Sebentar tertawa, sebentar merutuk, hobby membacanya tersalurkan di grup satu ini. Bacaaan gratis dan banyak menginspirasi, tapi entah kenapa meski banyak nasehat yang ia baca t