Sebelum pergi, Affan menyempatkan menghubungi Maya karena dia tidak tahu di mana kamar yang ditempati wanita itu juga Angel yang disebut –sebut Maya sebagai anaknya. Panggilan itu sudah tersambung, tapi anehnya Maya tak juga mengangkat dan malah mendeclinenya. Pria itu makin tak tenang saja.“Hah? Aneh sekali dia ini? Kenapa malah dimatikan?” Affan keheranan. “Apa dia sedang sibuk atau bagaimana?” gumamnya.Pria itu menghela napas panjang, saat ingat bahwa ibunya sangat membenci keberadaan Affan. Apalagi dia sekarang tahu Maya bertemu lagi dengan Affan. Pasti wanita tua itu akan melakukan segala cara untuk menghalangi hubungan mereka.Namun, tetap saja, walau begitu Maya harus tahu kalau dia sedang berada dalam bahaya. Maka Affan pun tak menyerah dan menulis sebuah pesan untuk wanita itu. Sebelum memutuskan pergi ke ruang inkubator memeriksa bayinya.Affan terus berjalan ke arah lift, dan memencet tombol. Saat menunggu sampai lantai tiga di mana bayinya dan Sarah berada, ia pun mengge
“Menginaplah di sini. Jangan gunakan kekuatanmu setidaknya selama tujuh hari.” Bibi Sumbi meminta sekaligus memberi peringatan ke pada Indah, agar keluarga satu –satunya itu agar memulihkan tenaganya saja dulu. Sebelum melakukan hal yang tidak –tidak karena ingin meneruskan rencananya.“Tujuh hari? Bagaimana dengan perempuan itu?” tanya Indah begitu saja. Menunjukkan protesnya. Janda cantik itu memiliki kekhawatiran tersendiri jika selama tujuh hari tidak boleh ke mana –mana.“Wanita itu?”“Wanita yang tadi kuceritakan sedang mengejar –ngejar Affan. Aku harus menyingkirkannya.” Indah memperjelas.“Hem, apa sebenarnya hubungan kamu dengan pria itu? Jangan bilang kamu jatuh cinta padanya?” tembak Sumbi. Tidak biasanya Indah memperjuangkan mati –matian seseorang.“Cih.” Perempuan muda itu mendecih. Tersenyum konyol pada tuduhan sang bibi. “Tentu saja tidak, Bi! Bukankah aku sudah bilang, dendamku paling besar adalah kepada Sarah. Aku ingin wanita itu menangis darah melihat suaminya juga
“Kita akan tahu nanti, Lif.” Abah Bisri mengucap di sela langkah. Menjawab pertanyaan Alif yang jawaban darinya tidak sepenuhnya benar.Abah Bisri hanya menduga –duga, kalau rencananya ini akan berhasil mereka bisa tahu apa yang sebenarnya terjadi di kampung Batu Besi. Terutama kasus yang menimpa Affan dan istrinya. Pria tua itu berniat melakukan ritual dengan cara syar’i. Namun, tentu saja Affan harus terlibat dengan semua ini.“Jadi apa yang harus saya lakukan, Bah?” tanya Alif kemudian. Ia penasaran, sebenarnya apa yang akan dilakukan pamannya itu? Sehingga pria yang usianya jauh lebih tua di atas Alif tersebut, terlihat begitu yakin atas jawabannya.“Hem, mau tak mau kamu harus membawa hadir Affan di antara kita. Dialah titik pusat semua kejadian yang terjadi.” Abah Bisri bicara begitu saja.“Menghadirkan Mas Affan?” tanya Alif yang seketika ragu. Setelah ke rumahnya dan tak ada orang di sana. Lalu menelepon dan tak juga diangkat. Dia tak tahu harus mencari ke mana.“Ehm, mungkin
Maya pura –pura tak mendengar perkataan ibunya. Menarik selimut dan merebahkan tubuhnya. Pura –pura tidur. Itu akan lebih aman bagi janda beranak satu itu. Sang ibu tak perlu lagi mengomel karena melihatnya seolah –olah menyerah.Ia telah memutuskan untuk memakai cara lamanya sama saat dulu ia berhubungan dengan Affan tanpa persetujuan ibunya. Dan kini, dia akan pura –pura melunak dan menuruti semua kemauan wanita tua itu tanpa perlawanan, sehingga tetap bisa bergerak diam –diam mendekati Affan tanpa menyerah sekali pun.‘Maaf, Bu. Mana bisa aku menyerah pada ayah dari anakku. Satu –satunya pria yang kucintai dengan sangat dalam.’ Maya membatin. Seolah sedang bicara dengan ibunya.Melihat bagai mana kelakuan Maya yang seolah meremehkan semua kemarahannya saat anaknya itu berusaha keras menghubungi Affan, membuat ibunya muak. Namun, ia tak tahu harus melakukan apa? Ia takut jika Maya dikerasi, akan tertekan dan menghancurkan hidupnya sendiri. Dia juga tak mau lepas kendali di depan Rim
“Assalamualaikum anakku. Jadi kamu mencari istrimu sekarang?” celetuk pria di ujung telepon begitu saja. Terang saja Affan terkejut. ‘Jadi, ia benar –benar orang hebat yang akan menolongku!’“Waalaikum salam, bagaimana Mbah bisa tahu?” tanya Affan begitu saja karena penasaran. “Hem, semesta yang memberi tahu. Tentara Tuhan dikirim untuk menemani saya agar bisa membantu manusia. Istri kamu sedang tersesat di alam gaib, dan alam memberi tahu saya lewat suara kamu.” Pria itu menjelaskan sesuatu yang membuat Affan semakin kagum kepadanya. “Ahamdulillah, syukurlah. Mbah tahu kesulitan saya. Kalau begitu tolong pertemukan saya dengan istri saya. Temukan dia.” Affan mengucap dengan putus asa. Dia sudah kehilangan harapan ke pada yang lain, dan sekarang hanya mengandalkan dukun itu. “Hem, ya. Tentu saja. Itu tugas saya. Ke marilah! Saya akan mengirim lokasi. Kita selesaikan segera. Semakin cepat, semakin baik.” Mbah Bromo mengucap di ujung telepon. “Baik saya akan melakukannya.” Affan me
“Ap –apa yang Mbak katakan?” Maya mengucap dengan gemetar. Semua yang wanita itu katakan tidak sepenuhnya salah. Karena baru ini dia melihat makluk aneh, dan mengalami kejadian ganjil setelah kembali terhubung dengan Affan.“Selamanya kalian tidak akan pernah bersatu, karena dia adalah sebab kematian Mbak!” tekan suster yang terus bersikap aneh. Ah, bahkan semua hal dari suster itu sangat aneh untuk Maya dan Rima.Karena itu Maya menoleh ke arah Rima yang rupanya juga menatap sang suster dengan wajah tegang. Maya sadar, itu artinya baby sitternya sudah memahami posisinya yang sedang terhubung dengan Affan. Entah, hanya sebatas dia mengejar tanpa jawaban pasti dari Affan atau lelaki itu sudah menjalin hubungan dengannya. Apa pentingnya Maya memikirkan apa yang ada di kepala Rima?“Ada apa ini?” tanya ibu Maya begitu masuk ruangan di mana Maya dan Angel dirawat, dan mendapati situasi aneh di dalamnya.Baginya, tatapan mereka yang tegang tak seharusnya terjadi. Sebab suster itu tidaklah
"Pak ada apa?!" tanya Ibu Sarah yang ikut resah melihat sang suami.Pria tua itu tampak tak tenang sejak pulang dari rumah menantunya. Sambil menyurai rambutnya dengan tangan kasar pria menatap malas ke arah sang istri. "Menurutmu, apa mungkin Sarah bunuh diri?!" tanya Wahono. “Kenapa Bapak mengatakan itu?” Sang istri merasa heran. Dari mana Wahono mendapatkan pemikiran itu. Heran. Dia sangat mengenal Sarah. “Itu tidak mungkin. Anak itu sangat bersemangat menjalani hidupnya.“Kurang ajar anak itu! Istri sedang hamil malah dia main sama mantannya!” dengkus Wahono. Pantas jika Sarah marah dan terus muncul di sekitar mereka. Itu karena arwahnya tak tenang sebab jadi korban pengkhianatan dan bunuh diri. Setidaknya itu yang ia pikirkan.Setelah melihat sendiri, kalau Affan mengenal wanita cantik selain Sarah, dan bahkan bisa berpelukan seperti tadi, pikirannya ke mana-mana. Ia jadi menghubungkan keberadaan wanita lain di sekitar Affan sebagai sebab kematian putrinya. “Mantan? Bapak tahu
“Tolong segera datang ke rumah sakit ya, Pak. Mohon maaf kami menemukan keluarga Bapak meninggal di kamarnya.”“Siapa? Angel?” pikir Affan. Karena dia adalah anaknya. Tapi, mana mungkin nama Affan ditulis sebagai ayah kandung Angel. “Tunggu, kalau begitu siapa?”Tak membuang waktu, pria itu pun bergegas pergi seperti yang petugas tadi minta. Meninggalkan Prapto yang terbengong –bengong melihat kelakuan anaknya. Affan tak bisa membuka pintu belakang yang sudah dikunci dari luar, hingga bergegas ke dalam rumah untuk ke luar dari pintu depan.Anak buah Prapto yang berjaga sampai bingung. Bagai mana dengan mudahnya pemuda itu pergi, tapi juga tak berani langsung mencegahnya, sebelum bertanya kepada tuannya.“Halo, Tuan. Dia kabur dari pintu depan. Apa yang harus kami lakukan?” tanyanya ketika panggilannya langsung dijawab oleh sang tuan.“Biarkan saja. Kirim satu orang untuk mengikutinya. Ingat jangan sampai mencelakainya, dan laporkan apa pun yang dia lakukan!”“Ah, ya baik, Tuan. Kami