“Lah kau ngapain bawa buku? Katanya mau bikin tugas di rumah,” ujar Reva melirik buku yang berada di atas meja.Mega mendengus kesal. “Di rumah sepi sekali, aku menjadi malas untuk mengerjakan apapun,” jawab Mega.“Yaudah jangan dikerjain gak apa!"Mega mengepalkan tanganya diudara dengan kesal, sementara Reva hanya acuh tak acuh akan adiknya.Obrolan kembali hening, mereka sibuk menyelesaikan tugasnya masing-masing.Reva bermain handphone, dan Mega yang membuat tugas sekolah.“Mbak, aku kan beberapa bulan lagi lulus. Saat aku kuliah di kota, kakak ikut, ya?”Reva dengan cepat menatap Mega dengan tatapan tajam, sementara Mega hanya nenstao Reva dengan santai.“Ikut denganmu?”, Mega menganggukan kepalanya, “Ibu, sama siapa di rumah? Kau tega meninggalkan Ibu sendiri di sini?Mega berdecak kesal, memang ada benarnya juga. Ibunya akan sendirian dan pasti kesepian, jika dirinya mengajak Reva untuk tinggal di kota.“Iya sih, tapi aku belum berani tinggal disana sendirian,” jawab Mega membu
Melihat Reva yang mematung, Roy pun berkali-kali memanggil nama Reva. Namun sama sekali tidak ada respon apapun.“Rev, saya mau pesan makanan ini,” ujar Roy entah keberapa kalinya.Sementara Reva hanya menatap wajah Roy, dari awal dia sudah curiga ketika mendengar suaranya. Dan ternyata memang benar, itu adalah seorang Roy. Mantan bosnya dahulu. “Ngapain kamu ke sini?!” teriak Ibu Reva, membuat mereka berdua mengalihkan pandangannya.Terlihat Ibu Reva menatap Roy dari samping dengan tajam, seolah tak terima jika kehadiran dirinya di sana.Ibunya pun mendekati Reva, menarik tangannya agar berdiri di belakang Reva. Sementara Reva yang masih kaget, hanya bisa diam mengikuti perintah sang ibu.“Gak bisa jawab? Kenapa kamu kemari? Mau cari Reva lagi?!” teriak Ibunya, membuat Roy mengerutkan keningnya. Beruntung tidak ada pelanggan yang terlalu banyak.“Maaf Bu, sebelumnya, saya kemari untuk memesan makanan. Saya sudah sangat lapar hari ini,” jawab Roy masih bersikap sopan kepada Ibunya
“Tidak usah menceramahi saya! Saya lebih dewasa daripada kamu, kamu tidak tahu apa-apa. Saya sudah menjadi orang tua, pikiran saya lebih luas dari anda!” Ibunya masih bersikeras berusaha membela diri, walau Roy mecoba berkali-kali untuk menjebaknya.“Bu udah, Bu!" Reva memegang tangan ibunya, namun ibunya dengan cepat menepis tangan Reva dengan kasar.“Pikiran anda memang dewasa Bu, tapi sikap anda seperti anak-anak.” Roy sedikit terkekeh. Ibu Reva mengepalkan tanganya dengan keras, dan mata menatap nyalang Roy. “Mending kamu pergi dari sini!” teriak Ibunya, sambil menunjuk pintu keluar dari warung tersebut.Reva dan Roy pun tercengang, tentang apa yang dilakukan oleh Ibunya.“Bu, jangan kelewatan!” tungkas Reva, namun ibunya tetap tak memperdulikan. Dia justru masih menatap wajah Roy dengan tajam. “Pergi kamu dari warung saya! Sebelum saya paksa kamu pergi dari sini!” kata Ibunya lagi, menatap nyalang Roy.Roy lantas berdiri, dan menatap Ibu Reva. “Saya datang kemari baik-baik, tap
Ibu, Reva, dan Mega menatap Roy dengan tajam. Seolah meminta penjelasan tentang apa yang akan dikatakan olehnya. “Kau ingin berbicara apa dengan anakku? Jangan macam-macam!” ujar Ibu Reva membuat Roy menghembuskan nafasnya dengan kesal.“Baiklah kalau kalian tak percaya, kita ngobrol bareng saja sebentar. Tidak akan menyita waktu yang banyak,” ujar Roy menatap mereka secara bergilir. Ibunya nampak menimbang, lalu dia menganggukkan kepalanya. “Baik, tapi hanya sebentar.”Mereka pun duduk di kursi makan, mereka saling tatap sebentar saja. Roy menghembuskan nafasnya, menautkan kedua tangannya dia atas meja. Sesekali dia melirik ke arah Reva, yang ternyata tengah menatap kearah dirinya.“Baik, saya mulai saja ya.” Roy menghembuskan nafasnya.“Saya ingin melamar Reva untuk menjadi pendamping hidup,” ujar Roy berhasil membuat mereka semua melebarkan matanya kaget mendengar ucapan Roy.Brakk!Ibu Reva mengeprak mja dengan keras, membuat Reva terkejut bahkan Roy langsung diam mendundukan k
Diam-diam Mega menatap Reva dam Roy yang tengah saling tatap, Mega menganggukan kepalanya dengan pelan dia mengerti dengan kondisi saat ini.“Gimana jika Mbak Reva ternyata menyukai mas Roy, Bu? Apakah ibu akan merestui mereka?”Mendengar ucapan Meg, membuat Ibunya dengan cepat menatap Reva dengan tajam.“Apakah kau menyukai dia? Ah Reva apakah kau sudah buta! Apa yang kau suka dari laki seperti nya!” croscos ibunya begitu saja di hadapan Roy.Brak!Ibunya mengeprak meja dengan keras, sembari berdiri dia menatap Roy dengan sinis.“Waktu saya terbuang banyak dengan sia-sia, sekarang kau bisa pergi tidak akan ada yang bisa merestui hubungan kalian di sini!” ibu Reva menunjuk pintu keluar, namun Roy tak akan mau keluar sebelum mendapatkan apa yang dia mau.“Bu, saya mohon, saya benar mencintai Reva dari dalam hati. Saya tidak mungkin menyakiti hati Reva!” Roy masih berusaha untuk menyakinkan ibunya Reva, namun Ibunya Reva tetap pada pendiriannya. “Bu, apakah benar tidak ada kesempatan?
Roy pun pergi dari warung Reva dengan perasaan yang sangat hancur, dia akan pulang ke kota dengan tangan kosong. Hancur sudah harapan dirinya bisa hidup bersama dengan Reva.Reva menatap sendu kepergian Roy, sementara Ibunya terkekeh pelan melihat Roy yang semakin lama kian menjauh dari warung.“Membuang waktu saja, berbicara sama anak muda memang sangat susah,” ujar Ibunya namun membuat Reva langsung menatap Ibu dengan tajamnya.“Bu! Kenapa ibu menolak lamaran Roy?"Ibu dan Mega langsung kaget, ketika Reva membentak ibunya dan lebih nya lagi Reva benar menatap Ibu dengan tajam.“Kenapa? Kamu suka sama pria kayak dia?” balas ibunya yang tak kalah tegas juga, dia menggelengkan kepalanya kepada Reva. “Dia itu sama seperti pria di luar sana, Reva!”Reva menggelengkan kepalanya, tidak terima atas perkataan yang di lontarkan oleh ibunya. “Tidak! Dia itu baik, ibu saja yang belum terlalu mengenal dia dan sudah menatap dia sebelah mata.” Hancur sudah perasaan Reva, dia benar tidak bisa menah
Mega menatap ke arah Ibunya. “Bu, apakah mbak tadi sudah keluar kamar? Dia belum makan sejak tadi sore,” kata Mega, sembari mendekati Ibunya yang tengah melipat pakaian.“Nanti juga kalau lapar dia bakal keluar dari kamar, sudahlah jangan terlalu di pikirkan!” jawab ibunya dengan santai.Mega menggelengkan kepalanya, melihat ibunya yang seperti itu. “Coba aja tadi ibu tidak berkata seperti itu, mungkin Mbak tidak akan seperti ini.” Ibunya tida merespon perkataan Mega, justru dia tetap melanjutkan pekerjaannya melipat baju. Mega mendesah kesal, ketika dia juga diacuhkan oleh sang ibu.Mega pun lantas pergi dari hadapan sang ibu, ibu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Mega.“Aku sudah tidak ingin membicarakan hal itu lagi, itu sudah membuatku pusing,” gumam Ibu.Lain halnya dengan Mega, yang baru saja sampai di kamar langsung mengambil ponselnya, dan mengirimi Reva pesan berharap jika Reva akan membalas pesannya tersebut.Mega menunggu terlalu lama, namun masih tidak ada jawaban
Satu Minggu setelah kejadian di warung tersebut, kini Reva kembali melakukan rutinitas seperti biasanya yaitu membantu ibunya di warung. Walau Reva juga masih sangat kesal, dengan ibunya dengan sikapnya waktu itu. Dia pun berbicara dengan Ibunya jika ada hal penting saja.“Reva diam dulu di warung, ibu mau membeli bumbu masakan dulu,” ujar Ibunya hanya ditanggapi dekaman saja oleh Reva.Reva menatap kepergian ibunya yang semakin jauh darinya, dia pun kembali melanjutkan kegiatan membersihkan meja-meja makan. Reva mengambil ponselnya di saku baju, sepi tidak ada pesan dari siapapun di sana.“Kenapa Roy tak pernah menghubungiku?” gumam Reva, bahkan ini sudah satu Minggu mereka tidak pernah saling bertukar kabar.Sebelum Roy melamar Reva, mungkin mereka biasa akan bertukar kabar dan bertukar cerita. Namun sekarang justru berbeda, tidak ada tanda-tanda jika Roy akan mengirimi dirinya sebuah pesan.Reva menghembuskan nafasnya kasar, ketika dia melihat di kontak Roy terlihat sedang aktif.
"Akhirnya kamu menikah, Mega," ucap Reva. Kandungan Reva sudah memasuki usia sembilan bulan dan hanya menunggu waktu lahir saja. Meskipun sebenarnya dokter tidak menyarankan untuk melakukan perjalanan perjalanan terutama jalan yang tidak rata. Tetapi Reva tetap memaksa untuk bisa datang di acara pernikahan adiknya."Terima kasih, kak. Ini juga semua berkat kak Reva. Sudah meyakinkan aku kalau jodoh tak akan kemana," sahut Mega. "Kamu harus raih cita-cita mu jadi dokter loh," peringat Reva."Tentu, kak. Aku akan fasilitasi Mega di rumah sakit yang aku pegang saat ini. Aku akan wujudkan cita-cita Mega untuk bisa jadi dokter. Kalau Mega mau aku akan menyekolahkan dia jadi dokter spesialis," sahut Ivan. Ia tak sengaja mendengar obrolan istri dan kakak iparnya."Iya, kamu jaga baik-baik adikku ya, Ivan! Aku harap kamu bisa mengerti dia kalau masih bersikap seperti anak kecil. Karena pada dasarnya Mega ini adalah anak yang manja yang kemudian tiba-tiba berstatus menjadi istri orang," tita
Satu minggu kemudian.Bu Ningsih sudah memulai aktivitas kembali. Dia membuka warungnya seperti biasa. Para pelanggan pun juga sudah berdatangan ke warungnya. Ada orang yang kebetulan lewat dan makan di sana. Ia ini dikirimkan oleh Ayahnya Ivan."Bu, nasi campur satu," pesan seorang tadi. "Lauk apa, Pak?" tanya Bu Ningsih."Telur pakai sayur nangka muda saja, Bu," jawab orang tadi.Bu Ningsih pun mengantarkan pesanan itu untuk orang tadi. "Bu, kok sering tutup sih warungnya?" tanya orang tadi."Ya, ada beberapa hal di kota dan harus diselesaikan." Bu Ningsih tak tertarik dengan obrolan dari pelanggan nya tersebut. Karena tak banyak respon akhirnya orang tadi pun diam. Tak berselang lama orang tua Ivan pun yang datang. Mereka memesan di warung Bu Ningsih tetapi masih memakai masker. Setelah selesai makan pun Ayahnya Ivan hendak membayar. "Berapa semua, bu?" "Empat puluh ribu rupiah, Pak,'' jawab Bu Ningsih. Ayahnya Ivan memberikan uang seratus ribu. Dan hendak mengembalikan Ay
"Sebenarnya apa penyebab ibu saya meninggal?" tanya Roy pada petugas lapas."Jadi beberapa minggu terakhir ini ibu Anda memang sakit dan sudah beberapa kali juga kami antar ke rumah sakit. Tetapi kami menyarankan untuk memberitahukan pada pihak keluarga. Tetapi Bu Wendah menolak dan ingin merahasiakan semua penyakit nya dari keluarga. Menurutnya dia malu pada keluarga nya. Jadi lebih memilih untuk diam. Dan tadi malam kondisi Bu Wendah benar-benar menurun. Kami akan bawa ke rumah sakit dia menolak. Dia tetap ingin berada di sini dan justru menitipkan surat pada pihak kami. Lalu tadi pagi kata temannya Bu Wendah saat akan dibangunkan suhu tubuhnya sudah dingin dan tak sadarkan diri. Kami periksa dan ternyata sudah meninggal sejak tadi malam," terang petugas lapas panjang lebar.Roy dan ayahnya saling memandang. Mereka selama ini tak tahu kalau ternyata Bu Wendah sakit. Mereka hanya bisa menerima takdir. Tetapi sebuah surat yang dititipkan pada petugas lapas diterima Roy. Begini lah i
Reva merencanakan untuk mengadakan acara tujuh bulanan. Acara ini memang sengaja ia gelar untuk keselamatan ibu dan bayi serta juga media untuk berbagi sesama. Melihat kebahagiaan orang membuat Reva juga bahagia. Reva melihat kebahagiaan para tamu undangan dan diberikan hampers berupa kue dari tokonya. Ia merasa tak akan rugi membagikan itu semua. Ini adalah jalan untuk berbagi dan memperkenalkan secara luas kue buatannya. Bu Ningsih dan Pak Haris juga datang. Begitu juga dengan Pak Toni selaku ayah dari Roy. Kehangatan keluarga besar itu pun sangat terasa. Begitu juga dengan para anak panti asuhan yang sengaja diundang hadir oleh Reva. Kali ini Roy juga lebih senang karena ada perwakilan keluarga nya yang hadir di acara perayaan tujuh bulanan. Segala doa dilanjutkan dan minta diberikan keselamatan sampai anak Reva lahir. Kalau pun sudah lahir Reva dan bayinya juga didoakan untuk bisa sehat terus. Dan menjelang sore pun semua tamu undangan pulang. Reva mengadakan acara tujuh bulan
Reva tahu bagaimana perasaan adiknya. Ia memang tak pernah ada di posisi Mega. Hanya saja ia pernah ditolak oleh orangtua nya dan memilih untuk pergi dari rumah karena ingin mengejar cintanya pada Roy. Apakah Reva akan memberikan nasihat seperti itu pada Mega? Tentu saja tidak. Reva hanya ingin pengalaman di masa lalunya tidak terulang untuk adiknya. Karena Mega sebenarnya anak penurut tidak seperti Reva yang lebih bar bar. Apalagi Mega juga tak pernah macam-macam. Sehingga Mega akan tetap menurut apa kata orang tuanya. Baginya keputusan orang tuanya adalah hal yang baik baginya. Karena baginya ridho tuhan ada pada orang tuanya."Kak, apakah aku memang tidak berjodoh dengan Ivan?" tanya Mega lirih."Kalau jodoh nggak akan kemana kok. Kamu lihat aku kan? Bagaimana aku bisa mendapatkan restu ibu untuk bisa menikah dengan Roy? Pada saat Roy sudah jadi menantunya pun juga masih diuji dengan berbagai masalah. Tidak hanya sampai situ, Mega! Kamu harus berdoa dan berusaha selagi kamu bisa,"
Ivan menggigit bibirnya. Ia merasa ada salah paham di sana. "Maaf, kami akan membatalkan rencana pernikahan Mega dan Ivan." Bu Ningsih langsung bangkit dan langsung menggandeng tangan suaminya dan Mega juga. Reva kemudian menghentikan langkah ibunya. "Bu, tolong dengarkan dulu penjelasan mereka! Aku yakin mereka bukan berbohong karena ingin menyakiti pihak kita." Ia yakin keluarga Ivan hanya tak ingin kalau Ivan terlihat seperti orang kaya saja. "Untuk apa, Reva? Sudah jelas tadi kita dengar kalau mereka berbohong, 'kan? Ibumu ini memang miskin tetapi bukan berarti bisa saja dipermainkan." Bu Ningsih benar-benar marah dan tak menyangka Ia bisa dipermainkan oleh calon besannya. Tampak Mega juga berkaca-kaca. Antara kecewa kepada Ivan atau sedih jika keluarga nya telah membatalkan setidaknya rencana pernikahan tersebut.Jika Bu Ningsih sudah berkehendak tentu saja tak ada yang bisa menghalangi. Bu Ningsih benar-benar pulang. Roy masih memahami situasi tersebut. Ia makin yakin kalau
Reva menghela napas. Ia ingat betul saat pernikahan pertama nya dengan Tio yang kandas di usia pernikahan yang tergolong masih baru. Tapi apalah daya. Sekelas mungkin Reva berusaha tetapi Tio lah yang membawa tamu ke rumah. Tamu itu adalah madunya. Reva juga ingin menikah sekali seumur hidup. Tetapi ternyata keinginan nya tak tercapai. Ia baru merasakan kebahagiaan sebenarnya setelah menikah dengan Roy."Sebenarnya kalau sulit tidak. Hanya saja perlu adanya komitmen yang kuat antara kedua belah pihak. Kamu tahu kan aku juga pernah gagal di pernikahan ku yang pertama?" Mega terhenyak. Ia menyadari memang kakaknya pernah gagal dalam pernikahan pertama. "Iya, kak. Aku mengerti.""Kamu sudah yakin sama Ivan?" tanya Reva meyakinkan. "Sudah, kak. Aku memang suka sih sama Ivan. Tapi mana mungkin aku berani mengatakan kalau aku suka sama dia. Tapi ternyata Ivan juga suka sama aku. Aku nggak percaya akan hal itu,'' jawab Mega."Ya sudah kalau kamu memang yakin. Masalah pekerjaan itu bukan la
Mereka pun duduk bersama di ruang tamu. Hanya Reva saja yang masih belum hadir di sana. "Mega, ngomong-ngomong kakakmu nggak pulang?" tanya Ivan."Ada, dia sedang tidur. Baru datang tadi pagi. Maklum ibu hamil begitu," jawab Mega. Sebenarnya ia malu kalau berbicara dengan Ivan di hadapan keluarga mereka masing-masing. "Yah, maksud kedatangan kami ini untuk melamar Mega, Pak, Bu. Ivan ini memang anak kami satu-satunya. Dia ingin menikahi Mega. Tetapi seperti yang Ivan katakan kalau dia hanyalah office boy. Apakah Bapak dan Ibu setuju?" tanya ayahnya Ivan."Sejak awal Mega mengatakan kami memang tidak keberatan dengan pekerjaan apapun. Kami juga dari kampung dan saya juga hanya membuka warung di sini. Bukan lah orang kaya. Yang penting pekerjaan halal dan Ivan juga serius dengan Mega bagi kami tak masalah," jawab Bu Ningsih.Orang tua Ivan pun saling memandang. Mereka saling melemparkan senyum. "Hanya saja untuk menikah kami sarankan untuk menunggu minimal Mega lulus kuliah, Pak. Kan
Roy mengajak Reva makan di tempat yang Reva inginkan yaitu di ayam geprek. Roy memesan tempat yang nyaman untuk Reva. Reva kemudian memesan ayam geprek level satu meskipun sebenarnya Reva ingin yang super pedas. Tetapi ia tahu kalau Roy tak akaN mengizinkan. Dan kalau pun memaksa dirinya lah yang akan sakit perut sendiri. Tak berselang lama pesanan Reva pun tiba. Ia sudah tak sabar untuk makan ayam krispi yang digeprek lengkap dengan sambal. Ia ingin makan dengan segera. Setelah datang pun Reva tak lupa berdoa agar ia makan juga baik untuk dirinya dan bayi yang ada di dalam kandungan nya. Roy hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sang istri. Ia juga ikut makan di samping Reva. Reva makan dengan lahap dan tak butuh waktu lama ayam geprek dan nasi pun sudah ludes. "Enak banget nih," ucap Reva setelah selesai mencuci tangan."Mau dibawa pulang juga?" usul Roy."Boleh tuh." Reva dengan semangat untuk membawa pulang ayam geprek. Reva dan Roy pun pulang. Reva merasa lelah. Ia but