Ibu, Reva, dan Mega menatap Roy dengan tajam. Seolah meminta penjelasan tentang apa yang akan dikatakan olehnya. “Kau ingin berbicara apa dengan anakku? Jangan macam-macam!” ujar Ibu Reva membuat Roy menghembuskan nafasnya dengan kesal.“Baiklah kalau kalian tak percaya, kita ngobrol bareng saja sebentar. Tidak akan menyita waktu yang banyak,” ujar Roy menatap mereka secara bergilir. Ibunya nampak menimbang, lalu dia menganggukkan kepalanya. “Baik, tapi hanya sebentar.”Mereka pun duduk di kursi makan, mereka saling tatap sebentar saja. Roy menghembuskan nafasnya, menautkan kedua tangannya dia atas meja. Sesekali dia melirik ke arah Reva, yang ternyata tengah menatap kearah dirinya.“Baik, saya mulai saja ya.” Roy menghembuskan nafasnya.“Saya ingin melamar Reva untuk menjadi pendamping hidup,” ujar Roy berhasil membuat mereka semua melebarkan matanya kaget mendengar ucapan Roy.Brakk!Ibu Reva mengeprak mja dengan keras, membuat Reva terkejut bahkan Roy langsung diam mendundukan k
Diam-diam Mega menatap Reva dam Roy yang tengah saling tatap, Mega menganggukan kepalanya dengan pelan dia mengerti dengan kondisi saat ini.“Gimana jika Mbak Reva ternyata menyukai mas Roy, Bu? Apakah ibu akan merestui mereka?”Mendengar ucapan Meg, membuat Ibunya dengan cepat menatap Reva dengan tajam.“Apakah kau menyukai dia? Ah Reva apakah kau sudah buta! Apa yang kau suka dari laki seperti nya!” croscos ibunya begitu saja di hadapan Roy.Brak!Ibunya mengeprak meja dengan keras, sembari berdiri dia menatap Roy dengan sinis.“Waktu saya terbuang banyak dengan sia-sia, sekarang kau bisa pergi tidak akan ada yang bisa merestui hubungan kalian di sini!” ibu Reva menunjuk pintu keluar, namun Roy tak akan mau keluar sebelum mendapatkan apa yang dia mau.“Bu, saya mohon, saya benar mencintai Reva dari dalam hati. Saya tidak mungkin menyakiti hati Reva!” Roy masih berusaha untuk menyakinkan ibunya Reva, namun Ibunya Reva tetap pada pendiriannya. “Bu, apakah benar tidak ada kesempatan?
Roy pun pergi dari warung Reva dengan perasaan yang sangat hancur, dia akan pulang ke kota dengan tangan kosong. Hancur sudah harapan dirinya bisa hidup bersama dengan Reva.Reva menatap sendu kepergian Roy, sementara Ibunya terkekeh pelan melihat Roy yang semakin lama kian menjauh dari warung.“Membuang waktu saja, berbicara sama anak muda memang sangat susah,” ujar Ibunya namun membuat Reva langsung menatap Ibu dengan tajamnya.“Bu! Kenapa ibu menolak lamaran Roy?"Ibu dan Mega langsung kaget, ketika Reva membentak ibunya dan lebih nya lagi Reva benar menatap Ibu dengan tajam.“Kenapa? Kamu suka sama pria kayak dia?” balas ibunya yang tak kalah tegas juga, dia menggelengkan kepalanya kepada Reva. “Dia itu sama seperti pria di luar sana, Reva!”Reva menggelengkan kepalanya, tidak terima atas perkataan yang di lontarkan oleh ibunya. “Tidak! Dia itu baik, ibu saja yang belum terlalu mengenal dia dan sudah menatap dia sebelah mata.” Hancur sudah perasaan Reva, dia benar tidak bisa menah
Mega menatap ke arah Ibunya. “Bu, apakah mbak tadi sudah keluar kamar? Dia belum makan sejak tadi sore,” kata Mega, sembari mendekati Ibunya yang tengah melipat pakaian.“Nanti juga kalau lapar dia bakal keluar dari kamar, sudahlah jangan terlalu di pikirkan!” jawab ibunya dengan santai.Mega menggelengkan kepalanya, melihat ibunya yang seperti itu. “Coba aja tadi ibu tidak berkata seperti itu, mungkin Mbak tidak akan seperti ini.” Ibunya tida merespon perkataan Mega, justru dia tetap melanjutkan pekerjaannya melipat baju. Mega mendesah kesal, ketika dia juga diacuhkan oleh sang ibu.Mega pun lantas pergi dari hadapan sang ibu, ibu menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Mega.“Aku sudah tidak ingin membicarakan hal itu lagi, itu sudah membuatku pusing,” gumam Ibu.Lain halnya dengan Mega, yang baru saja sampai di kamar langsung mengambil ponselnya, dan mengirimi Reva pesan berharap jika Reva akan membalas pesannya tersebut.Mega menunggu terlalu lama, namun masih tidak ada jawaban
Satu Minggu setelah kejadian di warung tersebut, kini Reva kembali melakukan rutinitas seperti biasanya yaitu membantu ibunya di warung. Walau Reva juga masih sangat kesal, dengan ibunya dengan sikapnya waktu itu. Dia pun berbicara dengan Ibunya jika ada hal penting saja.“Reva diam dulu di warung, ibu mau membeli bumbu masakan dulu,” ujar Ibunya hanya ditanggapi dekaman saja oleh Reva.Reva menatap kepergian ibunya yang semakin jauh darinya, dia pun kembali melanjutkan kegiatan membersihkan meja-meja makan. Reva mengambil ponselnya di saku baju, sepi tidak ada pesan dari siapapun di sana.“Kenapa Roy tak pernah menghubungiku?” gumam Reva, bahkan ini sudah satu Minggu mereka tidak pernah saling bertukar kabar.Sebelum Roy melamar Reva, mungkin mereka biasa akan bertukar kabar dan bertukar cerita. Namun sekarang justru berbeda, tidak ada tanda-tanda jika Roy akan mengirimi dirinya sebuah pesan.Reva menghembuskan nafasnya kasar, ketika dia melihat di kontak Roy terlihat sedang aktif.
Butuh waktu 2 jam untuk sampai ke kota, bis sudah berhenti membuat Reva membuka kedua matanya.“Berapa bang?” tanya Reva, sambil mengeluarkan beberapa uang.“100 RB saja.” Reva pun membayarnya, bis sudah pergi dari hadapan dirinya. Dan sekarang dia harus bisa mencari tukang ojek di sekitaran sini, karena dia jauh dari alamat yang akan dituju oleh Reva.Reva duduk sebentar di bawah pohon rindang, dia untuk memastikan dimana dirinya berada.“Oke, berati sedikit lagi aku bakal bertemu dengan Roy.” Reva tersenyum dengan senang, dia pun memasukan ponselnya kembali kedalam tas. Tapi awalnya Reva sedikit bingung, dimana harus dia menemui Roy. Tidak mungkin dia datang ke kantor, hanya untuk mencari Roy sungguh malu dirinya datang ke kantor lagi. Setelah Memaksa resig dan sekarang datang kembali sungguh malu ddirinyaReva diam sejenak, Sebelum akhirnya dia ingat jika Roy memiliki rumah singgah yang dulu pernah dia tempati, setelah keluar dari rumah. Reva pun akhirnya berniat Untuk ke sana.
Reva pun memutuskan untuk membuka gerbang tersebut, dan untungnya pintu gerbang tidak di kunci. “Kenapa suasananya sangat sepi sekali,” gumam Reva, ketika dia sudah memasuki halaman rumah singgah Roy, yang benar sanbat sepi. Seperti tidak ada tanda kehidupan sama sekali disana.Reva pun mendekati pintu utama, dia menghela nafasnya panjang sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu.Tok! Tok! Tok! “Assalamualaikum.”Hening! Tidak ada jawaban dari mana pun, membuat Reva kembali mengetuk pintu.Tok! Tok! Tok!“Permisi.” Masih tidak ada jawaban, Reva pun melihat dari jendela ternyata di dalam terlihat seperti tidak ada orang. Reva pun menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia duduk di sebuah kursi kayu yang ada disana. “Lalu sekarang ini bagaimana? Aku kemari tidak bertemu dengan Roy, yakali aku harus pulang ke kampung lagi,” gerutu Reva dengan perasaan kesalnya, dia kira dia sudah sampai di rumah singgah akan dengan gampangnya bertemu degan Roy. Tapi ternyata dugaan diri
Reva pun membuka gerbang, namun baru saja dirinya membuka gerbang mobil hitam besar Berhenti di depan rumah Roy, membuat Reva senang karena Roy sudah pulang.Namun dugaan dirinya salah, dia kira itu adalah Roy tetapi pria asing, bertubuh tegap memakai pakaian serba hitam, dan wajahnya sangat menakutkan.Reva yang merasa dirinya berada dalam bahaya, dia laku membalikan badannya dan masuk kembali ke dalam halaman rumah.“Pergi!” bentak Reva, ketika pintu gerbang hendak dibuka paksa oleh mereka.Reva menjatuhkan semua barang-barangnya, dia berlari Memasuki halaman dan berniat untuk bersembunyi.“Tangkap dia!” perintah salah satu pria bertubuh tegap memakai kaca mata, kepada para anak buahnya. Hal ini justru membuat Reva menjadi semakin takut, akhirnya dia menemukan sebuah tong besar. Dia memasukan dirinya ke sana, dan berdoa jika mereka tidak menemukan Reva.“Dimana dia?”“Dia tidak mungkin akan kabur, dia pasti masih di daerah sini!”“Cari cepat, jangan sampai kalian kehilangan jejak d