“Kamu belum mandi, nak?” tanya Ibu Susan sambil menatap wajah Megan. Diusapnya lembut rambut Megan yang sedikit berantakan.“Cuci muka juga nggak?”Megan nyengir kuda sama persis seperti apa yang dilakukan Moji barusan. Wanita itu beralasan kalau air di mansion sangat dingin dan masih terlalu pagi untuk mandi. Ibu Susan melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sembilan pagi. Sudah terlalu siang untuk menyebutnya terlalu pagi.“Mandi dulu sana. Kamu sudah sarapan?” tanya Ibu Susan lagi.“Belum juga, bu. Aku mau ikut ke kampung. Boleh ya, bu?” tanya Megan bersemangat.Ibu Susan dan Ayah Romi saling pandang sebelum mengajak Megan duduk di ruang tamu. Mereka merasa sedikit aneh dengan kedatangan Megan yang tiba-tiba. Firasat orang tua memang tidak pernah salah atas apapun yang menimpa anak mereka. Meskipun Megan bukan anak kandung mereka, tetapi kedekatan sejak Megan masih bayi, sudah menjalin ikatan khusus di antara mereka.“Ada apa, nak? Ibu lihat sepertinya kamu ada masalah. Apa kamu
“Baik, bibi. Bibi Vanti, apa kabar?” sahut Megan dengan senyum manisnya.“Bibi baik kok. Ayo, kita masuk dulu,” ajak Bibi Vanti ramah.Baru saja mereka semua beranjak dari dekat mobil, suara mobil lain tiba-tiba mendekat dan berhenti di belakang mereka. Pemilik mobil itu tidak segera keluar dari dalam mobil, tapi terus menginjak gas sampai menimbulkan suara yang sangat mengganggu. Moji dan Boni langsung waspada di dekat Megan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak mereka inginkan.TIN! TIN! TIN!Akhirnya pemilik mobil itu menurunkan kaca mobilnya dan melongokkan kepalanya keluar. Rupanya suami Bibi Vanti yang datang dengan mobil sejenis minibus dengan ukuran yang sama besar dengan mobil Vans di depannya. Pria itu berteriak ke arah Megan dan keluarganya untuk menyingkirkan mobil Vans itu dari depan rumahnya.“Hei, singkirkan mobil itu!”“Iya, sebentar!” sahut Bibi Vanti lalu meminta Megan untuk memindahkan mobil yang mengantarnya tadi ke samping rumah.Moji dengan cepat masuk ke dalam m
Untuk pernikahan sepupunya itu, Megan menyumbang minuman dan makanan ringan untuk menyambut para tamu. Tapi rupanya barang-barang yang dibawa Megan masih tidak bisa membuat Paman Nando terkesan. Pria sombong itu mulai bertanya-tanya tentang pekerjaan Ayah Romi.“Kak Romi masih kerja jadi satpam?” tanya Paman Nando dengan nada mengejek.“Iya, Nan. Kamu gimana?” tanya Ayah Nando santai.Paman Nando mengejek pekerjaan ayah Megan yang masih belum berubah bahkan setelah bertahun-tahun bekerja. Dengan sikapnya yang angkuh, pria paruh baya itu memutar kunci mobil di tangannya. Dia memamerkan kunci mobil yang jelas-jelas bentukannya sudah terlihat jelas di depan rumah.“Aku baru kerja di kantorku itu baru enam bulan. Lihat apa yang kudapatkan, mobil mewah. Trus, kak Romi cuma bisa beli mobil Vans itu ya?” tanya Paman Nando masih membutuhkan penjelasan.“Oh, mobil itu milik suaminya Megan. Kebetulan Megan mau ikut pulang kampung, jadi anak buah suaminya mengantar kami,” sahut Ayah Romi santai.
GLEGARR!Hujan turun dengan derasnya ketika pintu pesawat itu dibuka. Seorang bodyguard mendekati tangga pesawat dengan payung yang cukup besar. Langkah bodyguard itu sempat tertahan oleh angin kencang yang tiba-tiba melewati samping pesawat. Bahkan tubuh kekarnya tidak sanggup menahan payung besar yang dibawanya. Payung itu pun terlepas dan terbang menjauh.“Tidak perlu pakai payung,” ucap Ethan ketika pramugari memintanya menunggu payung berikutnya.Pria itu berjalan menuruni tangga pesawat dan sedikit berlari mendekati mobil mewahnya. Sopir Ethan segera menyodorkan handuk kecil untuk mengeringkan rambut pria itu setelah Ethan masuk ke dalam mobil.“Cepat jalan. Apa kau tahu dimana istriku?” tanya Ethan.“Nyonya pergi ke Mansion Stephenson, tuan. Dan belum kembali sampai saya berangkat kesini tadi,” sahut sopir itu lalu bersiap menjalankan mobil.Ethan mengangguk dan mengeluarkan ponselnya lagi. Sekali lagi Ethan mencoba menghubungi Megan, tapi lagi-lagi operator yang menjawabnya. M
“Ayo kita berangkat. Aku harus menjemput adikku yang pergi tanpa bilang-bilang. Tadi pagi dia bilang mau menenangkan diri ke rumah orang tua angkatnya. Moji dan Boni juga mengantarnya. Tahunya malah menghilang dan tidak bisa dihubung.”Gregory menunjukkan jalan menuju helipad di lantai paling atas mansion itu. Selama mereka berdua menaiki tangga, Gregory mendengarkan cerita tentang rencana Ethan untuk menghancurkan Celia. Pria itu sempat terkejut dan tidak menyangka kalau Celia memiliki seorang putri yang cantik.“Jadi dia sudah menikah dengan orang bule?” tanya Gregory ketika mereka sudah duduk di dalam helikopter.“Tidak. Mereka tidak menikah tapi punya anak. Yang seperti itu kan cukup legal disana,” sahut Ethan.Mereka tidak perlu berteriak untuk mengimbangi suara helikopter yang berisik. Masing-masing dari mereka sudah memakai headset dan bisa saling mendengar kata-kata satu sama lain.“Luar biasa. Rupanya wanita cantik yang terlihat polos dan lugu itu lebih parah dari yang kuduga
“Aku? Naik motor?”Belum selesai Ethan membayangkan dirinya duduk di atas motor, Gregory sudah menyeret pria itu mendekati motor security yang terparkir di depan mereka. Gregory menunjukkan kepada security, tempat yang akan mereka tuju melalui ponselnya dan security itu menganguk.“Saya tahu itu rumahnya Pak Romi, tuan. Silahkan dibawa saja motornya. Ditinggal disana juga tidak apa-apa. Saya kenal sama orangnya,” sahut security itu lagi.“Nah, kan. Ayo cepat. Naik.” Gregory sudah lebih dulu naik ke atas motor lalu bersiap menghidupkan motor matic itu.Ethan masih tampak ragu-ragu dan berniat menunggu mobil saja. Tapi Gregory kembali menarik tangannya dan memaksa Ethan naik ke boncengan motor.“Cepetan naik dan pegangan atau aku bawa pergi Megan sekarang juga,” ancam Gregory.Ethan pun mengangkat kakinya lalu duduk di boncengan motor yang cukup kecil untuknya. Kedua pria itu sudah siap meluncur menggunakan motor menuju rumah Ayah Romi. Sebelum mulai bergerak, Gregory memberikan ponseln
Wajah dan tubuh Ethan langsung basah kuyup terkena sirup dingin. Moji dan Gregory yang bersembunyi di luar, segera masuk ke dalam rumah. Bibi Vanti yang kebingungan melihat Moji sepertinya mengenal kedua pria kekar asing itu, menoleh pada Megan untuk minta penjelasan.“Megan, sebenarnya siapa pria ini? Kenapa Moji kenal sama mereka?” Bibi Vanti menunggu jawaban Megan yang nyengir kuda di belakangnya.“Dia--.”“Aku suaminya Megan, Bu,” sahut Ethan sambil mengusap rambutnya yang basah.Visual Ethan dengan wajah dan kemeja basah yang menunjukkan otot dadanya membuat Megan dan Bibi Vanti meneguk salivanya. Kapan lagi melihat pria tampan basah-basahan di depan mata, pikir Bibi Vanti malu sendiri. Wanita paruh baya itu buru-buru meletakkan gelas kosong di tangannya lalu mengambil tisu di atas meja.“Haduh, maaf banget loh. Kamu basah kuyup gini gara-gara bibi salah paham. Tapi bener kan kamu ini suaminya Megan? Nggak ngibul?” tanya Bibi Vanti dengan tangan menyentuh Ethan sembarangan.“Iya,
“Mas, kamu pakai baju dulu sana. Nanti kesini lagi. Aku kan sama keluargaku disini. Sana,” bujuk Megan sambil memakaikan bathrobe pada Ethan.“Nanti aku kesini lagi ya. Dan kamu harus tidur sekamar sama aku,’ pinta Ethan.“Iya, mas. Sudah sana dulu. Kalau nggak pergi, aku nggak mau ngomong sama kamu lagi,” ancam Megan.Sepeninggal Ethan dan Moji, Megan kembali berkumpul dengan keluarganya di ruang tengah. Bibi Vanti dan Ibu Susan sedang asyik menyiapkan bahan makan untuk besok pagi. Acara siraman akan dimulai jam sepuluh pagi dan dihadiri warga kampung itu.Megan memilih duduk di dekat Ayah Romi dan Boni yang sedang membantu melipat tisu. Sementara Paman Nando dan calon pengantin prianya, Aldi, hanya duduk-duduk santai tanpa melakukan apa-apa.“Mana suamimu, Megan?” tanya Paman Nando yang melihat Ethan keluar dari rumah itu.“Lagi ganti baju, paman,” sahut Megan sambil membantu Ayah Romi melipat tisu.Selain di dalam rumah, kesibukan juga tampak di depan rumah itu. Beberapa orang deko