Home / Pernikahan / Talak Aku, Mas! / 64. Sebuah Undangan

Share

64. Sebuah Undangan

Author: Zila Aicha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tes tersebut berlangsung cukup lama tetapi aku bersyukur karena bisa melewatinya meskipun tak yakin dengan hasilnya. Kami harus menunggu selama kurang lebih satu minggu lamanya untuk mengetahui apakah kami akan diterima atau tidak.

Aku yang mendapatkan giliran awal saat tes itu lalu pergi terlebih dulu karena aku juga harus segera mengajar di tempat lain. Aku masih memiliki beberapa murid privat sehingga aku masih harus tetap membagi waktu dengan baik.

"Good afternoon, Nadine," sapaku pada muridku yang masih berusia enam tahun.

"Good afternoon, Miss Zara," balasnya dengan senyum yang luar biasa manis.

"Let's go upstair!" ajak Nadine kepadaku.

Aku mengangguk. Gadis kecil itu telah terbiasa menggunakan bahasa Inggris di rumah sebagai bahasa berkomunikasi lantaran orang tuanya yang memang menginginkan anaknya itu lebih menggunakan bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.

Orang tuanya orang Indonesia asli tetapi memang salah satu dari mereka sering sekali ke luar negeri untuk keperluan bi
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Talak Aku, Mas!   65. Penjelasan Mama

    "Lho lha kenapa jadi kamu yang bingung, Ra?" ujar mama terlihat geli saat menatapku."Dimas itu nggak salah sama sekali, Ma. Zara juga nggak mau terjadi sesuatu yang buruk sama dia. Yang salah itu orang tuanya yang terlalu memaksanya tapi balik lagi, semua orang pasti mau anaknya itu mendapatkan jodoh yang terbaik kan, Ma. Mama juga gitu kan?" Mama kemudian menggelengkan kepalanya lalu membalas perkataanku, "Itu benar, Ra. Tapi bukan berarti terus menutup mata akan nasib anaknya sendiri. Kalau Mama boleh jujur sama kamu, dulu saat kamu bilang suka sama Gandhy, Mama sebenarnya nggak setuju."Aku cukup terkaget-kaget mendengar perkataan mama."Mama nggak setuju? Kenapa?"Mama menghela napas panjang, "Mama sepertinya harus menjelaskan tapi Mama mau ngomong seperti ini bukan untuk membuat kamu teringat akan masa lalu kamu tetapi agar kamu lebih ngerti apa yang Mama maksud tadi."Aku mengangguk paham, aku juga tahu nggak mungkin orang tuaku sendiri akan tega menyakitiku."Jadi, kenapa Mam

  • Talak Aku, Mas!   66. Datang Tidak?

    Sebenarnya aku tak ingin membahas masalah itu lagi namun melihat rasa penasaran ketiga temanku yang menunggu jawabanku itu, aku pun tak bisa menghindar dari topik itu."Itu undangan pernikahan Dimas," jawabku lirih.Marlina langsung saja berucap, "Nah, sudah aku duga nih tadi. Soalnya wajah kamu itu udah kelihatan beda banget waktu kita datang tadi.""Iya, padahal tadi waktu kita lagi video call wajahmu masih terlihat ceria kok," timpal Tya."Tapi kok cepet banget sih udah nikah aja? Bukannya kamu sama dia itu baru ya nggak ketemunya?" ujar Anindia dengan nada bingung.Aku mengangkat bahuku tanda aku pun juga tak mengerti."Ah, aku tahu. Orang tua Dimas pasti ketakutan kalau dia itu tetap nyari kamu makannya itu mereka ingin cepat-cepat nikahin Dimas sama wanita itu biar dia nggak bisa berkutik lagi," celetuk Tya.Anindia mencibir, "Sok tahu deh.""Loh, lah apa coba alasan yang paling tepat orang yang mau cepat-cepat nikah itu? Jelas-jelas nggak mungkin kan dia itu hamil duluan karena

  • Talak Aku, Mas!   67. Pernikahan Dimas

    POV DimasAku masih tak mengira jika kejadiannya akan seperti ini. Sekarang ini aku masih betah berada di dalam kamar usai para perias itu meriasku di acara pernikahanku nanti.Pernikahan yang sama sekali tak pernah aku inginkan dengan gadis yang bahkan baru saja aku kenal selama beberapa hari. Aku tak mengerti bagaimana bisa kedua orang tuaku memperlakukan aku hingga menekanku seperti sekarang ini. Tak pernah terbesit dalam pikiranku mereka berdua akan nekat menikahkanku dengan wanita yang jelas-jelas tidak aku suka.Masih hangat dalam ingatanku pertemuan terakhirku dengan gadis yang aku suka. Gadis yang telah mengisi hatiku selama beberapa tahun itu terlihat terpukul atas sikap kedua orang tuaku.Aku pun tak bisa menyalahkan dirinya jika dia pada akhirnya tak ingin memperjuangkan hubungan kami. Walaupun begitu, kadangkala masih ada sedikit harapan yang aku simpan jika dia menghubungiku.Sudah ratusan kali aku mencoba untuk menghubunginya tapi tak pernah ada balasan darinya. Aku jug

  • Talak Aku, Mas!   68. Salah Langkah?

    POV DimasAku tidak peduli lagi jika aku dianggap tak bertanggung jawab sebagai seorang suami. Usai resepsi pernikahanku dengan Cyntya, aku pun langsung berjalan menuju kamarku dan kemudian melepas semua pakaian itu lalu membersihkan diriku.Namun, begitu aku selesai berganti baju dan kemudian ke luar dari kamar mandi, aku melihat wanita yang baru saja menjadi istriku beberapa jam yang lalu itu ada di sana. Dia berkata, "Dimas, tolong bantu aku melepas gaun ini dong."Aku mendesah tapi aku tetap berjalan ke arahnya dan kemudian membantunya untuk melepaskan gaun itu. Dia kini hanya tinggal memakai kaos tipis dan juga celana pendek tapi aku justru memalingkan pandangan darinya."Aku capek, mau tidur," ujarku padanya.Cyntya menahan tanganku, "Ini malam pertama kita, Dimas. Kenapa kamu malah mau tidur?"Aku melepaskan tangan itu dari lenganku lalu menjawab dengan santai, "Aku sudah bilang sama kamu, jangan pernah terlalu ikut campur sama semua yang aku lakukan dan jangan meminta lebih."

  • Talak Aku, Mas!   69. Berpikir Ulang

    POV ZaraBeberapa hari yang lalu, percakapan kami mengenai perusahaan travel yang akan dikembangkan itu tak menemui titik temu sehingga aku pun mulai kembali lagi berusaha mencari pekerjaan.Telah aku kirim lamaranku ke berbagai perusahaan dan tak memilih-milih jenis perusahaan seperti apa. Tabunganku memang masih ada untuk beberapa bulan namun aku tak ingin bersantai karena kebutuhan anakku itu terkadang tidak terduga.Sebagai seorang ibu pasti tak ingin jika anaknya mendapatkan kekurangan dalam hal apapun sehingga aku pun juga bersikap demikian. Aku tak pernah bisa menolak jika anakku meminta sesuatu karena bagiku yang terpenting adalah kebahagiaannya tercapai."Kamu yakin mau lamar kerja lagi, Ra?" tanya Alea yang sedang berada di rumahku melihatku sedang mengetik lamaran menggunakan laptop."Ya mau gimana lagi, Al. Aku nggak mungkin kan hidup hanya mengandalkan tabungan?"Alea yang sedang tiduran di atas kasurku itu berkata, "Aku ada teman nih yang lagi butuh jasa tour guide. Kamu

  • Talak Aku, Mas!   70. Kedatangan Dimas

    Rupanya Alea tak jadi menginap di rumahku lantaran suaminya menjemputnya tak lama setelah itu. Aku lega sekali melihat ternyata mereka tak memiliki masalah. Agaknya Alea sangat beruntung sekali mendapatkan pria yang begitu bertanggung jawab seperti suaminya itu dan aku pun turut bahagia untuknya.Keesokan harinya, kira-kira pada pukul sepuluh pagi aku dikejutkan dengan kedatangan Dimas yang baru saja memarkirkan mobilnya di depan rumahku.Masih dipenuhi dengan rasa kagetku, segera saja aku berkata pada mama, "Ma, Tolong bilang sama Dimas kalau Zara nggak ada di rumah."Mama yang baru saja selesai memasak itu menjawab, "Kamu minta Mama buat bohong sama dia?"Aku yang sedang menggendong Fuchsia itu menyahut, "Ma. Dimas itu sudah jadi suami orang. Zara rasa nggak baik jika Zara itu nemuin dia. Zara nggak mau kalau dituduh jadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain."Mama menjawab, "Tapi menghindar itu bukanlah pilihan yang terbaik, Ra. Seharusnya paling tidak kamu temuin dia sekara

  • Talak Aku, Mas!   71. Rasa Sesal

    "Ma, Dimas. Dimas, Ma," ujarku sambil menangis tak terkira.Segala kesedihanku menguasai hatiku sekarang hingga aku bahkan tak tahu bagaimana caranya untuk mengungkapkannya.Yang aku rasakan adalah rasa kehilangan yang begitu amat dalam dan rasa penyesalan yang begitu menguat."Dimas kenapa, Ra?""Dimas kecelakaan, Ma. Dia meninggal dan sebentar lagi mau dimakamkan."Aku kembali menangis di pelukan mama. Aku tak bisa menahannya karena memang jauh di dalam lubuk hatiku aku sangat merasa kepergiannya jadi sebuah pukulan berat untukku."Innalilahi wa innalillaihi ro jiun," ujar mama."Zara mau ke sana, Ma. Zara titip Fuchsia.""Tunggu, Nduk. Kamu mau ke sana sendirian? Kamu nggak apa-apa sendiri? Apa kamu nggak ajak teman kamu aja?" ucap mama.Aku menggigit bibir bawahku dan kemudian langsung saja menghubungi Alea yang masih berada di kota ini. Dan hebatnya lagi, Alea malah berkata akan menjemputku dan benar saja dia datang dalam waktu 15 menit kemudian.Alea sudah bisa menyetir mobil se

  • Talak Aku, Mas!   72. Usaha?

    "Kamu ini ngomong apaan sih, Ra? Sudah, ini jelas bukan salah kamu. Kamu sama Dimas itu hanya korban keegoisan orang tua Dimas. Kalaupun ada yang bisa disalahkan atas kejadian ini ya orang tuanya sendiri. Tapi sekali lagi, meskipun semuanya terjadi seperti ini, kematian manusia itu mutlak menjadi rahasia Allah."Alea berhenti sejenak setelah mengatakan hal itu kepadaku.Aku terpaku saat dia mengatakannya karena jujur saja sekarang ini hatiku sedang kacau luar biasa jadi bahkan aku tak bisa berpikir jernih mengenai hal apapun termasuk akan ketetapan Allah."Berhentilah menyalahkan diri kamu sendiri dan bertanya-tanya kenapa semua ini sampai terjadi karena jika kamu melakukannya berarti kamu sama dengan mempertanyakan apa yang sudah menjadi ketentuan Allah. Kamu ngerti kan, Ra?" ucap Alea dengan ekspresi tenang sambil menatapku dengan sorot matanya yang terlihat sedih itu.Aku mengangguk lalu mulai mencoba untuk menguatkan hatiku sendiri sebelum akhirnya mulai makan. Alea benar, aku har

Latest chapter

  • Talak Aku, Mas!   98. Akhir

    "Ya. Aku tentu menyukainya, Ndy. Karena kalau tidak, mana mungkin aku mau menikah dengannya," ujarku yang telah tak bisa lagi membiarkan Gandhy terus-menerus menggangguku.Saat aku mengatakannya, wajah Gandy terlihat mengeras. Dia terdiam beberapa saat lamanya sampai aku lelah sendiri menunggunya sehingga aku berkata, "Aku kerja dulu ya, Ndy. Kalau mau ketemu Fuchsia, kamu tunggu aja. Dia udah bangun kok."Saat aku melangkah, ia mendadak berkata, "Maafin aku ya, Ra! Atas semua masalah yang aku timbulkan. Mungkin ini waktunya aku menyerah."Aku tertegun, tentu saja. Tak pernah terkira aku akan mendapatka permintaan maaf dari Gandhy yang notabene adalah orang yang anti sekali mengakui kesalahannya dan malah seakan tak pernah merasa bersalah padahal telah berbuat salah. "Aku benar-benar minta maaf atas tindakan dan sikap aku yang telah membuatmu terganggu selama ini, Ra. Aku tahu aku pasti udah bikin kamu nggak nyaman. Aku hanya masih sulit menerima jika kamu akan menjadi milik orang la

  • Talak Aku, Mas!   97. Keterbukaan

    Jawaban dari pertanyaan Aaron tentu saja adalah iya. Namun, tentu aku tak langsung berkata lantang mengenai hal itu. Aku memilih untuk menyimpan keraguan kepadanya dan bertanya tentang hal lain, yang mungkin bisa saja membuat kepercayaanku kembali lagi."Aaron, saya bukannya meragukan kamu. Tapi ada sesuatu yang mengganggu pikiran saya," jawabku.Aaron membalas, "Apa? Beritahu saya, Zara!"Aku tersenyum tipis, "Boleh saya jujur sekaligus bertanya sama kamu?""Tentu saja boleh. Bukankah kita sebentar lagi akan hidup berdua? Kamu berhak bertanya hal apapun."Kuanggukkan kepalaku sebelum kemudian berkata pelan, "Tadi salah satu teman kerja aku, menemukan akun instagram lama kamu. Dan saya agak terkejut kamu nggak pernah menceritakan itu sama saya. Pertanyaan saya, kenapa kamu menyembunyikan hal itu dari saya?"Saat aku mengamati Aaron, jelas sekali ekspresi wajahnya yang tadi tampak tenang itu kini terlihat gusar."Jadi, kamu sempat melihatnya?" tanya Aaron.Aku mengangguk sekali lagi.A

  • Talak Aku, Mas!   96. Rencana Aaron

    "Ya dijual. Aaron bilang itu restorannya harus dijual," jawabku."Hah? Dijual? Apa nggak rugi? Nggak sayang, Ra?" tanya Andindia yang mengerti bagaimana susahnya menjalankan sebuah usaha. Aku sangat paham akan hal itu. Terlebih lagi kulihat sorot matanya ada sebuah ketidakrelaan yang ia perlihatkan dengan jelas."Iya pasti sayang banget, Nind. Tapi itu udah jadi keputusan dia jadi ya aku nggak bisa ikut campur," jawabku.Tya berdecak, "Lha apa nggak ada sanak saudaranya yang bisa mengurus usahanya itu, Ra? Aku masih agak gimana gitu kalau dijual."Aku menjawab, "Keluarganya yang lain itu punya usaha-usaha sendiri jadi ya nggak ada yang urus.""Walah. Sayang banget!" seru Anindia.Marlina bertepuk tangan, "Semua itu dilakukan demi perasaan yang dinamakan 'Love'. Ah, aku iri sekali jadinya sama kamu, Ra. Dicintai dengan begitu besar sama lelaki yang rela melakukan apapun demi kamu. Wow, that's so sweet, you know."Aku hanya diam, agak malu."Kamu benar-benar sangat beruntung banget, Ra.

  • Talak Aku, Mas!   95. Alasan Zara

    "Ya ngapain juga aku bohong sama kamu, Al. Aneh-aneh aja kamu tuh," sahutku cepat.Kulihat Alea tersenyum, "Duh, dia tuh idaman banget, Ra."Aku menaikkan sebelah alisku menatap Alea, menunggu ia melanjutkan kata-katanya.Alea yang selalu dengan mudah memahami arti dari setiap sikapku itu langsung saja berkata, "Dia sangat dewasa, Ra. Ini nih ya, kalau cowok lain ya dia pasti akan berantem sama Gandhy. Terus kamu juga akan ditekan buat lebih tegas sama Gandhy dan malah bisa-bisa dia nggak kasih izin sama Gandhy buat ketemu Fuchsia."Aku sedikit terkejut mendengar apa yang dikatakan Alea."Tapi, Al. Aku lihat banyak juga kok yang bersikap kaya Aaron. Banyak juga yang masih kasih izin buat mantan suami ketemu sama anak hasil dari pernikahan si istri sebelumnya. Lagi pula, kan nggak ada hak dia larang-larang," ujarku.Alea menjawab, "Langka, Ra. Swear deh. Kamu cari tuh cowok macam Aaron di belahan dunia lain, pasti kamu kesulitan nyari."Aku terdiam. Alea melanjutkan, "Yakin deh. Kamu i

  • Talak Aku, Mas!   94. Putus Asa

    "Duh, memang ngomong sama kamu itu susah banget ya," ujarku putus asa, merasa sagat percuma berbicara dengan Gandy sekarang."Zara, aku itu hanya mau yang terbaik buat Fuchsia."Aku menggelengkan kepalaku."Kamu bahkan nggak tahu apa yang terbaik bagi Fuchsia. Kamu hanya memikirkan tentang dirimu sendiri. Kamu nggak pernah mau tahu mana yang baik dan buruk bagi Fuchsia," ujarku."Yang terbaik bagi Fuchsia itu ya dia hanya dekat dengan papa kandungnya saja."Aku tertawa. Tawa hambar yang kuperlihatkan pada Gandhy."Seharusnya kamu melakukan hal itu sejak dua tahun lalu. Bukannya baru berbicara sekarang. Ke mana saja kamu saat itu? Kamu aja nggak peduli sama anak kamu kok," ujarku."Kenapa sih kamu mengungkit hal itu lagi, Ra? Kamu masih dendam kepadaku?" tanyanya.Tak percaya aku dengan perkataanya yang semakin membuatku ingin sekali dia segera saja pulang dari rumahku."Lebih tepatnya aku heran bagaimana bisa kamu yang telah melakukan kesalahan besar tapi tak mau berkaca dan instropek

  • Talak Aku, Mas!   93. Keegoisan

    "Ada apa ke sini?" tanyaku sinis.Sengaja aku langsung menyambutnya. Hal ini bukan karena aku senang bertemu dengannya tapi karena aku masih sangat kesal sekali dengannya. Ini tentu berkaitan dengan pertemuan kami yang terakhir kemarin. Pertemuan yang membuatku muak karena kedatangan Deva yang tiba-tiba dan mengacaukan mood-ku."Loh kok ada apa sih, Ra? Kan kata kamu kemarin aku boleh datang jenguk Fuchsia kapan aja. Kamu bilang nggak akan halangin aku buat ketemu dia," ujarnya baru saja melepaskan helm."Ya, tapi bukan berarti terlalu sering. Mending kamu bikin jadwal aja deh. Bisa kan?" tanyaku.Gandhy menyahut, "Oke, nanti aku akan bikin jadwak biar kita sama-sama nyaman."Gandhy kemudian melirik ke arah bagian sepatu, "Ada tamu ya?""Ya. Ya sudah masuk aja."Gandhy kemudian masuk dan langsung saja bertatap muka dengan Aaron yang sedang main dengan Fuchsia. Namun, Gandhy memutus pandangannya dan langsung beralih melihat Fuchsia."Fuchsia, Sayang."Fuchsia mendekat ke arah Gandhy. "

  • Talak Aku, Mas!   92. Rencana Masa Depan

    "Nggak apa-apa, Ma," sahutku malu luar biasa."Assalamualaikum," ujar Aaron yang diiikuti oleh kedua orang tuanya."Waalaikumsalam," jawab kami bersamaan."Mari masuk!" ajak papa.Dan setelah itu, kurasa aku tak akan pernah lagi memiliki waktu untuk memikirkan hal lain selain memikirkan masalah Fuchsia dan juga orang baru yang telah menyatakan dirinya ingin segera menikahiku.Perbincangan itu pun bergulir dengan begitu santai. Tak pernah aku sangka jika ternyata kedua orangtua Aaron juga bisa berbahasa Indonesia dengn sangat baik sehingga tak ada masalah komunikasi yang terjadi antara orangtuaku dan orangtua Aaron. Sebagai seorang wanita yang sedang dilamar, aku tak terlalu banyak bersuara. Aku hanya akan berbicara ketika ditanya, seperti Aaron. Namun, hal lain yang membuatku masih agak terkejut adalah Fuchsia yang terlihat begitu nyaman duduk di sebelah Aaron. Sesekali dia berinteraksi dengan Aaron. Dan aku sempat melihat wajah hangat yang diitunjukkan oleh Mama Aaron."Sangat cant

  • Talak Aku, Mas!   91. Debat Kusir

    "Hei, please deh. Jangan ribut di rumah orang!" ujarku yang sudah malas sekali melihat drama yang terjadi di hadapanku sekarang ini.Deva terlihat menoleh ke arahku, "Ini semua gara-gara kamu, Ra. Kalau memang benar apa yang dikatakan sama Gandhy. Berarti kamu yang paling salah di sini."Semakin aku tidak mengerti apa lagi yang dipikirkan oleh wanita ini. Aku hanya menghela napas bosan sebagai sebuah tanggapan. Gandhy berkata, "Dev, kenapa sih kamu nggak berhenti nyalahin Zara. Dia itu nggak salah apa-apa. Dia bahkan nggak pernah menghubungi aku. Aku yang mau ke sini.""Iya. Tapi kalau Zara nggak berniat menghancurkan hubungan aku sama kamu, dia seharusnya nggak menerima kamu di sini, Ndy. Dia harusnya menolak kamu dan menutup komunikasi dengan kamu. Tapi apa nyatanya. Dia malah mempersilahkan kamu buat datang ke sini dan malah ngobrol berdua. Apa itu namanya kalau nggak mau hancurin hubungan kita? APA!?" teriak Deva.Aku tertawa sinis. Deva dan Gandhy langsung menoleh ke arahku. Kut

  • Talak Aku, Mas!   90. Kekacauan

    "Nggak apa-apa, Ma. Zara nggak apa-apa kok," jawabku."Beneran, Ra? Kamu yakin?" tanya mama, terlihat tidak yakin saat menatapku.Aku mengangguk, "Zara baik-baik aja, Ma. Hanya kesal aja sih, Ma.""Dia ngapain aja, Ra? Kamu diapain aja sama dia?" tanya mama seperti menginterogasiku.Aku tersenyum kepadanya, "Nggak diapa-apain kok, Ma. Zara cuman tadi ngobrol sama di. Gitu doang.""Ngobrolin apa sampai kamu tuh kelihatan nggak semangat banget kaya tadi, Ra?""Dia nuduh Zara sudah bikin Gandhy nggak perhatian sama dia. Dia juga bilang kalau Zara itu yang pengaruhi Gandhy dan ingin balik sama dia," jelasku.Mama sontak berkata dengan ekspresi kaget tapi lebih terkesan jengkel, "Kok bisa dia mikir begitu? Apa dia kira kamu masih suka sama Gandhy? Aneh banget.""Kayanya begitu. Dia itu ngira Zara belum menikah lagi karena masih suka sama Gandhy dan berharap kembali sama si Gandhy, Ma.""Astagfirullah. Apa dikiranya semua orang itu suka sama si Gandhy apa? Dia pikir Gandhy udah paling-palin

DMCA.com Protection Status