Share

Bab 4 - Rencana Awal

Penulis: Guardiangel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu baik-baik saja?"

Mendengar pertanyaan suaminya, Kana tersenyum kecil. Ia menyukai nada khawatir yang terselip dalam suara Dirga–kekhawatiran yang sama seperti yang ia dengar ketika Helena pingsan tadi.

"Aku baik-baik saja," jawab Kana. Tentu saja, mendapatkan perhatian dan perlakuan manis suaminya membuat Kana merasa lebih baik dalam waktu singkat. "Jangan khawatir."

Tanpa mengatakan apa pun lagi, Dirga hanya memandang Kana yang tampil dalam balutan jubah tidur berbahan satin, menampilkan tulang selangkanya dengan jelas.

Selewat beberapa saat, pria itu menyibak selimut, menyambut Kana untuk bergabung dengannya di tempat tidur.

Sang istri tersenyum, lalu memeluk tubuh suaminya. Tampaknya malam ini pun, Dirga akan tidur bersamanya.

"... Helena tidak apa-apa?" gumam Kana.

"Kamu lihat sendiri tadi."

Maksud Kana bukanlah mengenai kondisi fisik Helena, melainkan reaksi kakak madunya tersebut mengenai kabar kehamilan Kana. Meskipun, memang, respons Dirga bisa dijadikan jawaban pada kedua pertanyaan tersebut.

“Ada apa?” tanya Dirga kemudian ketika Kana tidak menyahut. Pria itu menyelipkan rambut Kana ke belakang telinga istrinya tersebut, agar tidak menghalangi pandangannya ke leher jenjang Kana. “Apakah ada yang mengganggumu?”

“Tidak,” jawab Kana cepat. Dia sedang menimbang-nimbang untuk mengatakan tentang Helena yang berpura-pura sakit atau tidak. Ia berpikir bahwa mungkin istri pertama Dirga tersebut hanya ingin perhatian dari si suami–dan ia mencoba memakluminya. Kana tahu seberapa berharganya perhatian seorang Dirga Dewantara ini.

Toh, Kana tidak memiliki bukti.

“Lalu?” tanya Dirga lagi.

Kana menggeleng. “Tidak,” ulangnya. Ia berusaha memilah kata-katanya dengan baik. “Aku … sedikit terkejut dengan ucapan selamat dari Helena. Namun, sepertinya aku hanya terlalu jauh berprasangka."

"Helena … juga menantikan kehamilanku, bukan?" Kana melanjutkan. Ia menatap suaminya yang tengah meredupkan lampu meja, mengingat bagaimana Helena memperlakukannya tadi. "Lalu, aku berpikir mengenai alasan Helena melakukan hal itu. Kesimpulanku adalah, meskipun Helena menolak untuk hamil, ia ternyata tetap menginginkan yang terbaik untuk kamu."

Perempuan itu tidak menyadari bahwa otot tubuh Dirga sedikit menegang ketika mendengar kalimat tersebut meluncur dari bibirnya. Kana mendekat dan memeluk tubuh suaminya, bersiap untuk tidur.

“Seorang anak, Ga. Kamu benar-benar menginginkannya, kan?”

“Hm.” Dirga bergumam pelan. Ia tidak menyahut atau berkata apa pun hingga Kana terlelap di pelukannya. Pikirannya kabur antara Helena, janji pernikahan mereka, dan betapa menggodanya Kana yang kini ada dalam genggamannya.

Ada sesuatu yang bergejolak dalam diri Dirga, membuatnya ingin menyentuh wanita di depannya. Akan tetapi Kana sudah hamil, jadi dia sudah tidak perlu lagi menyentuh perempuan ini.

‘Sial’, batin Dirga Dewantara, mendadak merasa frustrasi. Lamunannya berhenti ketika tiba-tiba pintu kamar Kana diketuk tiga kali.

Perlahan, Dirga memisahkan dirinya dari Kana yang telah tidur dan bangkit untuk membuka pintu. Ia tahu siapa itu; Sasmi. Asisten rumah tangga yang loyal tersebut pasti diperintahkan oleh Helena untuk menjemputnya.

Tanpa banyak bicara, Dirga langsung pergi dan menutup pintu, meninggalkan Kana sendirian di kamarnya.

***

“Halo,” sapa Helena dengan senyum manis ketika Dirga masuk ke kamarnya. Ia bangkit berdiri di samping tempat tidur. “Aku harap aku tidak mengganggu waktumu bersama Kana.”

Dirga menghela napas. “Helen,” gumamnya. Ia menghampiri istri pertamanya.

Namun, Helena mengangkat tangannya dan menghentikan langkah suaminya tersebut.

"Mandi dulu," ucap Helena. Ia tidak mau mencium wangi parfum Kana dari suaminya

Akan tetapi Dirga bergeming. “Helen,” panggil pria itu lagi. “Bagaimana perasaanmu?”

Mendengar hal itu, Helena mengernyit, bingung. "Maksud kamu?"

Tanpa mengatakan apa pun selama beberapa saat, Dirga menatap istri pertamanya.

"Bagaimana perasaanmu setelah mendengar kabar kehamilan Kana?" tanya Dirga kemudian.

Helena terdiam sejenak sebelum akhirnya menghela napas pelan. “Seperti yang sudah kukatakan tadi, ini adalah kabar bahagia,” ucap Helena kemudian. “Aku mengatakannya bukan hanya sebagai basa-basi."

Perempuan itu menunduk, menghindari pandangan Dirga dan mengelus perut ratanya pelan dengan ekspresi sedih.

"Sebenarnya, lebih tepat jika mengatakan aku merasa lega," lanjut Helena kemudian. "Karena aku tidak bisa memberikanmu keturunan, aku bersyukur akhirnya kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.”

Dirga mendekati Helena yang tengah duduk di tepi tempat tidur dan merengkuh istri pertamanya tersebut dari samping. Selanjutnya, ia mengusap lengan istrinya tersebut dan mengecup puncak kepala Helena dengan lembut.

“Ide ini sungguh gila,” gumam pria itu pelan.

Helena langsung mengangkat kepalanya mendengar ucapan suaminya. “Dirga, tidak ada cara lain,” katanya. Nada bicaranya tidak terdengar sedih seperti sebelumnya. “Kita sudah membicarakan soal ini sebelumnya.” Helena menghela napas berat. "Apakah kamu berubah pikiran?”

Bibir Dirga melengkung ke bawah setelah mendengar pertanyaan dari istrinya tersebut. “Apa maksudmu?”

“Kamu tidak jatuh cinta pada Arkana, bukan?”

Kini, Dirga melihat bagaimana ekspresi Helena mengeras, tetapi matanya mengembun. Istri pertamanya itu tampak tidak terima dan tersinggung. Namun, Dirga juga bisa melihat kekhawatiran dan kesedihan di sana–

–yang nyaris mengingatkan Dirga pada ibunya.

“Helen.” Dirga akhirnya merespons. Ia menghela napas berat sembari membelai rambut Helena. “Kamu berpikir terlalu jauh.”

Helena menatap suaminya. Ya, ia yakin Dirga tetap akan mengutamakannya, meskipun beberapa kali Helena tidak bisa membaca tindakan Dirga–seperti tadi saat pria itu tiba-tiba bersikap perhatian pada Kana. Namun, Helena berpendapat kalau bisa saja Dirga masih terbawa perasaan sebagai calon ayah.

Andai saja Helena bisa memberikan anak pada pria yang ia cintai tersebut ….

“Helen?” Pelukan Dirga lebih erat, merengkuh Helena lebih dekat. Sepertinya pria itu menyadari ekspresi Helena yang semakin murung. “Jangan khawatir.”

Sang istri pertama menggigit bibir. “Kamu janji akan menceraikannya setelah ia melahirkan,” bisik Helena, menagih janji Dirga sebelum pria itu melangsungkan pernikahan untuk yang kedua kalinya.

Dirga diam sejenak sebelum pada akhirnya menyahut, “Ya.”

Untung bagi pria itu, jawabannya membuat Helena sedikit tersenyum tanpa mengetahui bahwa saat ini, yang ada dalam kepala Dirga adalah bayangan Kana yang sedang mengenakan gaun tidur berbahan satin tadi.

***

Pagi ini tidak dimulai dengan baik seperti biasanya bagi Kana karena ia terbangun tiba-tiba lantaran rasa mual mengocok perutnya, membuat Kana langsung berlari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan ke dalam kloset kamar mandi.

“Arkana?”

Kana sedikit menoleh dan mendapati sang suami berdiri tepat di belakangnya. Dirga terlihat cemas. Pria itu mengumpulkan helai-helai rambut Kana yang tergerai dan memegangnya agar rambut hitam istri keduanya tersebut tidak terkena muntahan pemiliknya.

Pria itu muncul dalam balutan kemeja hitam polos, dengan dua kancing teratasnya masih terbuka tersebut. Dasi warna merah marun tersampir begitu saja di tengkuknya–Kana mencatat dalam otaknya sebelum ia kembali muntah ke dalam kloset.

“Kubantu berganti baju. Ayo kita ke rumah sakit.”

Kana menggeleng kuat, menolak ajakan suaminya. “Tidak apa-apa. Ini hanya morning sickness biasa,” sahutnya setelah berkumur, membersihkan sisa-sisa muntahan dari dalam mulutnya. “Ini normal, kata dokter. Kita hanya akan ditertawakan apabila ke rumah sakit untuk ini, sehari setelah aku dinyatakan hamil.”

Dirga cemberut dan bagi Kana, hal tersebut membuat paginya tidak begitu buruk.

Setelah mencuci tangan dan mengeringkan tangannya yang basah, Kana berbalik menghadap suaminya. Selanjutnya, ia mengancingkan kemeja Dirga dan memasangkan dasi pada pria tersebut sementara Dirga dengan nyaman menempatkan kedua tangannya di pinggul Kana.

Sayangnya, kemesraan sepasang suami istri tersebut lagi-lagi harus dirusak oleh ketukan pintu.

“Tuan, ada tamu mencari Nyonya Kana.” Sekali lagi, Sasmilah yang menjadi dalangnya.

Kana mengernyit, heran dan sedikit bingung tentang identitas tamu yang mengunjunginya sepagi ini–apalagi ini merupakan kediaman suaminya. “Siapa?” tanyanya usai bertukar pandang dengan suaminya.

“... Tuan Barra Mahendra. Adik Arka– Nyonya Kana.”

Guardiangel

Wah! Tokoh baru nih, teman-teman. Apa ya peran Barra di sini?

| Sukai
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
maaf kan aku thorr lupa aku lagi asik baca jgn lupa antara Helena dan Arkana......siapa yg hamil ternyata Arkana yg hamil
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
jadi lupa mau komen apa di bab 2 atau bab 3 y kirain akun Helena yg teryata Arkana to
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 5 - Barra Mahendra

    Seorang pria dengan kemeja putih mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu, mengamati interior kediaman Dewantara dengan ekspresi muram. Bibirnya melengkung ke bawah dan ada kerutan tipis di dahi, sementara kedua tangannya berada di dalam saku celana, seakan-akan kemewahan ruangan tersebut tidak mampu menyenangkan hatinya. “Barra?” Perlahan, pria itu memutar badannya ke sumber suara ketika mendengar namanya disebut. Kala netra cokelat tersebut bertemu dengan sepasang mata hitam milik Kana, sorot mata dingin itu sejenak berubah hangat, meskipun masih tidak ada senyum di bibirnya. “Kak …,” balas Barra dengan suara rendah. Kana bisa menangkap kekecewaan dalam satu kata tersebut. Meskipun merupakan saudara angkat, hubungan Barra dan Kana baik, bahkan bisa dikatakan erat. Sejak kecil, keduanya nyaris tidak bisa dipisahkan. Barra yang lahir setahun setelah keluarga Mahendra mengadopsi Kana lebih sering menghabiskan waktunya dengan sang kakak dibanding dengan orang tua

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 6 - Kecurigaan sang Adik

    “Barra!” Kana refleks membentak adiknya itu, membuat Barra menoleh ke arah kakaknya. Dia tidak menyangka Barra akan bersikap tidak sopan kepada Dirga. “Habis,” ucap pria yang lebih muda tersebut sembari menoleh pada Kana. Senyum miring yang tadi ia berikan pada Dirga seketika berganti dengan senyum tanpa dosa. “Rasanya aneh kalau laki-laki memanggil laki-laki lain dengan sebutan ‘kakak’.” Kana menghela napas. “Tapi, Bar–” “Sudahlah, Kana,” sela Dirga dengan suara tenangnya. Wajah pria itu masih saja dingin dan tidak terbaca. “Aku tidak masalah.” Meskipun suaminya sudah mengizinkan, tetap saja Kana merengut karena menganggap adiknya tidak sopan. Ia menyayangkan hal tersebut lantaran ini adalah pertemuan pertama Dirga dan Barra, dua pria yang Kana harapkan untuk akur ke depannya sebab keduanya adalah sosok-sosok paling berharga dalam hidup Kana. Dirga menyaksikan Kana yang tengah cemberut dan hal itu tanpa sadar mengundang senyum tipis di bibir putra pertama Keluarga Dewantara terse

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 7 - Hasil Mencuri Dengar

    “Sa-saya, Tuan?” Sasmi tergagap. Ia menunduk dalam-dalam. Sorot mata Dirga begitu tajam dan menusuk, membuatnya ciut.“Aku tidak suka mengulangi kata-kataku.” Dirga langsung berbalik dan menghampiri Kana setelahnya, tanpa memedulikan Sasmi yang membungkuk hormat sebelum undur diri, kembali ke dapur. “Sudah tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian sembari menyodorkan segelas air putih pada istri keduanya. Berbeda ketika ia bicara dengan Sasmi tadi, nada suara Dirga terdengar lebih lembut dan hangat. Sorot matanya juga lebih ramah.Dengan ragu, Kana menurunkan tangan yang menutupi hidung dan mulutnya sejak tadi. Perasaan mualnya menghilang begitu saja. Dengan tenang, perempuan itu meneguk air putih yang disodorkan Dirga sementara dengan tangannya yang bebas, suaminya tersebut merapikan anak rambut Kana dengan hati-hati.Tepat seperti dugaan Dirga, Sasmilah penyebab Kana merasa mual sebelumnya. Beruntung tadi Dirga mampu menghubungkan kondisi istri keduanya tersebut dengan informasi yang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 8 - Patah Hati

    “Dirga?” Kana memanggil sang suami. Dia mencengkeram ujung pakaiannya. “Dirga, yang Barra bilang–” "Aku tidak tahan lagi,” gumam Dirga secara mendadak. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap marah sosok Barra. “Apa maksudmu?” Suara Dirga terdengar dingin ketika menyahuti ucapan Barra, membuat Kana langsung terdiam. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Ia menyadari bahwa sedetik setelah suaminya mendengar pertanyaan itu, aura yang menyelimuti tubuh pria itu berubah gelap dan mengerikan. Namun, walaupun demikian, Barra tidak takut. Pria itu memandang lurus kepada suami kakaknya itu. "Aku pikir pertanyaanku mudah dipahami," balasnya. “Apa kamu menikahi kakakku hanya untuk seorang anak?” Ada rasa marah yang tersirat dari nada bicaranya. "Tidak ada masalah dengan pertanyaanmu," sahut Dirga. "Yang tidak bisa kupahami adalah sikapmu." Dirga dengan jelas tidak dapat mengiakan pertanyaan Barra. Tidak hanya pria di hadapannya ini akan menghajarnya, Dirga juga bisa mema

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 9 - Drama Istri Pertama

    “Helena, hentikan!” Suara Dirga terdengar keras, kentara terkejut dengan apa yang baru saja istri pertamanya lakukan. Baru saja Dirga pulang dari kantor dengan niat membawa Kana berkonsultasi ke dokter. Namun, niatan tersebut terhenti lantaran Helena berkata ingin bicara dua mata dengan pria itu. Tidak pernah dia duga bahwa Helena akan tiba-tiba memojokkannya, mendorong Dirga ke tempat tidur dan mencium pria itu setelah ia duduk di pangkuan sang suami. Terkejut, Dirga berusaha dengan lembut mendorong Helena menjauh. Akan tetapi, tingkah Helena justru makin menjadi hingga Dirga harus mendorong wanita itu dengan kuat dan menarik dingin dengan paksa. “Apa yang kamu pikir kamu laku–” Belum sempat Dirga menyelesaikan ucapannya, Helena terlebih memotongnya, "Kamu jatuh cinta pada Arkana.” Itu tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan pernyataan. Dirga membeku, menampakkan wajah terkejut. "Kenapa diam, Dirga?” tekan Helena dengan air mata menuruni wajahnya. “Itu alasan kamu menola

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 10 - Tamu Tak Diharapkan

    “Jangan pernah mengungkit hal ini lagi,” titah Dirga dengan tatapan dingin. “Aku akan anggap percakapan ini tidak pernah terjadi,” imbuh pria itu seraya mengendurkan dasi yang melingkari lehernya. Dirga berdiri, kemudian berjalan ke pintu, meninggalkan Helena yang tidak berani menahannya pergi. “Lagi pula," kata Dirga sebelum keluar. "Kamu harus ingat, Helen. Pernikahan ini adalah perintah darimu.” *** "Arkana?" Kana mendongak ketika mendengar suara tersebut dan terkesiap karena melihat suaminya. Mata perempuan itu turut melebar, tanpa bisa ditahan. Sejak tadi ia menunggu Dirga di kamar karena suaminya tersebut mengajaknya untuk pergi konsultasi ke dokter. Meskipun melalui telepon Dirga mengatakan bahwa ia akan sampai dalam beberapa menit, pria itu tidak kunjung datang. Kana tidak tahu apa yang terjadi hingga Dirga muncul dengan penampilan berantakan seperti ini. Belum lagi ekspresi pria yang biasanya tampak dingin dan tenang tersebut kini terlihat– Seperti malam itu, ketika D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 11 - Perintah Kakek

    “Ah.” Kana tertegun mendengar kalimat tersebut keluar dari si wanita asing, sebelum kemudian tersenyum ramah. “Halo.” Sebelumnya, Kana tidak pernah bertemu dengan wanita tersebut, mengingat pernikahan kecilnya hanya dihadiri segelintir orang–bahkan keluarga Dirga pun tidak hadir. Istri kedua Dirga itu berniat menghampiri sang tamu untuk bersalaman, tetapi Dirga menahan Kana agar tetap di sebelahnya. “Ibuku sudah meninggal,” kata Dirga dengan suara dinginnya, membuat Kana menoleh pada pria itu seketika. Perempuan itu bisa melihat kebencian pada sorot mata suaminya. Tentunya Kana tahu bahwa ibu kandung Dirga sudah meninggal. Pria itu sempat menyinggungnya sebelum mereka menikah. Kana juga sempat menduga bahwa hubungan suaminya dengan ayah serta sang ibu tiri tidak terlalu baik, tetapi ia tidak menyangka bahwa Dirga membenci ibu tirinya. Kana tidak pernah berpikir Dirga memiliki emosi negatif sekuat itu. Namun, kembali lagi–suaminya tersebut memang sedikit rumit. Sementara itu, sang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 12 - Perasaan yang Tumbuh

    "Oh. Lama tidak bertemu, Helen." Langkah Helena terhenti ketika mendengar suara yang tidak asing itu. Benar saja. Elia sedang duduk dengan santainya di sofa ruang tamu. Wanita paruh baya itu tersenyum sembari melambaikan tangan. 'Apa yang wanita itu lakukan di sini? Di mana Dirga?' batin Helena. "Suamimu tadi pergi bersama istri keduanya," ucap Elia seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Helena. "Kamu dan Dirga sama saja. Bagaimana bisa kalian tidak membalas sapaanku?" Mendengar hal itu, Helena memasang senyum pura-puranya dan duduk di hadapan Elia. Tidak ada untungnya bersikap tidak ramah apabila Dirga tidak di rumah. "Selamat malam, Tante." Elia mendengus. "Memang hanya Arkana yang ramah padaku di sini ya. Sayang sekali dia sedang pergi kencan dengan Dirga." Helena tetap berusaha tersenyum meskipun mendengar informasi baru tersebut. Meskipun terakhir kali Dirga memarahinya dan sekarang sudah cukup larut. Helena akan menghubungi suaminya tersebut setelah ini, tetapi ia harus b

Bab terbaru

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 15 - Ancaman yang Masih Belum Hilang

    "Astaga, Kana!"Elia tidak menyangka bahwa ia bisa membodohi istri kedua Dirga semudah ini. Ternyata memang benar, paling baik memanglah bersandiwara sebagai seorang ibu bagi sosok yang tidak pernah mendapatkan figur ibu dalam hidupnya.Buktinya, Kana jatuh dengan mudah. Elia bisa membuat perempuan itu melakukan hal-hal yang ia inginkan sampai akhirnya Kana kelelahan, meskipun Elia harus meminta beberapa orang suruhan untuk menjadi temannya dan membuat Kana makin tertekan.Namun, toh, hal tersebut berhasil.Dengan begini, Elia bisa dengan mudah menyingkirkan janin yang ada di perut Kana. Tanpa calon bayi itu, Dirga tidak akan memenuhi syarat menjadi penerus Keluarga Dewantara. Dengan sedikit dorongan lagi–"Jika terjadi sesuatu pada mereka, aku akan membuatmu membayar dengan harga yang pantas."Celakanya bagi Elia, Dirga datang saat itu bersama beberapa orang penjaga yang langsung mencengkeram kedua lengan Elia dan membawa wanita paruh baya itu menjauh, sementara Dirga mengangkat tubuh

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 14 - Apa yang Ia Rencanakan?

    Dirga baru masuk ke dalam mobil dan berniat pergi ke tempat istri keduanya ketika ponsel pria itu berdering. Kata ‘Kakek’ muncul di layar, membuat mata hitam Dirga berkilat marah. Tidak ada yang sesuai dengan keinginannya sejak pagi. Bahkan tampaknya Kana yang ia peringatkan sebelumnya pun kini mengabaikannya dan bergabung dengan istri kedua sang ayah. Dirga harus mengurusnya nanti.“Kakek,” sapa Dirga singkat setelah ia mengangkat panggilan tersebut. Pria itu mendengarkan suara lawan bicaranya di ujung lain saluran telepon selama beberapa waktu. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat hingga buku-buku jarinya memutih.Hingga tiba-tiba, tepat ketika sang kakek memutuskan sambungan telepon, Dirga melempar ponselnya ke kursi penumpang di sampingnya berkat informasi terbaru yang baru saja ia dapatkan.Kakeknya tidak pernah mengirim Elia ke rumahnya. Dari sini Dirga tahu bahwa wanita itu memang berniat menggagalkan rencana Dirga untuk menjadi penerus sang kakek dengan mencelakai Kana.“D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 13 - Cerita dari Ibu Mertua

    "Ada apa, Tante?" Elia tersenyum kecil. “Boleh masuk? Ada yang mau Ibu bicarakan.” Kana tampak ragu untuk sesaat, mengingat peringatan Dirga tadi malam. Namun, apabila Kana menolak, kemungkinan ia akan menciptakan masalah baru untuk Dirga lantaran sebelumnya Elia menyinggung bahwa wanita paruh baya tersebut di sini atas perintah sang kakek, kepala keluarga Dewantara. Lagi pula, tidak baik menciptakan musuh baru, bukan? “Silakan, Tante.” Kana membuka pintu kamarnya lebih lebar. Ia kemudian mengajak Elia duduk di sofa. Ibu tiri Dirga tersebut menggenggam tangan Kana dengan kedua tangannya. Kana melihat bagaimana Elia tetap memasang senyumnya, tetapi mata wanita itu tampak sedih. “Kana,” ucap Elia kemudian. Suaranya terdengar lembut. “Aku tahu Dirga memperlakukanku seperti orang asing. Tapi apakah kamu juga harus memperlakukanku seperti itu?” Kana tampak terkejut. Ia buru-buru menunduk. “Saya tidak bermaksud seperti itu, Tante.” Elia menghela napas, tampak kecewa karena Kana masih

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 12 - Perasaan yang Tumbuh

    "Oh. Lama tidak bertemu, Helen." Langkah Helena terhenti ketika mendengar suara yang tidak asing itu. Benar saja. Elia sedang duduk dengan santainya di sofa ruang tamu. Wanita paruh baya itu tersenyum sembari melambaikan tangan. 'Apa yang wanita itu lakukan di sini? Di mana Dirga?' batin Helena. "Suamimu tadi pergi bersama istri keduanya," ucap Elia seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Helena. "Kamu dan Dirga sama saja. Bagaimana bisa kalian tidak membalas sapaanku?" Mendengar hal itu, Helena memasang senyum pura-puranya dan duduk di hadapan Elia. Tidak ada untungnya bersikap tidak ramah apabila Dirga tidak di rumah. "Selamat malam, Tante." Elia mendengus. "Memang hanya Arkana yang ramah padaku di sini ya. Sayang sekali dia sedang pergi kencan dengan Dirga." Helena tetap berusaha tersenyum meskipun mendengar informasi baru tersebut. Meskipun terakhir kali Dirga memarahinya dan sekarang sudah cukup larut. Helena akan menghubungi suaminya tersebut setelah ini, tetapi ia harus b

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 11 - Perintah Kakek

    “Ah.” Kana tertegun mendengar kalimat tersebut keluar dari si wanita asing, sebelum kemudian tersenyum ramah. “Halo.” Sebelumnya, Kana tidak pernah bertemu dengan wanita tersebut, mengingat pernikahan kecilnya hanya dihadiri segelintir orang–bahkan keluarga Dirga pun tidak hadir. Istri kedua Dirga itu berniat menghampiri sang tamu untuk bersalaman, tetapi Dirga menahan Kana agar tetap di sebelahnya. “Ibuku sudah meninggal,” kata Dirga dengan suara dinginnya, membuat Kana menoleh pada pria itu seketika. Perempuan itu bisa melihat kebencian pada sorot mata suaminya. Tentunya Kana tahu bahwa ibu kandung Dirga sudah meninggal. Pria itu sempat menyinggungnya sebelum mereka menikah. Kana juga sempat menduga bahwa hubungan suaminya dengan ayah serta sang ibu tiri tidak terlalu baik, tetapi ia tidak menyangka bahwa Dirga membenci ibu tirinya. Kana tidak pernah berpikir Dirga memiliki emosi negatif sekuat itu. Namun, kembali lagi–suaminya tersebut memang sedikit rumit. Sementara itu, sang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 10 - Tamu Tak Diharapkan

    “Jangan pernah mengungkit hal ini lagi,” titah Dirga dengan tatapan dingin. “Aku akan anggap percakapan ini tidak pernah terjadi,” imbuh pria itu seraya mengendurkan dasi yang melingkari lehernya. Dirga berdiri, kemudian berjalan ke pintu, meninggalkan Helena yang tidak berani menahannya pergi. “Lagi pula," kata Dirga sebelum keluar. "Kamu harus ingat, Helen. Pernikahan ini adalah perintah darimu.” *** "Arkana?" Kana mendongak ketika mendengar suara tersebut dan terkesiap karena melihat suaminya. Mata perempuan itu turut melebar, tanpa bisa ditahan. Sejak tadi ia menunggu Dirga di kamar karena suaminya tersebut mengajaknya untuk pergi konsultasi ke dokter. Meskipun melalui telepon Dirga mengatakan bahwa ia akan sampai dalam beberapa menit, pria itu tidak kunjung datang. Kana tidak tahu apa yang terjadi hingga Dirga muncul dengan penampilan berantakan seperti ini. Belum lagi ekspresi pria yang biasanya tampak dingin dan tenang tersebut kini terlihat– Seperti malam itu, ketika D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 9 - Drama Istri Pertama

    “Helena, hentikan!” Suara Dirga terdengar keras, kentara terkejut dengan apa yang baru saja istri pertamanya lakukan. Baru saja Dirga pulang dari kantor dengan niat membawa Kana berkonsultasi ke dokter. Namun, niatan tersebut terhenti lantaran Helena berkata ingin bicara dua mata dengan pria itu. Tidak pernah dia duga bahwa Helena akan tiba-tiba memojokkannya, mendorong Dirga ke tempat tidur dan mencium pria itu setelah ia duduk di pangkuan sang suami. Terkejut, Dirga berusaha dengan lembut mendorong Helena menjauh. Akan tetapi, tingkah Helena justru makin menjadi hingga Dirga harus mendorong wanita itu dengan kuat dan menarik dingin dengan paksa. “Apa yang kamu pikir kamu laku–” Belum sempat Dirga menyelesaikan ucapannya, Helena terlebih memotongnya, "Kamu jatuh cinta pada Arkana.” Itu tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan pernyataan. Dirga membeku, menampakkan wajah terkejut. "Kenapa diam, Dirga?” tekan Helena dengan air mata menuruni wajahnya. “Itu alasan kamu menola

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 8 - Patah Hati

    “Dirga?” Kana memanggil sang suami. Dia mencengkeram ujung pakaiannya. “Dirga, yang Barra bilang–” "Aku tidak tahan lagi,” gumam Dirga secara mendadak. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap marah sosok Barra. “Apa maksudmu?” Suara Dirga terdengar dingin ketika menyahuti ucapan Barra, membuat Kana langsung terdiam. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Ia menyadari bahwa sedetik setelah suaminya mendengar pertanyaan itu, aura yang menyelimuti tubuh pria itu berubah gelap dan mengerikan. Namun, walaupun demikian, Barra tidak takut. Pria itu memandang lurus kepada suami kakaknya itu. "Aku pikir pertanyaanku mudah dipahami," balasnya. “Apa kamu menikahi kakakku hanya untuk seorang anak?” Ada rasa marah yang tersirat dari nada bicaranya. "Tidak ada masalah dengan pertanyaanmu," sahut Dirga. "Yang tidak bisa kupahami adalah sikapmu." Dirga dengan jelas tidak dapat mengiakan pertanyaan Barra. Tidak hanya pria di hadapannya ini akan menghajarnya, Dirga juga bisa mema

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 7 - Hasil Mencuri Dengar

    “Sa-saya, Tuan?” Sasmi tergagap. Ia menunduk dalam-dalam. Sorot mata Dirga begitu tajam dan menusuk, membuatnya ciut.“Aku tidak suka mengulangi kata-kataku.” Dirga langsung berbalik dan menghampiri Kana setelahnya, tanpa memedulikan Sasmi yang membungkuk hormat sebelum undur diri, kembali ke dapur. “Sudah tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian sembari menyodorkan segelas air putih pada istri keduanya. Berbeda ketika ia bicara dengan Sasmi tadi, nada suara Dirga terdengar lebih lembut dan hangat. Sorot matanya juga lebih ramah.Dengan ragu, Kana menurunkan tangan yang menutupi hidung dan mulutnya sejak tadi. Perasaan mualnya menghilang begitu saja. Dengan tenang, perempuan itu meneguk air putih yang disodorkan Dirga sementara dengan tangannya yang bebas, suaminya tersebut merapikan anak rambut Kana dengan hati-hati.Tepat seperti dugaan Dirga, Sasmilah penyebab Kana merasa mual sebelumnya. Beruntung tadi Dirga mampu menghubungkan kondisi istri keduanya tersebut dengan informasi yang

DMCA.com Protection Status