Beranda / Romansa / Takhta Istimewa Istri Kedua / Bab 6 - Kecurigaan sang Adik

Share

Bab 6 - Kecurigaan sang Adik

Penulis: Guardiangel
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Barra!” Kana refleks membentak adiknya itu, membuat Barra menoleh ke arah kakaknya. Dia tidak menyangka Barra akan bersikap tidak sopan kepada Dirga.

“Habis,” ucap pria yang lebih muda tersebut sembari menoleh pada Kana. Senyum miring yang tadi ia berikan pada Dirga seketika berganti dengan senyum tanpa dosa. “Rasanya aneh kalau laki-laki memanggil laki-laki lain dengan sebutan ‘kakak’.”

Kana menghela napas. “Tapi, Bar–”

“Sudahlah, Kana,” sela Dirga dengan suara tenangnya. Wajah pria itu masih saja dingin dan tidak terbaca. “Aku tidak masalah.”

Meskipun suaminya sudah mengizinkan, tetap saja Kana merengut karena menganggap adiknya tidak sopan. Ia menyayangkan hal tersebut lantaran ini adalah pertemuan pertama Dirga dan Barra, dua pria yang Kana harapkan untuk akur ke depannya sebab keduanya adalah sosok-sosok paling berharga dalam hidup Kana.

Dirga menyaksikan Kana yang tengah cemberut dan hal itu tanpa sadar mengundang senyum tipis di bibir putra pertama Keluarga Dewantara tersebut. Kata ‘menggemaskan’ tiba-tiba saja terlintas di kepala Dirga, membuat pria tersebut mengangkat tangannya dan menepuk puncak kepala Kana pelan.

“Jangan biarkan tamumu berdiri terlalu lama,” ucap Dirga, membuat Kana tersadar.

“Ah,” Kana tersenyum malu. Ia kemudian mempersilakan Barra untuk duduk di sofa, diikuti oleh Dirga.

Di sisi lain, senyum kekanakan yang tadi Barra tampilkan kini menghilang. Ekspresinya tampak serius usai melihat interaksi Dirga dan Kana. 

Kakaknya itu … tampak bahagia. Pria bernama Dirga itu pun terlihat memperlakukan Kana dengan baik. Akan tetapi, Barra menolak untuk menetapkan penilaian akhirnya secepat ini. Ada setumpuk pertanyaan yang ingin ia tanyakan dan pastikan kebenarannya.

Sama seperti yang telah Kana lakukan padanya sejak mereka kecil, Barra pun harus menjaga kakaknya dan memastikan perempuan itu bahagia.

“Jadi,” Barra kembali berucap. Jemarinya saling bertaut, sementara kedua lengannya bertumpu di pangkuan, menatap kakak iparnya, “kenapa kalian begitu terburu-buru menikah? Bagaimana dengan istri pertamamu?”

Pertanyaan Barra sukses membuat perhatian pasangan suami istri tersebut kembali terfokus padanya. 

Dahi Dirga berkerut, menimbang-nimbang jawaban apa yang baiknya ia berikan pada adik angkat Kana ini … karena sepertinya, Barra tidak akan mudah memercayai ucapannya.

Akhirnya, Dirga menyahut, “Kupikir aku dan Kana sudah cukup mengenal satu sama lain sebelum melangsungkan pernikahan.”

“Oh, ya?” Barra tersenyum miring. Tidak memberikan jawaban langsung merupakan strategi yang bagus–Barra pun berpikir demikian. “Bagaimana dengan pertanyaan keduaku?”

Dirga menatap lurus ke arah adik angkat sang istri. Mungkin inilah mengapa ia merasa tidak nyaman. Kecurigaan Barra terlalu kuat, membuat Dirga merasa seperti tengah diawasi dan diragukan. Meskipun tingkah Barra bisa dipahami, bukan berarti Dirga mau menerima perlakuan itu begitu saja.

“Aku dan Kana menikah atas izin istri pertamaku,” balas Dirga. Suaranya terdengar makin dingin. “Kamu tidak perlu khawatir.” 

Dirga membungkus kalimatnya dengan baik. Meskipun sebenarnya yang ingin ia katakan adalah, ‘Ini bukan urusanmu.’ 

Barra terdiam. Walau harusnya jawaban Dirga membuatnya merasa sedikit lega, tapi sesuatu dari cara pria itu berbicara membuat dirinya terganggu. Intinya, Barra tidak menyukai Dirga.

“Kalau begitu,” sahut Barra setelah terdiam beberapa saat. “Berarti kamu lebih mencintai kakakku dibandingkan istri pertamamu?”

“Barra.” Kana menegur adiknya, bersamaan dengan kemunculan Sasmi yang membawa nampan berisi segelas teh hangat dan beberapa kue bolu ke hadapan Kana. Ia tidak ingin adiknya bertingkah terlalu jauh dan membuat Dirga merasa terganggu.

Kana melirik ke samping dan menghela napas ketika melihat ekspresi suaminya yang mengeras usai mendengar pertanyaan dari sang adik.

Bibir Dirga terpisah, mulai berujar, “Aku–”

Namun, tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, pria tersebut dikejutkan dengan sosok Kana yang mendadak bangkit dan berlari ke kamar mandi, meninggalkan Dirga dan Barra yang berseru memanggilnya.

“Kana!”  

Dirga bergegas menyusul istrinya, membantu Kana setelah memerintahkan Sasmi untuk membawakan air putih. Tentunya di kamar mandi lantai satu, Kana tidak berhasil memuntahkan apa pun selain cairan asam dari perutnya lantaran sama sekali belum ada makanan masuk ke perut perempuan itu.

“Kembalilah ke kamar,” titah Dirga, alisnya menukik tajam, terlihat sangat khawatir. “Untuk sarapan, biar diantarkan nanti.”

Kana menggeleng. “Sedang ada tamu.”

Ekspresi Dirga mengeras mendengar respons Kana. “Ia bisa kembali lain kali,” balasnya. “Kondisimu sedang tidak baik.”

“Tidak apa-apa, Ga.”

“Aku tidak ingat kalau kamu ternyata keras kepala, Arkana.”

Meskipun disertai perdebatan kecil, Dirga membantu Kana kembali ke ruang tamu. 

Di sisi lain, Barra langsung berdiri dengan wajah cemas ketika Kana dan Dirga kembali, bersamaan dengan kemunculan Sasmi dengan segelas air putih.

“Kak?” panggil Barra sembari menghampiri Kana, terdengar khawatir. Namun, langkahnya terhenti melihat betapa protektifnya Dirga saat membantu Kana berjalan. Meskipun wajah pria itu tetap dingin dan datar senantiasa, gerak-gerik tubuhnya terlihat jelas.

Pria itu mengkhawatirkan kakaknya.

Kali ini, Barra tidak bisa menyangkal kepedulian yang ditampilkan Dirga Dewantara pada kakaknya.

Kana tersenyum, mencoba menenangkan adiknya. “Maaf membuatmu khawatir,” sahutnya. “Aku baik–”

Akan tetapi, belum saja Kana selesai mengucapkan itu, tangannya otomatis bergerak menutup mulut dan hidungnya rapat-rapat. 

Ah, ya. Bau ini,’ batin perempuan itu sembari menoleh pada asisten rumah tangga yang tengah menyodorkan segelas air putih pada Dirga. Campuran keringat, aroma masakan, dan parfum entah apa benar-benar membuat Kana mual.

“Ada apa?” Dirga terdengar khawatir. Pria itu mengikuti arah pandang Kana dan melihat raut wajah Sasmi yang tampak datar, seakan malas melayani istri keduanya itu.

Dirga mengernyit. Otaknya berputar cepat, mengingat serta mengolah informasi yang ia dapatkan ketika mengantar Kana ke dokter kandungan kemarin. 

“Sasmi,” ucap Dirga dengan suaranya yang rendah, seketika membuat si asisten rumah tangga bergidik. Pria itu mengambil gelas air putih dari nampan yang dibawa oleh Sasmi terlebih dahulu sebelum melanjutkan, “Pergi dari sini.”

Guardiangel

Nah, tahu rasa kamu, Sasmi! Btw~ Apa ada yang baper sama dua cowok yang udah muncul?

| Sukai

Bab terkait

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 7 - Hasil Mencuri Dengar

    “Sa-saya, Tuan?” Sasmi tergagap. Ia menunduk dalam-dalam. Sorot mata Dirga begitu tajam dan menusuk, membuatnya ciut.“Aku tidak suka mengulangi kata-kataku.” Dirga langsung berbalik dan menghampiri Kana setelahnya, tanpa memedulikan Sasmi yang membungkuk hormat sebelum undur diri, kembali ke dapur. “Sudah tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian sembari menyodorkan segelas air putih pada istri keduanya. Berbeda ketika ia bicara dengan Sasmi tadi, nada suara Dirga terdengar lebih lembut dan hangat. Sorot matanya juga lebih ramah.Dengan ragu, Kana menurunkan tangan yang menutupi hidung dan mulutnya sejak tadi. Perasaan mualnya menghilang begitu saja. Dengan tenang, perempuan itu meneguk air putih yang disodorkan Dirga sementara dengan tangannya yang bebas, suaminya tersebut merapikan anak rambut Kana dengan hati-hati.Tepat seperti dugaan Dirga, Sasmilah penyebab Kana merasa mual sebelumnya. Beruntung tadi Dirga mampu menghubungkan kondisi istri keduanya tersebut dengan informasi yang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 8 - Patah Hati

    “Dirga?” Kana memanggil sang suami. Dia mencengkeram ujung pakaiannya. “Dirga, yang Barra bilang–” "Aku tidak tahan lagi,” gumam Dirga secara mendadak. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap marah sosok Barra. “Apa maksudmu?” Suara Dirga terdengar dingin ketika menyahuti ucapan Barra, membuat Kana langsung terdiam. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Ia menyadari bahwa sedetik setelah suaminya mendengar pertanyaan itu, aura yang menyelimuti tubuh pria itu berubah gelap dan mengerikan. Namun, walaupun demikian, Barra tidak takut. Pria itu memandang lurus kepada suami kakaknya itu. "Aku pikir pertanyaanku mudah dipahami," balasnya. “Apa kamu menikahi kakakku hanya untuk seorang anak?” Ada rasa marah yang tersirat dari nada bicaranya. "Tidak ada masalah dengan pertanyaanmu," sahut Dirga. "Yang tidak bisa kupahami adalah sikapmu." Dirga dengan jelas tidak dapat mengiakan pertanyaan Barra. Tidak hanya pria di hadapannya ini akan menghajarnya, Dirga juga bisa mema

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 9 - Drama Istri Pertama

    “Helena, hentikan!” Suara Dirga terdengar keras, kentara terkejut dengan apa yang baru saja istri pertamanya lakukan. Baru saja Dirga pulang dari kantor dengan niat membawa Kana berkonsultasi ke dokter. Namun, niatan tersebut terhenti lantaran Helena berkata ingin bicara dua mata dengan pria itu. Tidak pernah dia duga bahwa Helena akan tiba-tiba memojokkannya, mendorong Dirga ke tempat tidur dan mencium pria itu setelah ia duduk di pangkuan sang suami. Terkejut, Dirga berusaha dengan lembut mendorong Helena menjauh. Akan tetapi, tingkah Helena justru makin menjadi hingga Dirga harus mendorong wanita itu dengan kuat dan menarik dingin dengan paksa. “Apa yang kamu pikir kamu laku–” Belum sempat Dirga menyelesaikan ucapannya, Helena terlebih memotongnya, "Kamu jatuh cinta pada Arkana.” Itu tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan pernyataan. Dirga membeku, menampakkan wajah terkejut. "Kenapa diam, Dirga?” tekan Helena dengan air mata menuruni wajahnya. “Itu alasan kamu menola

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 10 - Tamu Tak Diharapkan

    “Jangan pernah mengungkit hal ini lagi,” titah Dirga dengan tatapan dingin. “Aku akan anggap percakapan ini tidak pernah terjadi,” imbuh pria itu seraya mengendurkan dasi yang melingkari lehernya. Dirga berdiri, kemudian berjalan ke pintu, meninggalkan Helena yang tidak berani menahannya pergi. “Lagi pula," kata Dirga sebelum keluar. "Kamu harus ingat, Helen. Pernikahan ini adalah perintah darimu.” *** "Arkana?" Kana mendongak ketika mendengar suara tersebut dan terkesiap karena melihat suaminya. Mata perempuan itu turut melebar, tanpa bisa ditahan. Sejak tadi ia menunggu Dirga di kamar karena suaminya tersebut mengajaknya untuk pergi konsultasi ke dokter. Meskipun melalui telepon Dirga mengatakan bahwa ia akan sampai dalam beberapa menit, pria itu tidak kunjung datang. Kana tidak tahu apa yang terjadi hingga Dirga muncul dengan penampilan berantakan seperti ini. Belum lagi ekspresi pria yang biasanya tampak dingin dan tenang tersebut kini terlihat– Seperti malam itu, ketika D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 11 - Perintah Kakek

    “Ah.” Kana tertegun mendengar kalimat tersebut keluar dari si wanita asing, sebelum kemudian tersenyum ramah. “Halo.” Sebelumnya, Kana tidak pernah bertemu dengan wanita tersebut, mengingat pernikahan kecilnya hanya dihadiri segelintir orang–bahkan keluarga Dirga pun tidak hadir. Istri kedua Dirga itu berniat menghampiri sang tamu untuk bersalaman, tetapi Dirga menahan Kana agar tetap di sebelahnya. “Ibuku sudah meninggal,” kata Dirga dengan suara dinginnya, membuat Kana menoleh pada pria itu seketika. Perempuan itu bisa melihat kebencian pada sorot mata suaminya. Tentunya Kana tahu bahwa ibu kandung Dirga sudah meninggal. Pria itu sempat menyinggungnya sebelum mereka menikah. Kana juga sempat menduga bahwa hubungan suaminya dengan ayah serta sang ibu tiri tidak terlalu baik, tetapi ia tidak menyangka bahwa Dirga membenci ibu tirinya. Kana tidak pernah berpikir Dirga memiliki emosi negatif sekuat itu. Namun, kembali lagi–suaminya tersebut memang sedikit rumit. Sementara itu, sang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 12 - Perasaan yang Tumbuh

    "Oh. Lama tidak bertemu, Helen." Langkah Helena terhenti ketika mendengar suara yang tidak asing itu. Benar saja. Elia sedang duduk dengan santainya di sofa ruang tamu. Wanita paruh baya itu tersenyum sembari melambaikan tangan. 'Apa yang wanita itu lakukan di sini? Di mana Dirga?' batin Helena. "Suamimu tadi pergi bersama istri keduanya," ucap Elia seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Helena. "Kamu dan Dirga sama saja. Bagaimana bisa kalian tidak membalas sapaanku?" Mendengar hal itu, Helena memasang senyum pura-puranya dan duduk di hadapan Elia. Tidak ada untungnya bersikap tidak ramah apabila Dirga tidak di rumah. "Selamat malam, Tante." Elia mendengus. "Memang hanya Arkana yang ramah padaku di sini ya. Sayang sekali dia sedang pergi kencan dengan Dirga." Helena tetap berusaha tersenyum meskipun mendengar informasi baru tersebut. Meskipun terakhir kali Dirga memarahinya dan sekarang sudah cukup larut. Helena akan menghubungi suaminya tersebut setelah ini, tetapi ia harus b

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 13 - Cerita dari Ibu Mertua

    "Ada apa, Tante?" Elia tersenyum kecil. “Boleh masuk? Ada yang mau Ibu bicarakan.” Kana tampak ragu untuk sesaat, mengingat peringatan Dirga tadi malam. Namun, apabila Kana menolak, kemungkinan ia akan menciptakan masalah baru untuk Dirga lantaran sebelumnya Elia menyinggung bahwa wanita paruh baya tersebut di sini atas perintah sang kakek, kepala keluarga Dewantara. Lagi pula, tidak baik menciptakan musuh baru, bukan? “Silakan, Tante.” Kana membuka pintu kamarnya lebih lebar. Ia kemudian mengajak Elia duduk di sofa. Ibu tiri Dirga tersebut menggenggam tangan Kana dengan kedua tangannya. Kana melihat bagaimana Elia tetap memasang senyumnya, tetapi mata wanita itu tampak sedih. “Kana,” ucap Elia kemudian. Suaranya terdengar lembut. “Aku tahu Dirga memperlakukanku seperti orang asing. Tapi apakah kamu juga harus memperlakukanku seperti itu?” Kana tampak terkejut. Ia buru-buru menunduk. “Saya tidak bermaksud seperti itu, Tante.” Elia menghela napas, tampak kecewa karena Kana masih

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 14 - Apa yang Ia Rencanakan?

    Dirga baru masuk ke dalam mobil dan berniat pergi ke tempat istri keduanya ketika ponsel pria itu berdering. Kata ‘Kakek’ muncul di layar, membuat mata hitam Dirga berkilat marah. Tidak ada yang sesuai dengan keinginannya sejak pagi. Bahkan tampaknya Kana yang ia peringatkan sebelumnya pun kini mengabaikannya dan bergabung dengan istri kedua sang ayah. Dirga harus mengurusnya nanti.“Kakek,” sapa Dirga singkat setelah ia mengangkat panggilan tersebut. Pria itu mendengarkan suara lawan bicaranya di ujung lain saluran telepon selama beberapa waktu. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat hingga buku-buku jarinya memutih.Hingga tiba-tiba, tepat ketika sang kakek memutuskan sambungan telepon, Dirga melempar ponselnya ke kursi penumpang di sampingnya berkat informasi terbaru yang baru saja ia dapatkan.Kakeknya tidak pernah mengirim Elia ke rumahnya. Dari sini Dirga tahu bahwa wanita itu memang berniat menggagalkan rencana Dirga untuk menjadi penerus sang kakek dengan mencelakai Kana.“D

Bab terbaru

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 15 - Ancaman yang Masih Belum Hilang

    "Astaga, Kana!"Elia tidak menyangka bahwa ia bisa membodohi istri kedua Dirga semudah ini. Ternyata memang benar, paling baik memanglah bersandiwara sebagai seorang ibu bagi sosok yang tidak pernah mendapatkan figur ibu dalam hidupnya.Buktinya, Kana jatuh dengan mudah. Elia bisa membuat perempuan itu melakukan hal-hal yang ia inginkan sampai akhirnya Kana kelelahan, meskipun Elia harus meminta beberapa orang suruhan untuk menjadi temannya dan membuat Kana makin tertekan.Namun, toh, hal tersebut berhasil.Dengan begini, Elia bisa dengan mudah menyingkirkan janin yang ada di perut Kana. Tanpa calon bayi itu, Dirga tidak akan memenuhi syarat menjadi penerus Keluarga Dewantara. Dengan sedikit dorongan lagi–"Jika terjadi sesuatu pada mereka, aku akan membuatmu membayar dengan harga yang pantas."Celakanya bagi Elia, Dirga datang saat itu bersama beberapa orang penjaga yang langsung mencengkeram kedua lengan Elia dan membawa wanita paruh baya itu menjauh, sementara Dirga mengangkat tubuh

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 14 - Apa yang Ia Rencanakan?

    Dirga baru masuk ke dalam mobil dan berniat pergi ke tempat istri keduanya ketika ponsel pria itu berdering. Kata ‘Kakek’ muncul di layar, membuat mata hitam Dirga berkilat marah. Tidak ada yang sesuai dengan keinginannya sejak pagi. Bahkan tampaknya Kana yang ia peringatkan sebelumnya pun kini mengabaikannya dan bergabung dengan istri kedua sang ayah. Dirga harus mengurusnya nanti.“Kakek,” sapa Dirga singkat setelah ia mengangkat panggilan tersebut. Pria itu mendengarkan suara lawan bicaranya di ujung lain saluran telepon selama beberapa waktu. Tangannya menggenggam kemudi dengan erat hingga buku-buku jarinya memutih.Hingga tiba-tiba, tepat ketika sang kakek memutuskan sambungan telepon, Dirga melempar ponselnya ke kursi penumpang di sampingnya berkat informasi terbaru yang baru saja ia dapatkan.Kakeknya tidak pernah mengirim Elia ke rumahnya. Dari sini Dirga tahu bahwa wanita itu memang berniat menggagalkan rencana Dirga untuk menjadi penerus sang kakek dengan mencelakai Kana.“D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 13 - Cerita dari Ibu Mertua

    "Ada apa, Tante?" Elia tersenyum kecil. “Boleh masuk? Ada yang mau Ibu bicarakan.” Kana tampak ragu untuk sesaat, mengingat peringatan Dirga tadi malam. Namun, apabila Kana menolak, kemungkinan ia akan menciptakan masalah baru untuk Dirga lantaran sebelumnya Elia menyinggung bahwa wanita paruh baya tersebut di sini atas perintah sang kakek, kepala keluarga Dewantara. Lagi pula, tidak baik menciptakan musuh baru, bukan? “Silakan, Tante.” Kana membuka pintu kamarnya lebih lebar. Ia kemudian mengajak Elia duduk di sofa. Ibu tiri Dirga tersebut menggenggam tangan Kana dengan kedua tangannya. Kana melihat bagaimana Elia tetap memasang senyumnya, tetapi mata wanita itu tampak sedih. “Kana,” ucap Elia kemudian. Suaranya terdengar lembut. “Aku tahu Dirga memperlakukanku seperti orang asing. Tapi apakah kamu juga harus memperlakukanku seperti itu?” Kana tampak terkejut. Ia buru-buru menunduk. “Saya tidak bermaksud seperti itu, Tante.” Elia menghela napas, tampak kecewa karena Kana masih

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 12 - Perasaan yang Tumbuh

    "Oh. Lama tidak bertemu, Helen." Langkah Helena terhenti ketika mendengar suara yang tidak asing itu. Benar saja. Elia sedang duduk dengan santainya di sofa ruang tamu. Wanita paruh baya itu tersenyum sembari melambaikan tangan. 'Apa yang wanita itu lakukan di sini? Di mana Dirga?' batin Helena. "Suamimu tadi pergi bersama istri keduanya," ucap Elia seakan tahu apa yang ada dalam pikiran Helena. "Kamu dan Dirga sama saja. Bagaimana bisa kalian tidak membalas sapaanku?" Mendengar hal itu, Helena memasang senyum pura-puranya dan duduk di hadapan Elia. Tidak ada untungnya bersikap tidak ramah apabila Dirga tidak di rumah. "Selamat malam, Tante." Elia mendengus. "Memang hanya Arkana yang ramah padaku di sini ya. Sayang sekali dia sedang pergi kencan dengan Dirga." Helena tetap berusaha tersenyum meskipun mendengar informasi baru tersebut. Meskipun terakhir kali Dirga memarahinya dan sekarang sudah cukup larut. Helena akan menghubungi suaminya tersebut setelah ini, tetapi ia harus b

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 11 - Perintah Kakek

    “Ah.” Kana tertegun mendengar kalimat tersebut keluar dari si wanita asing, sebelum kemudian tersenyum ramah. “Halo.” Sebelumnya, Kana tidak pernah bertemu dengan wanita tersebut, mengingat pernikahan kecilnya hanya dihadiri segelintir orang–bahkan keluarga Dirga pun tidak hadir. Istri kedua Dirga itu berniat menghampiri sang tamu untuk bersalaman, tetapi Dirga menahan Kana agar tetap di sebelahnya. “Ibuku sudah meninggal,” kata Dirga dengan suara dinginnya, membuat Kana menoleh pada pria itu seketika. Perempuan itu bisa melihat kebencian pada sorot mata suaminya. Tentunya Kana tahu bahwa ibu kandung Dirga sudah meninggal. Pria itu sempat menyinggungnya sebelum mereka menikah. Kana juga sempat menduga bahwa hubungan suaminya dengan ayah serta sang ibu tiri tidak terlalu baik, tetapi ia tidak menyangka bahwa Dirga membenci ibu tirinya. Kana tidak pernah berpikir Dirga memiliki emosi negatif sekuat itu. Namun, kembali lagi–suaminya tersebut memang sedikit rumit. Sementara itu, sang

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 10 - Tamu Tak Diharapkan

    “Jangan pernah mengungkit hal ini lagi,” titah Dirga dengan tatapan dingin. “Aku akan anggap percakapan ini tidak pernah terjadi,” imbuh pria itu seraya mengendurkan dasi yang melingkari lehernya. Dirga berdiri, kemudian berjalan ke pintu, meninggalkan Helena yang tidak berani menahannya pergi. “Lagi pula," kata Dirga sebelum keluar. "Kamu harus ingat, Helen. Pernikahan ini adalah perintah darimu.” *** "Arkana?" Kana mendongak ketika mendengar suara tersebut dan terkesiap karena melihat suaminya. Mata perempuan itu turut melebar, tanpa bisa ditahan. Sejak tadi ia menunggu Dirga di kamar karena suaminya tersebut mengajaknya untuk pergi konsultasi ke dokter. Meskipun melalui telepon Dirga mengatakan bahwa ia akan sampai dalam beberapa menit, pria itu tidak kunjung datang. Kana tidak tahu apa yang terjadi hingga Dirga muncul dengan penampilan berantakan seperti ini. Belum lagi ekspresi pria yang biasanya tampak dingin dan tenang tersebut kini terlihat– Seperti malam itu, ketika D

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 9 - Drama Istri Pertama

    “Helena, hentikan!” Suara Dirga terdengar keras, kentara terkejut dengan apa yang baru saja istri pertamanya lakukan. Baru saja Dirga pulang dari kantor dengan niat membawa Kana berkonsultasi ke dokter. Namun, niatan tersebut terhenti lantaran Helena berkata ingin bicara dua mata dengan pria itu. Tidak pernah dia duga bahwa Helena akan tiba-tiba memojokkannya, mendorong Dirga ke tempat tidur dan mencium pria itu setelah ia duduk di pangkuan sang suami. Terkejut, Dirga berusaha dengan lembut mendorong Helena menjauh. Akan tetapi, tingkah Helena justru makin menjadi hingga Dirga harus mendorong wanita itu dengan kuat dan menarik dingin dengan paksa. “Apa yang kamu pikir kamu laku–” Belum sempat Dirga menyelesaikan ucapannya, Helena terlebih memotongnya, "Kamu jatuh cinta pada Arkana.” Itu tidak terdengar seperti pertanyaan, melainkan pernyataan. Dirga membeku, menampakkan wajah terkejut. "Kenapa diam, Dirga?” tekan Helena dengan air mata menuruni wajahnya. “Itu alasan kamu menola

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 8 - Patah Hati

    “Dirga?” Kana memanggil sang suami. Dia mencengkeram ujung pakaiannya. “Dirga, yang Barra bilang–” "Aku tidak tahan lagi,” gumam Dirga secara mendadak. Pria itu mengangkat pandangannya dan menatap marah sosok Barra. “Apa maksudmu?” Suara Dirga terdengar dingin ketika menyahuti ucapan Barra, membuat Kana langsung terdiam. Perempuan itu menggigit bibir bawahnya dengan gugup. Ia menyadari bahwa sedetik setelah suaminya mendengar pertanyaan itu, aura yang menyelimuti tubuh pria itu berubah gelap dan mengerikan. Namun, walaupun demikian, Barra tidak takut. Pria itu memandang lurus kepada suami kakaknya itu. "Aku pikir pertanyaanku mudah dipahami," balasnya. “Apa kamu menikahi kakakku hanya untuk seorang anak?” Ada rasa marah yang tersirat dari nada bicaranya. "Tidak ada masalah dengan pertanyaanmu," sahut Dirga. "Yang tidak bisa kupahami adalah sikapmu." Dirga dengan jelas tidak dapat mengiakan pertanyaan Barra. Tidak hanya pria di hadapannya ini akan menghajarnya, Dirga juga bisa mema

  • Takhta Istimewa Istri Kedua   Bab 7 - Hasil Mencuri Dengar

    “Sa-saya, Tuan?” Sasmi tergagap. Ia menunduk dalam-dalam. Sorot mata Dirga begitu tajam dan menusuk, membuatnya ciut.“Aku tidak suka mengulangi kata-kataku.” Dirga langsung berbalik dan menghampiri Kana setelahnya, tanpa memedulikan Sasmi yang membungkuk hormat sebelum undur diri, kembali ke dapur. “Sudah tidak apa-apa?” tanya pria itu kemudian sembari menyodorkan segelas air putih pada istri keduanya. Berbeda ketika ia bicara dengan Sasmi tadi, nada suara Dirga terdengar lebih lembut dan hangat. Sorot matanya juga lebih ramah.Dengan ragu, Kana menurunkan tangan yang menutupi hidung dan mulutnya sejak tadi. Perasaan mualnya menghilang begitu saja. Dengan tenang, perempuan itu meneguk air putih yang disodorkan Dirga sementara dengan tangannya yang bebas, suaminya tersebut merapikan anak rambut Kana dengan hati-hati.Tepat seperti dugaan Dirga, Sasmilah penyebab Kana merasa mual sebelumnya. Beruntung tadi Dirga mampu menghubungkan kondisi istri keduanya tersebut dengan informasi yang

DMCA.com Protection Status